Berita Sumut

Harga Karet Terendah Dalam Lima Tahun Terakhir

Medan – Tekanan terhadap harga karet di pasar dunia belum berakhir. Memasuki awal Oktober, harga karet diperdagangkan di bawah US$1,38 per kg yang merupakan harga terendah dalam 69 bulan terakhir atau sekitar lima tahun terakhir.

Sekretaris Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah mengungkapkan, khusus selama sepekan terakhir, melemahnya harga karet dipicu turunnya harga minyak mentah, penantian atas stimulus Bank Sentral Eropa, dan demonstrasi massal di Hongkong.

“Ketiga peristiwa itu menyebabkan perekonomian dunia tergoncang dan tak menentu sehingga harga sejumlah komoditas anjlok,” katanya kepada MedanBisnis, Jumat (3/10).

Diungkapkannya, selain lemahnya perekonomian AS, Tiongkok dan Jepang, perekonomian global juga ditekan ekonomi Eropa. Hal tersebut diperburuk oleh demo massa di Hongkong. Di tengah masih lemahnya perekonomian Tiongkok, unjuk rasa itu semakin membebani upaya pemulihan ekonomi. Aksi yang sudah berjalan beberapa hari itu menekan sektor keuangan, khususnya bursa saham.

Investor di pasar modal mulai khawatir menyikapi aksi itu dan melakukan aksi lepas saham. Demo massa itu menuntut pemerintah Tiongkok memberikan hak kepada warga Hongkong melakukan pemilu yang bebas. “Tak pelak, semua sektor ekonomi terkena imbas. Harga komoditas anjlok, termasuk karet yang saat ini tak lepas dari tekanan harga rendah,” ungkapnya.

Menyikapi lemahnya harga karet dunia, saat ini pemerintah Thailand menunda penjualan 200.000 metrik ton karet, sebuah langkah yang diharapkan membantu menenangkan petani dari ancaman protes karena harga merosot ke level terendah dalam lima tahun terakhir.

“Saat ini, Kementerian Pertanian Thailand sedang memeriksa kualitas dan kuantitas persediaan dan meninjau strategi untuk memastikan bahan baku dijual dengan harga yang rasional. Langkah ini sejalan dengan permintaan petani agar prosesnya transparan,” jelasnya.

Sejak tahun 2011, harga karet Thailand telah turun 75% di tengah kekhawatiran perlambatan pertumbuhan di Tiongkok sebagai pasar utama, yang akan mengurangi permintaan komoditas yang digunakan untuk ban dan berlanjutnya kelebihan pasokan dunia. Pemerintah Gajah Putih itu sedang mempertimbangkan langkah-langkah lanjutan untuk membantu petani, tetapi telah mengesampingkan program pembelian untuk meningkatkan harga karena akan mendistorsi pasar, harga pun kian anjlok. “Saat ini, Thailand berencana mengadakan pembicaraan dengan Indonesia dan Malaysia untuk bersama-sama mengelola stok untuk menstabilkan harga,” tambahnya.

Pihaknya berharap, pemerintah segera bergerak cepat mengatasi masalah harga karet itu. Maklum, saat ini petani dan pengusaha mulai merugi akibat harga karet tak kunjung naik. Bahkan, akibat kerugian yang dialami, sejumlah petani di berbagai daerah di Indonesia mulai mengkonversi lahan karet menjadi sawit.

Pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin mengungkapkan, pemerintah dan pengusaha perlu mencari cara agar penyerapan karet dari pasar lokal meningkat. Hal tersebut dimaksudkan agar Indonesia tak terlalu bergantung pada ekspor yang akhir-akhir ini tak stabil. “Minimal industri dalam negeri dikuatkan sehingga penyerapan karet petani lebih banyak, bukan terus-terusan berharap pada pasar ekspor yang belum pasti,” katanya.
Selain itu, Indonesia juga perlu memperluas pasar dengan melirik negara-negara lain di Eropa dan Asia yang butuh karet. Dengan begitu, penyerapan karet di pasar dunia makin meningkat yang otomatis akan mengerek harga karet.

Sumber : Medanbisnis

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.