Artikel

M. YUNAN NASUTION, Perintis Kemerdekaan Asal Botung

 

Catatan: Askolani Nasution

 

Puluhan tahun foto close-up beliau ada di lemari kami. Beliau Amantua kami. Karena itu banyak kisah-kisah beliau yang saya dengar. Dan namanya ada di Tugu Perintis Kemerdekaan Kotanopan. Suka berjas, berpeci miring. Kalau berbicara tidak tampak kesan “tajam” sebagaimana tulisan-tulisannya.

Beliau lahir di Botung, Kotanopan, tanggal 22 Nopember 1913. Wafat di Jakarta tanggal 29 November 1996. Lulus perguruan Sumatera Thawalib, Bukit Tinggi.

Beliau jurnalis penting di Hindia Belanda masa kolonial, selain Adam Malik, Parada Harahap, dan lain-lain. Bersama Buya Hamka, beliau redaktur majalah “Pedoman Masyarakat” sejak tahun sejak 1936. Juga memimpin majalah “Panji Islam”, dan lain-lain. Tulisannya tajam.

Di masa awal berdirinya Partai Masyumi, Yunan Nasution terpilih menjadi Sekretaris Jenderal tahun 1956, ketua umumnya Mohammad Natsir, seorang yang dianggap politisi Islam terpenting sejak masa kolonial hingga masa Orde Lama. Bersama Prawoto Mangkusasmito, Muhamad Roem, Muchtar Lubis, dan lain-lain, Yunan Nasution dipenjarakan Soekarno karena perbedaan konsep politik. Bersama mereka juga beliau bergabung dengan PRRI.

Karirnya dimulai semasa muda. Mula-mula masuk gerakan kepanduan SIAP (Sarekat Islam Afdeling Pandu) di Bukit Tinggi. Tahun 1932 Ketua Pemuda Muslimin Indonesia Bukit Tinggi dan Anggota Pusat Pemuda Muslimin serta mendirikan koran “Biro Himalaya” di Bukit Tinggi. Tahun 1933, dua kali masuk penjara di Bukit Tinggi. Setelah bebas, beliau tidak diperbolehkan tinggal di Sumatera Barat, akhirnya pindah ke Medan. Bersama A Wahid Erdan, H. Majid Abdullah, mereka mendirikan Majalah “Soeloeh Islam” di Medan. Selanjutnya bersama Buya Hamka memimpin mingguan “Pedoman Masyarakat” selama 7 tahun.

Masa Jepang mulai terjun dalam pergerakan Muhammadiyah, awalnya terpilih sebagai Ketua Muhammadiyah Medan. Pada awal Revolusi terpilih sebagi Konsul Muhammadiyah Sumatera Timur. Tahun 1943 bersama Buya Hamka menerbitkan Majalah Semangat Islam di Medan. Bersama A Wahab Siregar, M. Saleh Umar dan Udin Sr mendirikan Harian “Mimbar Umum” di Medan. Tahun 1945 terpilih sebagai Ketua Masyumi Sumatera Timur. Awal Revolusi beliau menjadi anggota DPR Sumatera Timur, kemudian Sumatera Utara, Anggota Dewan Pemerintahan pada Keresidenan Sumatera Timur dan Prov. Sumatera Utara.Menjadi anggota KNI Pusat mewakili Sum. Utara.

Tahun 1948 menerbitkan harian “Islam Berjuang” bersama H. Mahals, juga Perintis Kemerdekaan. Tahun 1949 dipilih menjadi Anggota Perwakilan RIS, mewakili daerah Republik dari Sumatera. Tahun 1950 menjadi Anggota DPR Kesatuan dan pindah ke Jakarta menjadi Ketua Masyumi Jakarta Raya. Tahun 1950, bersama Alm. Z.A. Ahmad Suardi Tasrif mendirikan Harian “Abadi”, membawakan suara perjuangan Partai Masyumi. Tahun 1956 menjadi Anggota DPR mewakili Daerah Pemilihan Jakarta Raya. Tahun 1956 dan 1959 terpilih menjadi Sekjen Masyumi, sampai Masyumi dibubarkan tahun 1960. Tahun 1960 Harian “Abadi” dilarang terbit, terbit kembali tahun 1970. Januari 1962 beliau ditahan oleh Rezim Soekarno selama 4 tahun 4 bulan, bersama-sama Alm. Prawoto, Alm. Pak Roem disusul Alm Pak Isa Anshari, Alm. Sumarsono,, Muttaqin, St. Syahrir, Anak Agung Gde Agung, Mokhtar Lubis, Subadio Sostrosatomo. Pada saat yang sama ditahan pula Pak Natsir, Syafruddin Prawiranegara, Burhanudin Harahap. Setelah keluar dari penjara aktif dalam kegiatan da’wah, sebagai Ketua Dewan Da’wah Jakarta Raya merangkap sebagai Wakil Ketua Dewan Da’wah Pusat.

Yunan Nasution pernah terpilih menjadi Ketua umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Jakarta Raya. Disamping itu beliau juga menjabat anggota Pimpinan Pusat Dewan Da’wah Indonesia.***

 

Askolani Nasution adalah budayawan, sutradara film Mandailing

 

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.