Politik Madina, Seputar Madina

Alat Kelengkapan DPRD Madina Cacat Hukum

Fakhrizal Efendi 171012PANYABUNGAN (Mandailing Online) – Rangkaian pembahasan rancangan peraturan daerah di DPRD harus mengikuti aturan berdasar perundang-undangan dan peraturan yang ditetapkan, tidak boleh melanggarnya agar produk yang dihasilkan lembaga legislatif tidak cacat hukum.

Semangat dan prinsip inilah yang dipertahankan sejumlah anggota DPRD Mandailing Natal (Madina) yang dikenal sebagai Kelompok 19 terdiri dari Fraksi Hanura, Fraksi Keadilan Sejahtera, Fraksi Madina Bersatu dan di tambah lagi tiga orang anggota DPRD dari PAN atau disebut Kelompok 19.

Kelompok 19 ini tidak mengikuti pembahasan maupun rapat paripurna DPRD karena ada pelanggaran hukum dan pengangkangan peraturan perundang-undangan di dalamnya.

Cacat hukum tersebut tak lain adalah alat kelengkapan DPRD Madina yang dibentuk pada 13 September 2012. Dan bulan September adalah posisi akhir tahun. Pergantian alat kelengkapan pada akhir tahun anggaran tidak dibenarkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 Pasal 52 ayat 6 disebutkan: penempatan anggota DPRD dalam komisi-komisi dan perpindahan ke komisi didasarkan atas usul fraksinya dan dapat dapat dilakukan setiap tahun anggaran; ayat 7 keanggotaan dalam komisi diputuskan dalam rapat paripurna DPRD atas usul fraksi pada awal tahun anggaran.

Oleh karenanya, alat kelengkapan versi 13 September 2012 adalah alat kelengkapan yang cacat hukum. Jika alat kelengkapan ini cacat hukum, maka produk yang dihasilkannya juga akan cacat hukum.

Pembentukan alat kelengkapan versi 13 September ini hanya dilakukan empat fraksi dari tujuh fraksi yang ada di DPRD Madina, yakni Fraksi Golkar Plus, Fraksi Demokrat, Fraksi PKB, Fraksi Perjuangan Reformasi.

Sementara alat kelengkapan yang dibentuk pada awal tahun anggaran yakni tanggal 27 januari 2012 masih ada dan tetap dipertahankan oleh tiga fraksi yaitu Fraksi Hanura, Fraksi Keadilan Sejahtera, Fraksi Madina Bersatu dan di tambah lagi tiga orang anggota DPRD dari PAN atau disebut Kelompok 19.

Dengan demikian ada dualisme alat kelengkapan di DPRD Madina. Empat fraksi tetap mempertahankan alat kelengkapan versi 13 September meski harus menabrak Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib DPRD dan Tata Tertib DPRD Madina sendiri.

“Mereka terus bersikeras (mempertahankan alat kelengkapan versi 13 September), sama artinya memaksakan kehendak, dan itu masuk kategori melakukan perbuatan melawan hukum,” kata Wakil Ketua DPRD Madina, Fakhrizal Efendi Nasution, SH, Rabu (17/10).

Didasarkan atas dalil-dalil hukum tersebut di atas, Kelompok 19 menyimpulkan bahwa seluruh rangkaian pembahasan yang dilaksanakan di DPRD Madina adalah cacat hukum sepanjang pembahasan tidak dilakukan dengan alat kelengkapan yang syah sesuai dengan Tata Tertib DPRD Madina, dan bukan hanya pada persoalan korum atau tidak korum.

Keputusan yang ditetapkan oleh alat kelengkapan yang cacat hukum memiliki konsekwensi hukum berupa produk yang cacat hukum dalam tataran perundang-undangan dan mekanisme penganggaran belanja daerah.

“Ini berimplikasi pada penyalahgunaan APBD Mandailing Natal jika tetap dipaksakan. Artinya, produk itu dilahirkan orang yang tidak berwenang. Cacat hukum. Sangat bodoh jika kita berusaha memecahkan masalah dengan menggunakan cara yang salah,” tegas Fakhrizal.

“Yang menjadi pertanyaan, kenapa bupati melakukan politik pembiaran. Jika bupati tahu itu cacat hukum, kenapa beliau mengikuti rangkaian agenda DPRD,” imbuhnya.

Seputar munculnya pendapat dari sejumlah tokoh masyarakat bahwa Kelompok 19 seharusnya tetap menghadiri paripurna DPRD untuk selanjutnya walk out karena alat kelengkapan yang tidak sah. Oleh Fakhrizal masyarakat boleh-boleh saja berpendapat demikian. Namun, Kelompok 19 tidak mungkin terjebak dalam pelanggaran hukum.

“saya hargai pendapat itu, namun kita tahu itu pelanggaran hukum, maka kita tak mau terjebak dalam keikutsertaan melanggar hukum. Kita menyadari dan memahami semangat masyarakat yang berharap kesinambungan pembangunan. Namun di sisi lain, masyarakat juga berharap dan mendesak kita untuk bersikap kritis terhadap setiap pelanggaran yang melawan hukum,” ujar Fakhrizal.

Fakhrizal menghimbau agar alat kelengkapan DPRD kembali pada alat kelengkapan bentukan 27 Januari 2012 agar seluruh keputusan yang dilahirkan sah dan tidak cacat hukum.

“Kelompok 19 tak memiliki kepentingan, kecuali kepentingan pada upaya mempertahankan Tata Tertib DPRD Madina sebagai terusan Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2010. Itu harga mati yang harus ditegakkan dalam bingkai negara hukum, rechtsstaat,” tegas Fakhrizal. (dab)

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.