Artikel

Seri HUT Madina : Mandailing Melahirkan Banyak Ulama Kharismatik (3)


Oleh : BASYRAL HAMIDI HARAHAP (In Memorial)
Sejarahwan Mandailing

Basyral Hamidi Harahap

Syekh Abdul Manan Siregar lahir di Sipirok pada tahun 1894 dan wafat pada tahun 1989 di Padangsidimpuan. Pada usia mudanya ia bercita-cita menjadi ulama. Ia pun meningkalkan desanya, Sipirok, berjalan kaki selama berhari-hari menempuh jarak hampir 300 kilometer menuju Basilam di Tanjungpura. Untuk belajar agama pada Syekh Abdul wahab Rokan di Basilam. Kelak sambil belajar ia menjadi asisten ulama besar itu selama 8 tahun. Syekh Abdul Manan belajar 2 tahun di Masjidil Haram dan Jabal Kubeis di Mekkah. Ulama ini memperdalam pengetahuannya dalam ilmu fikih, tasawuf dan ilmu falak. Selama di Mekkah Suekh Abdul Manan belajar pada Syekh abdul Qadir Al-Mandily dan Syekh Ahmad Nur Rawa.

Syekh Abdul Manan kembali ke Sipirok dan menikah dengan Siti Rayo Hasibuan gelar Hj. Siti Aisyah (1907-1992). Mereka dianugrahi tiga orang putera dan empat orang puteri, masing-masing: Ali Musa Siregar, H.M Ja’cub Siregar, Hj. Hafsah Siregar, Hj. Syarifah Siregar, Hj. Salmah Siregar, Hj. Aisyah Siregar dan Drs. H. Ali Husin Siregar.

Syekh Abdul Manan lebih dikenal di Padangsidimpuan dengan nama Kulipah Manan. Ulama ini mendirikan Parsulukan  tarikat Naqsabandiyah Babussalam di Ujung Padang, Padangsidimpuan.

Syekh Haji Muhammad Hasan Lubis (1888-1957) lahir di Saba Dolok, Mandailing. Ia berasal dari keluarga sederhana. Cita-citanya untuk menuntut ilmu agam Islam di Labuhan, Belawan, diawalai dengan berjalan kaki dari Saba Dolok ke Sibolga. Ketika itu usianya 20 tahun. Tiba di Sibolga dia tidur di emper penginapan. Pemilik penginapan kemudian membolehkannya tidur di lantai bawah. Takdir Allah menentukan, anak pemilik penginapan sedang sakit. Dengan ridho  Allah, ia dapat menetmbuhkan penyakit anak tersebut, yang sebelumnya sudah berobat ke tabib-tabib, tetapi tak kunjung sembuh. Dengan membaca surat Al-Fatihah, ia memohon kepada Allah agar anak itu dapat disembuhkan. Anak itu sembuh. Maka sang musafir itu boleh tidur di penginapan. Bukan itu saja, setelah pemilik penginapan mengetahui rencana perjalan sang musafir, ia membekali ongkos dari Sibolga menuju Belawan.

Pada usia 30 tahun ia menikah dengan Siti Suleha yang dianugerahi seorang putera dan enam orang puteri, masing-masing: Sutan Marcuncang Alam meninggal di Sibolga, Fatimah Syam di Gunung Barani, Masturo di Kuala Binjai, Sawiyah di Lumban Dolok, Nur Miah ibu dari Salamat pemilik penginapan Salamat di Kotanopan, Arba’iah di Medan dan Adawiyah di Medan.

Syekh Haji Muhammad Hasan Lubis selain berdakwah di Labuhan dan desanya Mandailing. Rumahnya sendiri di Saba Dolok di pakai sebagai tempat pengajian yang diahdiri banyak jamaah di antaranya Syekh Muaramais.

Panggilan kampung halaman sangat kuat. Ulama ini kembali ke Saba Dolok bersama isteri dan tiga anak-anaknya untuk memnuhi permntaan masyarakat kampungnya.

Syekh Haji Muhammad Hasan Lubis selain berdakwah, juga mengajar seni bela diri, pencak silat, menembak dan ilmu-ilmu gaib. Ia juga seorang pejuang yang terlibat dalam perjuangan melawan Belanda di Sumatera Timur dan Tapanuli Selatan.

Ada beberapa keistimewaanya, anatar lain ketika belanda menangkapnya sebagai pemimpin perlawanan terhadap belanda di Medan. Ia di foto oleh polisi yang menangkapnya foto itu kemudian diserahkan kepada Sultan Deli. Sultan Deli dan permaisuri mengatakn hal itu tidak mungkin, karena pada saat pemotretan itu Syekh Haji Muhammad Husin Lubis sedang di jamu minum oleh Sultan Deli dan permaisuri. Peristiwa lain, ketika Belanda menyerang Benteng Huraba di Angkola Jae, pasukan Belanda melihat tuan syekh ini di sana. Belanda mengurungkan serangannya. Padahal pada sat yang sama ia sedang berada di Saba Dolok.

Ulama besar Syekh abdul Qadir Al-Mandily mempunyai tiga isteri yang beasal dari Hutasiantar. Isteri pertama melahirkan tiga orang anak laki-laki dan seorang anak perempuan, ialah: Syekh Ja’far Abdul kadir, Hj. Zainab, Syekh Muhammad Ya’gub Abdul kadir dan abdus Salam. Istri kedua melahirkan anak tunggal ialah Abdul Hamid. Isteri ke tiga melahirkan dua anak perempuan dan satu laki-laki ialah: Hj. Rahmah, Hj. Halimah dan Taisir.

Syekh ja’far Abdul kadir lahir di Mekkah pada tahun 1894 dan wafat di Panyabungan 1958. Syekh ini adalah seorang hafiz Al-Qur’an. Salah seorang anak didiknya ialah Gari terkenal almarhum Abdul Khualid Daulay.

Pada tahun 1935 Syekh Ja’far Abdul Kadir mendirikan Madrasah Mardiyatul Islamiyah di Panyabungan dan dikemudian hari sebagai pendiri Masjid Raya Al-Qurra’ Wal Huffazh di Mekkah 1923-1924. Belajar pada ayahnya di Masjidil Haram 1924 samapi 1926. Madrasah As Sholatiah di Mekkah 1927 sampai 1931 Madrasah Darul Ulum Al Diniyah di Mekkah 1932-1934. Hai’ah Kibaril ‘Ulama di Masjidil Haram 1934-1936.

Pada usia 25 tahun syekh Muhammad Ya’gub Abdul Kadir pergi ke India untuk belajar di Jami’ah Islamiyah Dabhel di Surrat, India, 1939-1940. Pada kesempatan itu ia juga mengajar di perguruan tersebut. Ketika perang duani ke II berkecamuk, ia ke Mandailing dan menetap di Hutasiantar. Ia menikah dengan Darwisyah Matondang dari Hutapungkut. Darwisyah Matondang adalh lulusan perguruan Islam Rahma El Yunusiyah di Padang Panjang. Mereka dikaruniai sepuluh orang anak delapan laki-laki dan dua perempuan, ialah: Ya’Muri, Yaisy, Yasykuri, Yazid, Yani’ah, Yazdad, Ya’la, Ya’ruf, Yatiah dan Yasyfi.

Ulama ini adalah seorang Hafiz Al-qur’an ahli haditd dan sirah Nabi. Ia adalah orang kedua setelah Syekh Ali Hasan Ahmad Addary yang terkenal sebagai ulama ahli hadits di Tapanuli Selatan.

Syekh Muhammad Yakub Abdul Kadir juga aktif dalam perjuangan menegakkan kemerdekaan dengan menjadi anggota  dewan pertahanan Kabupaten Batanggadis 1945-1950. Ia juga berkecimpung dalam politik melalui pencalonannya sebagai anggota konstituante dengan tanda gambar Ka’bah pada pemilu 1955.

Prestasinya di bidang dakwah di tandai dengan sejumlah surat-surat penghargaan dan paiagam, antara lain:

  1. Al’-Allamah As-Syaid Idrus Albar, Ketua Mahkamah Syariah Hadramaut.
  2. Al’-Allamah Ali Al-Maliki, Wakil Menteri Pengetahuan zaman Syarif Husain di Mekkah.
  3. Al’-Allamah Al-Maulawy Abdurrahman Asy-Syahrowardy, Presiden Direktur Jami’ah Islamiyah Dabhel, Surrat, India.
  4. Al’- Allamah Asy-Syekh Umar Hamdan, Muhaddits Besar Madinatul Munawarah.
  5. Shahibul Fadhilah Muhamad Hafiz Abdul latif, Maha guru Darul Ulum Al-Ulya di Mekkah.
  6. Shahibul Fadilah Muhammad Hasan Al-Masysyath, ketua Mahkamah tinggi di Mekkah.
  7. Kiyai Muhammad Baqir, Guru besar seluruh Tanah jawa yang ada di Mekkah.
  8. Kiyai Ahjad, Ulama Besar dari Jawa Barat yang berada di Mekkah.

Ulama ini menulis dua buku Ratib Haddad dan limpahan Ilahi. (bersambung / dikutip dari buku Madina Madani)

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.