Medan, – Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi menyebut dari tiga proyek yang bersumber dari Bantuan Daerah Bawahan (BDB) Pemprov Sumut yang didapatkan pemerintah kabupaten Mandailing Natal(Madina). Bupati Hidayat Batubara menjanjikan satu proyek untuk digiring pengerjaannya oleh kontraktor Surung Panjaitan.

“Ada tiga paket proyek di APBD Madina yang bersumber dari BDB Pemprov Sumut. Jadi, salah satu paket dijanjikan HIB (Hidayat Batubatara) ke pengusaha SP (Surung Panjaitan),” ujar Johan kepada Tribun saat dikonfirmasi via selularnya dari Medan, Senin (20/5/2013).

Namun, Johan mengaku belum mendapatkan informasi jenis paket proyek dan nilai rupiah yang dijanjikan tersebut.

“Saya belum dapat informasi dari penyidik proyeknya itu apa dan berapa nilainya,” katanya.

“Sumber dananya dari BDB Pemprov, tapi itu akan masuk ke APBD Madina,” kata Johan sembari menyebut tidak ada pemeriksaan dilakukan terhadap pejabat Pemprov Sumut.

“Tidak ada sangkut paut dengan Pemprov. Itu kan konteksnya di APBD Madina,” ujar Johan.

Informasi yang dihimpun Tribun menyebut, Sekretaris Gapensi (Gabungan Pengusaha Konstruksi) Sumut itu ditangkap saat menyerahkan uang kepada Khairil Anwar Daulay sebagai uang pelicin untuk mendapatkan proyek pembangunan sebuah rumah sakit daerah di Madina dengan pagu Rp 33 miliar.

Kepala Biro Keuangan Setda provinsi Sumatera Utara Bahar Siagian membenarkan salah satu program Pemkab Madina yang dibiayai Pemprov Sumatera Utara sebagai bantuan keuangan atau lebih dikenal dengan istilah Bantuan Daerah Bawahan (BDB) adalah untuk membangun rumah sakit disana.

“Ya. TA (Tahun Anggaran) 2013 Pemkab Madina mendapatkan BDB Rp 79.975.772.609,-. TA 2012 mendapat Rp 54.974.152.000,” ujar Bahar kepada Tribun via selularnya.

Bahar mengaku tidak ingat program lain Pemkab Madina yang dibiayai dari BDB. “Banyak lah, datanya di kantor,” sebutnya.

Sementara, Wakil Bupati Madina Dahlan Hasan Nasution membenarkan juga mendengar kabar akan ada pembangunan RS baru di Madina.

“Dengar-dengar sebagian BDB untuk membangun rumah sakit. Ketua panitia tendernya Pelaksana tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Khairil Anwar Daulay. Tapi apakah karena itu, abang nggak tahu pasti lah ya,” ujarnya.

Ia juga mengaku tidak mengetahui proses tender rumah sakit tersebut hingga berujung Bupati ditangkap KPK.

“Kalau Pemkab Madina mendapat BDB hampir Rp 80 miliar, tahu. Namun, programnya untuk apa saja, kurang tahu. Kan abang nggak pernah dilibatkan,” ujarnya.

Anggota DPRD Sumut Hardy Mulyono mengaku tak heran dengan tertangkapnya Bupati Madina Hidayat Batubara karena tersandung suap penggiringan proyek yang berasal dari anggaran Bantuan Daerah Bawahan(BDB).

Hardy mengaku mencium aroma tak sedap dibalik bagi-bagi ‘jatah’ BDB ke daerah-daerah di Sumut. Mantan Ketua Fraksi Partai Golkar itu menyebut dari besaran uang BDB yang melonjak drastis di suatu daerah tertentu sudah mencurigakan karena di saat-saat pembagian itu akan berlangsung Pilkada Sumut 2013.

“Sangat tidak logika, ada daerah tertinggal yang sangat minim mendapat jatah alokasi BDB. Sementara daerah yang sebenarnya sudah cukup maju mendapat angka fantastis,” ujar Hardy saat ditemui Tribun beberapa waktu lalu.

Hardy tak menafikkan bisa saja bagi-bagi jatah ‘tak adil’ itu juga melibatkan oknum pimpinan dewan atau oknum banggar (badan anggaran) DPRD Sumut.

“Bisa saja, tentu ada kolaborasi antara eksekutif dan legislatif, terutama pimpinan dewan,” ujarnya.

Menurut Hardy yang menentukan besar kecilnya BDB tahun 2013 adalah Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD) yang dipimpin Sekda, kemudian dilakukan pembahasan APBD di DPRD Sumut.

“Saya yakin, penentu besar kecilnya BDB 2013 hasil lobi antara kepala daerah dengan Plt Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho berkaitan Pemilihan Gubernur Sumut 7 Maret 2013, lalu,” ujarnya.

Diketahui juga pemberian BDB dilakukan atas mekanisme, kabupeten dan kota mengusulkan kepada Pemprov Sumut. Kemudian, lewat hasil reses anggota DPRD dan juga hasil kunjungan kerja DPRD.

Sekda Sumut Nurdin Lubis meminta Tribun bertanya perihal BDB ke Biro Keuangan Setda provinsi Sumatera Utara.

“Sebaiknya ke Karo Keuangan. Data dan regulasi ada pada beliau,” ujar Nurdin singkat via pesan singkat.

Anggaran BDB 2013, dari penelusuran Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) digunakan untuk kepentingan politik pendukung
Gatot.

Kecurigaan FITRA karena penetapan besaran BDB, Pemprov Sumut tidak menjelaskan ukuran atau pendekatan penyusunan BDB kepada dewan.

“Perdagangan pengaruh sangat kental dalam penentuan besar kecilnya BDB. Gubernur bisa saja menyetujui BDB sekehendaknya setelah lobi dengan bupati atau walikota mulus,” ujar Sekretaris Eksekutif FITRA Sumut Rurita Ningrum.

Rurita menyebut tidak adanya batasan yang mengatur tentang besaran bantuan keuangan kepada daerah bawahan harus turun atau naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya itu lah yang menyebabkan proyek yang dibiayai BDB rentan suap.

“Memang secara hukum sulit dibuktikan. Namun, secara politis dugaan FITRA itu bisa tercium. Dan, terhadap dana ini memang kita yakin sekali adanya penggiringan proyek. Dimana, mereka (Bupati/Walikota) membuat usulan program kemudian digiring supaya cair. Lagi-lagi memang nggak dapat dibuktikan. Tapi, dengan operasi tangkap tangan KPK terhadap Bupati Madina kan terbukti, bagaimana proses tender bisa diatur, ada uang penggiringan proyek dan mungkin saja ada uang penggiringan pencairan,” katanya.

Ruri tidak menampik ‘permainan’ BDB juga diikuti oknum dewan. Sebab, usulan bantuan kuangan tersebut juga harus disetujui oleh Banggar DPRD Sumut. “Berarti permainannya sudah di semua lini. Di saat pengganggaran itu sebenarnya bisa kelihatan,” katanya.

“Yang kita lihat kan masing-masing DPRD memperjuangkan dana untuk konstituen di dapilnya. Terkadang pertarungannya ada intimidasi oleh oknum dewan yang juga main proyek. Sehingga terus menekankan agar di suatu daerah yang merupakan kontituennya memperoleh BDB yang besar. Namun, ya itu lagi, sulit kita membuktikan secara hukum,” ujarnya.

TPAD yang diketuai Sekda, ujar Ruri, bisa menyusun BDB dalam jumlah yang tidak seimbang antar daerah.

“Padahal alokasi belanja BDB diatur oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 32 yang intinya adalah untuk mengatasi kesenjangan fiskal, kesenjangan sosial dan kemiskinan,” ujar Ruri.

Ruri mencontohkan kenaikan BDB yang mencolok untuk Kabupaten Karo dari Rp 20,015 miliar tahun 2012 menjadi Rp 76,374 miliar tahun 2013. Dua daerah di Pantai Timur Sumut yakni Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batubara turut mendapat BDB yang melonjak hebat.

Asahan pada 2012, misalnya memperoleh Rp 143,84 miliar, tahun 2013 melompat menjadi Rp 425,66 miliar. Batubara Rp 55,713 miliar menjadi Rp 151, 81 miliar.

Adapun di wilayah Pantai Barat seperti Nias Barat BDB malah melorot dari sebelumnya Rp 2,093 miliar tahun 2012 menjadi Rp 1,321 miliar tahun 2013.

“Perdagangan pengaruh dalam konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang anti korupsi adalah dapat digolongkan sebagai tindak pidana korupsi. Indonesia juga sudah meratifikasi konvensi ini melalui UU Nomor 7 Tahun 2006 pada 19 September 2006,” tutur Ruri.(Tribun)

Comments

Komentar Anda