SIPIROK-Ketua Umum (Ketum) Ikatan Keluarga Alumni Pelajar Sipirok Sekitarnya (IKAPSI) Sumatera Utara (Sumut), Ir Muhammad Yamin MM, menegaskan, bahasa daerah perlu diterapkan dan masuk kurikulum sekolah.
“Mata pelajaran aksara, bahasa, dan adat budaya daerah yang ada di Tapanuli Selatan (Tapsel) perlu dimasukkan dalam kurikulum setiap sekolah. Tujuannya, untuk menjaga kelestarian budaya, memberikan pengetahuan dan pemahaman terhadap generasi muda tentang pentingnya menjaga budaya sebagai kekayaan bangsa,” ujar Yamin kepada METRO, belum lama ini.
Menurut Yamin, pengetahuan dan pemahaman terhadap aksara, bahasa, dan adat istiadat daerah di kalangan pelajar sudah berkurang ditelan perkembangan zaman. Pasalnya, saat ini generasi muda cenderung mempelajari budaya dan bahasa asing.
Sementara itu Ketua Naposo Nauli Bulung Napa-Napa ni Sibualbulai (NBPS) Sipirok, Faisal Reza Pardede, kepada METRO, Minggu (14/11), mengatakan, saat ini generasi muda sudah mengedepankan kemampuan berbahasa asing dalam menghadapi dunia kerja yang kompetitif.
Kondisi tersebut sangat wajar, namun tidak boleh melupakan jati diri bangsa yang terdiri dari berbagai etnik dan suku. Sebab, hal itu merupakan kekayaan khasanah budaya bangsa termasuk kemampuan menguasai dan menggunakan aksara, bahasa, dan adat istiadat yang dimilki daerah.
‘’Etnografi Angkola Sipirok harus dapat kita lestarikan sedemikian rupa, seperti mengupayakan budaya daerah menjadi budaya nasional, sehingga anak-anak bangsa bisa memahami kebudayaannya dengan baik dan benar termasuk bahasa daerah tadi karena hal itu merupakan kekayaan bangsa,” katanya.
Faisal menambahkan, saat ini generasi muda cenderung mengedepankan pengetahuan modern dalam menyongsong persaingan global sehingga pengetahuan dan pemahaman kekayaan daerah terkesan dikesampingkan. Dan akhirnya kehidupan sehari-hari semakin banyak generasi yang tidak tahu bertutur sapa sesuai dengan yang diatur adat budaya Angkola Sipirok.
“Banyak generasi sekarang yang tidak bisa bertutur sapa dengan baik seperti tulang, nattulang, namboru, amangboru dan lainnya. Kondisi ini menjadi tanggung jawab kita bersama, misalnya dalam penggunaan tutur secara sederhana jika dibiasakan dalam lingkungan keluarga tentu akan terbiasa dalam kehidupan bermasyarakat. Tanggung jawab ini bisa dibiasakan orangtua kepada sesuai dengan tutur sapa dalam kebudayaan kita,” ungkapnya. (ran)
Sumber: Metro Tabagsel