Sulit buat Usaha karena Belum Bersertifikat
JAKARTA – Keamanan hukum tanah-tanah yang ditempati transmigran terancam. Sebab, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) mencatat, sekitar 360 ribu bidang tanah transmigran belum bersertifikat alias bodong.
Direktur Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2K-Trans) Kemenakertrans Jamaluddien Malik mengatakan, pihaknya terus mempercepat pembuatan sertifikat tanah hak milik bagi para transmigran. Caranya, Kemenakertrans terus berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Kehutanan (Kemenhut), dan DPR. “Seluruh tanah yang belum bersertifikat itu statusnya tidak jelas,” katanya di Jakarta, Kamis (14/11).
Menurutnya, Menakertrans Muhaimin Iskandar sudah menginstruksikan supaya mempercepat sertifikasi tanah para transmigran tersebut. Jamaluddien menambahkan, seorang kepala keluarga transmigran umumnya mendapatkan tiga bidang tanah minimal seluas 2 hektare. Tiga bidang tanah itu terdiri atas lahan pekarangan rumah dan dua lahan usaha. Berdasar data jumlah status bidang tanah yang belum bersertifikat itu, Jamaluddien mengatakan, seluruhnya dimiliki sekitar 130 KK transmigran.
Menurut dia, persoalan sertifikasi tanah itu sangat serius. Sebab, rata-rata para transmigran sudah menempati tanah tersebut selama 10 sampai 15 tahun. Kendala yang sering dihadapi pada proses sertifikasi tanah itu adalah banyak bidang tanah yang masih masuk kawasan hutan lindung. “Kemenakertrans meminta putusan agar lokasi-lokasi bidang tanah itu dikeluarkan dari kawasan hutan. Supaya bisa dibuatkan sertifikat,” paparnya.
Rencananya pengurusan sertifikat tanah para transmigran itu dibahas dalam rapat kabinet lintas kementerian pada Maret-April 2014. Menurut Jamaluddien, pemberian sertifikat itu otomatis menjamin kepastian hukum kepemilikan aset tanah secara sah dan diakui negara. Dengan kepastian hukum itu, para transmigran diharapkan bisa bekerja dengan lebih tenang dan aman di lahan-lahan mereka.
Perasaan tenang dan nyaman dalam mengolah lahan tersebut, bagi Jamaluddien, bisa memengaruhi produktivitas pengolahan lahan. Umumnya lahan para transmigran dipakai sebagai area pertanian dan perkebunan. “Produktivitas naik, otomatis mendongrak perekonomian mereka,” kata dia.
Sebelum sertifikat hak milik atas tanah transmigrasi dikeluarkan, Jamaluddien mengatakan, sudah dilakukan verifikasi secara cermat. Upaya itu dilakukan untuk mencegah terjadinya sengketa. Upaya verifikasi, antara lain, lahan transmigrasi harus clear dan clean (2C). Juga, harus 4L (layak huni, layak berkembang, layak usaha, dan layak lingkungan).
Rekapitulasi saat ini, selama 63 tahun perjalanan transmigrasi, 2,2 juta keluarga sudah ditempatkan di berbagai wilayah Indonesia. Sementara itu, 1.183 unit di antara 3.053 unit permukinan transmigrasi yang dibangun berkembang menjadi desa definitif.
Di sisi lain, 382 unit permukiman transmigrasi berkembang menjadi ibu kota kecamatan, 103 unit permukinan menjadi ibu kota kabupaten/kota, dan 1 unit permukiman transmigrasi menjadi ibu kota provinsi, yaitu Kota Mamuju (Sulawesi Barat). (jpnn)