Artikel

ARONDUK – Kearifan Lokal Dengan Banyak Nilai

Oleh: Safar Harian Soleh
Anggota Forum Komunikasi Pendidik Mandailing Natal

Mandailing kekinian, dikenal sebagai wilayah yang menyebar hampir di sepanjang Sungai (Batang) Gadis, sebagai bagian dari wilayah Tapanuli Bagian Selatan Provinsi Sumatera Utara. Orang yang mendiami daerah ini dikenal dengan sebutan bangsa Mandailing, yang sangat kental dengan keislamannya. Suku ini memiliki ikatan darah, nasab, bahasa, aksara, sistem sosial, kesenian, adat dan kebiasaan khas tersendiri dari suku di sekitarnya.

Peradabannya yang cukup baik, memberi keberanian bangsa ini sejak dulu berkompetensi di jagad raya, terlihat dari persebarannya sampai ke Malasyia. Dengan tetap menjaga kekhasan kemandailingnnya, bangsa ini banyak dijumpai di Selangor, Perak dan Negeri Sembilan.

Secara antropologi, Mandailing memiliki kelengkapan untuk dapat disebut sebagai sebuah bangsa, karena memiliki bahasa, aksara, wilayah, pemerintahan dan masyarakat. Peradabannya di masa lalu secara simbolis terlihat pada Bindu Bagas Godang. Bindu adalah bagian penutup dari kedua sisi ujung atap (sering juga disebut Tutup Ari) dari Bagas Godang yang biasanya menunjukkan keberadaan peradaban yang sudah dimilikinya.

Sebagai bangsa dengan berbagai peradaban yang baik secara fisik maupun nonfisik, kearifannnya digunakan sebagai laku hidup, terutama perhatiannya terhadap lingkungan sebagai sumber kehidupan utama bagi bangsa ini. Kecintaan pada lingkungan ini karena kesadarannya atas kebutuhan hidup dan masa depan sangat tergantung pada kondisi lingkungan sekitarnya, maka terlihat di masa lalu sangat kuat komitmennya terhadap ligkungan sebagai sumber hidup masa depan.

Namun sadar atau tidak, sekian banyak pula yang sudah terabaikan dan sebagian sudah hampir terabaikan. Yang sudah terabaikan ini tentu perlu kembali diidentifikasi untuk difungsikan dengan lebih kreatif dan inovatif karena diyakini akan baik manfaatnya dalam tata laku hidup.
Karya-karya nenek moyang yang secara fisik maupun non-fisik sudah diciptakan dan dimanfaatkan dalam tatalaku hidup sejak dahulu. Hasil karya mereka ini sudah dapat digolongkan sangat baik dan juga terukur.

Jelas, bahwa kebudayaan ini telah dapat dihandalkan sejak dulu.
Sebut saja aronduk yang akan menjadi bahasan dalam tulisan ini. Aronduk merupakan alat tradisional bangsa Mandailing. Kegunaan aronduk ini seperti tas pada saat sekarang. Akan tampak disandang ibu-ibu yang pergi, yang selalu membawanya sebagai tempat barang-barangnya. Bentuknya seperti tas yang dijinjing. Terbuat dari daun pandan yang dianyam.
Ukurannya sebesar kantongan plastik yang sekarang digunakan ibu-ibu untuk belanja di pasar. Dan dibuat pakai pengikat sebagai sandangannya ke bahu.

Sandangannya juga terbuat dari daun pandan yang dibelah kecil-kecil yang kemudian dianyam. Saat ini aronduk yang terbuat dari daun pandan sudah jarang terlihat, karena digantikan dengan jenis kain yang dijahit. Walaupun berbeda bahan, namun bentuk dan manfaatnya masih sesuai eksistensi dari fungsi aronduk tersebut.

Perkembangan aronduk sebagai tempat bawaan, awalnya adalah dari andilo, dengan fungsi dan ukuran yang hampir sama, terbuat dari kulit kayu. Kemudian berubah menjadi adangan (kadangan). Adangan ini fungsi dan ukuran sama dengan andilo, hanya terbuat dari anyaman rotan sehingga elasitasnya berbeda dengan andilo dan adangan yang bahan bakunya lebih lembut. Ada juga jangkat berupa keranjang rotan dengan ukuran sepanjang bahu manusia, yang penggunaanya seperti tas rangsel yang kegunaannya untuk beban berat.
Kemudian muncul aronduk, dengan fungsi yang sama, hanya saja lebih banyak digunakan oleh kaum wanita. Bakhan, aronduk banyak pula digunakan hanya untuk keperluan ke ladang dan sawah, tapi lebih dari itu. aronduk banyak terlihat digunakan untuk ke pasar, ke pesta atau tempat lain di luar penggunaan usaha pada masa lalu.

Cara membuat aronduk adalah dengan mengambil daun pandan yang sudah menghijau gelap sebagai pertanda sudah cukup baik untuk digunakan. Dipotong dari pangkal daunnya sesuai kebutuhan agar diperoleh helai daun yang cukup panjang. Berikutnya dijemur selama dua tiga hari. Lalu dibelah-belah dengan ukuran yang sama sesuai ukuran kebutuhan lebar.
Biasanya ukurannya sekitar 0,5 sampai 0,75 cm. Kemudian dedaunan tersebut dihaluskan dengan menggunakan bambu bersembilu, dengan menggosoknya sampai permukaannya menjadi rata dan halus. Bahan baku siap pakai inilah kemudian yang dianyam membentuk tas yang ada sandangannya.

Secara fungsional aronduk memiliki nilai-nilai yang menarik dan bermanfaat di masa kini seperti:
ramah lingkungan, sehingga merupakan bagian yang dapat mengurangi kebiasaan masyarakat dari penggunaan plastik sebagai tas seharai-hari (tas kresek, tas assoy, tas plastik) yang saat ini telah menjadi trend buruk lingkungan yang kurang disadari masyarakat. Hal ini terutama di negara-negara berkembang seperti nusantara ini. Hampir seluruh kehidupan kita cenderung menggunakan tas plastik untuk keperluan harian terutama saat belanja. Sedang di negara maju sudah membatasi segala sesuatu yang berbau plastik dengan standar ecolabling.

Tidak heran di lingkungan kita kontribusi plastik terhadap pencemaran lingkungan sangat akut dan berdampak sangat lama. Di sinilah penggunaan aronduk bagi orang Mandailing yang layak disebut sebagai bangsa, karena peradabannya, harus menjadi trend lingkungan hidup kembali. Ibu-ibu yang pergi belanja ke pasar tidak lagi pulang membawa sampah plastik setiap hari. Jika dihitung selama sebulan saja sudah berapa banyak plastik di rumah masing-masing. Tentu ini menjadi masalah yang akan terus menggunung dan tidak ada penyelesaian.

Aronduk merupakan satu alternatif yang menarik dan unik. Implementasinya dimulai dari pembatasan penggunaan plastik pada saat berbelanja. Sebagai gantinya setiap orang yang hendak berbelanja menggunaka aronduk masing masing.

Nilai ekonomi: Aronduk merupakan produk bangsa Mandailing yang keterampilan tersebut masih dimiliki oleh masyarakat di pedesaan. Artinya tidak membutuhkan pelatihan, aronduk  bisa diproduksi dengan baik. Pihak pemerintah tinggal meluncurkan kebijakan agar setiap orang, baik sebagai pembeli maupun penjual harus mentaati maksimalisasi penggunaan aronduk sebagau the good trend di Mandailing Natal.

Untuk menguatkan kebijakan tersebut maka pemerintah dapat menerbitkan peraturan yang disepakati dan disosialisasikan kepada masyarakat.

Selain sebagai upaya untuk mengurangi sampah plastik, aronduk ini juga akan menjadi peluang bisnis di bidang pertanian untuk budidaya daun pandan yang tumbuh subur dengan mudah di Mandailing. Demikian pula UMKM. Tentu ini akan menjadi solusi untuk mengurangi angka pengangguran. Juga akan melahirkan banyak kegiatan usaha mikro, kecil, menengah yang membantu menggerakkan roda perekonomian masyarakat.

Produk seni budaya;  produk aronduk selain mengangkat peluang ekonomi masyarakat, secara tidak langsung telah melestarikan produk budaya yang bila dikemas dengan baik produknya akan menjadai karya seni pula, dalam berbagai jenis dan ukuran serta berbagai keperluan dan manfaat. Tentu ini akan menjadi nilai yang berbeda dan akan menjadi sebuah souvenir yang layak dijual dengan nilai yang tinggi. Selanjutnya penting mengemasnya menjadi produk yang bernilai tinggi.

Perlu pula komitmen daerah untuk mengunggulkannya. Untuk memasarkan suatu produk saat ini sangat mudah dan murah karena sudah didukung dengan teknologi komunikasi dan publikasi elektonik, dengan membuat sendiri atau dengan menggunakan beberapa marketplace seperti Tokopedia, Shopee, Lazada dan beberapa marketplace lainnya.

Nama baik daerah; dengan komitmen dan inovasi yang tinggi dari pemerintah untuk menajemen dan pengembangan aronduk tentu akan  menonjolkan Mandailing sebagai daerah yang inovatif dengan menggunakan produk dan kearifan lokalnya yang kembali ke alam dalam tata laku hidup yang baik bagi daerah ini di masa modern ini.***

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.