Budaya

B A B I A T (Episode 6)

Karya: Halak Kotanopan

 

Jumat malam, saat gelapnya malam sedang siap siap bergulir menuju dua pertiga malam, Togar, seorang yang termasuk orang terkaya di desa itu baru pulang dari Medan dengan Toyota Alphardnya. Tidak cuma kaya, saat ini Togar cukup berpengaruh di daerah mereka. Posisinya sebagai anggota DPRD tingkat II telah menaikkan derajat sosialnya. Selain itu dengan insting bisnisnya yang tinggi, dia juga tengah menjadi  kontraktor yang sedang naik daun.

Memang bukan nama dia sendiri yang muncul sebagai kontraktor, tapi semua orang tau bahwa dia berada di belakang sepak terjang perusahaan tersebut. Dia tahu betul bagaimana memanfaatkan posisinya saat ini. Tidak heran banyak orang yang datang meminta pertolongannya. Mulai dari guru  yang meminta tolong agar segera diusulkan jadi kepala sekolah atau yang ingin menjadi kepala dinas, bisa diatur oleh si Togar.

Tentu pertolongan tersebut tidak gratis. Itu baru skala kecil, yang dapat diamati langsung oleh tetangga sekitarnya. Dari kursi jabatannya dia juga bisa mengatur beberapa proyek besar di daerah mereka, mulai dari penerbitan izin pembukaan lahan sampai dengan beroperasainya pertambangan di daerah itu.

Maraknya penambangan emas di daerahnya saat ini juga ikut menambah pundi pundi emasnya. Walaupun banyak ditentang masyarakat, perusahaan tambang emas besar tetap dapat beroperasi baik yang legal maupun tidak legal, tentu setelah mendapat restu dari Togar dan teman teman. Walaupun sedikti agak berbau korupsi, tetapi dia tidak pernah khawatir. Dengan kelihaian dan dibantu kolega koleganya dia selalu bisa berkelit dan menemukan jalan tengah yang menyenangkan pihak pihak terkait.

Seperti malam ini, dia baru saja pulang dari Medan, ketemu dengan beberapa pengacara yang cukup terkenal. Mereka baru saja melakukan pertemuan untuk mengatur pembelaan terhadap salah satu koleganya yang sedang di hadapkan ke pengadilan karena pembukaan lahan yang dianggap menyerobot tanah adat dan hutan lindung.

Kasus yang awalnya cukup menarik perhatian itu sekarang mulai tenggelam. Ini tidak lepas dari peran mereka. Walaupun bukan dia yang diincar, tetapi dia tetap berusaha membantu koleganya tersebut. Bagaimana pun dia tidak mau nanti kalau ikut terseret seret. Dia takut kalau sampai koleganya membuka mulut bahwa setiap 10 hektar perkebunan kebun kelapa sawit yang telah dibuka, hasil dari satu hektarnya merupakan haknya dia.

Karena sudah larut, pembantu rumahnya Togar sudah pada terlelap sehingga sang sopir terpaksa turun untuk membukakan pintu pagar rumahnya. Setelah memasukkan mobil ke garasi yang luas, sang sopir pamit pulang dengan menggunakan motor yang merupakan hadiah dari sang majikan.

Togar langsung menuju ruang keluarga, mencari cemilan dan menyalakan TV, mencari siaran sepak pola pada jaringan kabel langganannya. Dia sengaja tidak membangunkan istrinya. Mungkin istrnya juga butuh istirahat yang cukup. Bisa jadi besok istrinya sudah punya janji dengan ibu ibu dharmawati lainnya.

Baru saja dia merebahkan diri pada sofa empuk di depan TV,  tiba tiba dia seperti mendengar suara yang agak ganjil. Tidak begitu jelas memang. Togar pun mencoba mencari arah suara tersebut sambil  mengecilkan volume TVnya.

“Huuiiikkkk…”, sekarang dia bisa mendengar jelas bahwa suara itu datang dari arah belakang.

Dengan penasaran, dia bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah belakang, menyalakan lampu ruang makan. Dia mendengar suara berisik dari kamar belakang.

“Nur…, kaunya itu?”, sapanya menanyakan pembantunya.

“Bukan ayah, ini saya Rosma”, terdengar jawaban dari kamar putrinya.

“Oh…, kapan kau datang?”, tanya Togar.

Rosma adalah putri satu satunya. Putrinya tersebut sedang kuliah di Medan, tahun ke tiga. Togar sangat bangga kepada putrinya tersebut. Dia berharap putrinya dapat segera menyelesaikan S1-nya, sehingga dia bisa sekolahkan lagi ke Jakarta untuk mengambil S2.

Di Medan anaknya tinggal di rumah yang sengaja dia belikan saat putrinya tersebut mulai kuliah. Dari sisi materi, boleh dibilang Togar sangat memanjakan putrinya tersebut. Apa saja permintaan putrinya hampir tidak ada yang tidak dia penuhi.

“Tadi sore ayah”, jawab putrinya masih dari dalam kamar.

“Kok pulang tidak bilang bilang, kan bisa pulang sama sama dengan ayah”, tanya Togar lagi.

Tidak ada jawaban dari dalam kamar, Togar mencoba mendekati kamar putrinya tersebut.

“Wuuaak…”’ dia mendengar suara seperti orang muntah.

“Sehatnya kau?, tanya Togar agak keras, sambil mengetuk pintu kamar putrinya.

“I… i.. iya ayah… , cuma pusing. Mungkin masuk angin tadi di jalan. Tapi sudah makan obat kok”, jawab putrinya buru buru.

“Oh…, istirahatlah kalau begitu”, jawab Togar. Berarti dia tadi itu mendengar suara putrinya yang sedang muntah karena masuk angin.

Karena anaknya tidak membukakan pintu kamarnya, Togar kembali menuju ke ruang keluarga, mungkin anaknya kecapaian saja pikirnya.

Sampai di ruang tengah, Togar kembali merebahkan diri di sofa sambil mengambil remote TV. Sebelum dia sempat menaikkan volume TV nya, tiba tiba dia kembali mendengar suara tersebut.

“Huuiiiikkkkk…!”

Kali ini suara tersebut datang dari arah depan rumah mereka. Dia mencoba mendengar lebih seksama. Iya betul, dia bisa mendengar seperti ada suara langkah bolak balik di depan rumah mereka.

“Gggrrrmmmmm”,

Sekarang dia dapat mengenali jelas suara itu. Itu seperti suara geraman seekor harimau atau babiat.

Dia dapat menyimpulkan demikian karena dia juga sudah mendengar cerita cerita warga di warung warung kopi akan kemunculan seekor harimau di kampung mereka. Bahkan dia sempat diminta tolong masyarakan agar dia meminta Koramil untuk memburu binatang tersebut. Cuma karena kesibukannya dia belum sempat menghubungi aparat tersebut.

Dia juga tahu adanya beberapa opini di masyarakat yang menyatakan bahwa kemunculan harimau tersebut ke pemukiman adalah karena sudah rusaknya hutan tempat tinggal sang Raja, setelah dibabat untuk illegal loging dan perkebunan kelapa sawit, dan sekarang bahkan diganggu oleh kegiatan pertambangan.

“Jangan jangan, na Gogo i mau balas dendam pada kita yang telah merusak tempat tinggalnya”, demikian omongan yang sempat dia dengar. Dia tahu omongan seperti itu sengaja menyindirnya. Tapi sengaja dia tidak mau menanggapai omongan seperti ini, tidak ada gunanya untuk dia. Bisa bisa malah menjatuhkan posisinya di mata orang orang.

Tapi sekarang harimau tersebut ada di depan rumahnya. Apa benar sang harimau itu mau balas dendam? Bagaimana mungkin harimau ini tahu kalau dia berperan dalam pembabatan hutan. Bagaimana mungkin harimau ini bisa menemukan rumah orang yang telah memberi restu pertambangan yang telah menjadikan tempat tinggal harimau ini tidak lagi pernah tenang. Tapi Togar tidak gampang takut. Dia sudah terbiasa menghadapi persolan yang lebih besar. Mulai dari tuduhan tuduhan dan penyelidikan atas sepak terjangnya selama ini sampai berhadapan dengan pengadilan pun dia sudah terbiasa. Apalagi hanya dengan seeokor harimau atau babiat.

Walau agak kaget dengan kejadian ini, tapi dia tidak takut. Dia merasa aman karena berada di dalam rumahnya yang kokoh. Rumah yang terbuat dari bata.  Bagian luar masih dilapis eksterior dari kayu pilihan. Kayu kayu pilihan yang dia dapat secara gratis dari kolege koleganya pengusaha kayu.

“Srreeetttt…..”, tiba tiba dia mendengar dinding rumah samping mereka seperti dicakar, cakaran pada dinding ruang keluarga tempat Togar sekarang ini.

Kali ini Togar sangat kaget, cakaran tersebut seperti hendak mencakar tubuhnya. Ya, suara cakaran tersebut sangat jelas dan pasti menimbulkan bekas yang dalam pada dinding kayu yang melapisi bagian luar rumahnya. Hati Togar langsung menciut. Rupanya babiat ini tidak main main. Babiat benar benar hendak mengincar dirinya.

“Aaauuummm”, kali ini Togar mendengar sang harimau mengaum.

Aumanya tidak keras, hanya auman kecil. Tapi auman tersebut seperti bergema di rongga dada Togar.

Auman lirih tersebut menghentikan sejenak detak jantungnya. Tak terasa keringat dingin mulai mengujur di seluruh tubuhnya. Kali ini ketakutan yang amat sangat mulai menguasai dirinya. Dia seperti bisa merasakan kemarahan sang harimau yang terganggu karena hutannya telah dirusak oleh kepentingan segelintir orang, orang orang yang berada pada lingkarannya.

Togar juga merasa kemarahan sang harimau ini juga seolah mewakili kemarahan orang orang yang selama ini telah dia abaikan, orang orang  yang seharusnya dia perjuangkan tapi justru dia manfaatkan untuk menambah kekayaan pribadinya.

Togar sesaat merasa seperti akan mendapat hukuman atas perbuatannya. Dia merasa seperti tidak bisa lari dari tanggungjawabnya kali ini. Kedatangan sang harimau ke rumahnya seolah telah menimpakan dakwaan berlapis kepadanya atas perbuatannya selama ini. Cakaran harimau pada dinding rumahnya serasa telah menjatuhkan vonis bersalah kepadanya. Auman sang harimau telah meruntuhkan kedigdayaannya.

Dengan pucat pasi Togar mematikan TV dan perlahan memasuki kamar tidurnya. Bersembunyi di balik selimut dan berlindung di belakang istrinya yang masih terlelap. (bersambung)

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.