Oleh : Elsa Novia Wita Siregar, S.Si
Pemerintah masih terus berfikir untuk menangani masalah pandemi yang sedang melanda dunia, khususnya yang terjadi Indonesia.
Berbagai pihak menilai Indonesia sangat terlambat merespon kasus ini, sehingga penyebaran virus menjadi tak terkendali. Sudah ada ratusan jiwa yang menjadi korban keganasan virus Corona yang tersebar hampir diseluruh wilayah Indonesia. Sehingga ini menjadi PR besar pemerintah untuk mengambil langkah bijak dan terukur guna menekan angka pertambahan korban.
Sampai saat ini pemerintah masih bertahan pada himbauan pembatasan sosial, dengan harapan meningkatkan keseriusan masyarakat menjaga jarak dan membatasi interaksi sosial selama beberapa hari kedepan.
Himbauan ini ternyata telah menstimulasi Menkumham Yasonna Laoly untuk membuat kebijakan nyeleneh. Ia mengusulkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Hal ini untuk mencegah penyebaran virus corona(Covid-19) di Lembaga Pemasyarakatan. Tujuannya belagak mulia dan visioner, yaitu ingin menerapkan himbauan pemerintah untuk melakukan pembatasan sosial, dalam hal ini menjaga jarak kontak fisik satu sama lain.
Sungguh ide ini lebih busuk dari bau sampah. Ditengah kepanikan negeri menghadapi wabah bisa-bisanya mengambil kesempatan menyelematkan para penjahat kelas kakap si penjilat uang rakyat. Sangat memalukan sekaligus menunjukkan ketidakadilan sang menteri terhadap hukum negeri ini.
Wacana ini sudah pasti mengundang reaksi bernada kecaman dari masyarakat. Sebab alasan yang disampaikan sulit diterima nalar. Beliau mengatakan penjara terlalu padat buat para napi, sehingga sulit bagi mereka untuk menjaga jarak yang ini sangat rentan untuk penyebaran virus.
Pertanyaannya, apakah Covid 19 sudah sampai ke penjara sehingga dikwatirkan saling menularkan satu dengan yang lainnya? Bukankah justru penjara menjadi tempat paling aman buat mereka mengisolasi diri? Bagaimana penjelasan logisnya Covid 19 bisa menyebar ke penjara? Apakah para napi ada jadwal keluar penjara sehingga sudah ada yang terkena virus Covid 19? Pertanyaan-pertanyaan itu belum mampu dipecahkan oleh akal sehat yang masih menjaga kewarasan. Usulan ini justru mempertlihatkan kecondogan beliau kepada para pencuri berdasi yang tidak punya harga diri itu.
Kebijakan ini harus ditolak karena tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Kalaupun mau memaksakan dengan alasan terdesak karena ada wabah, alasan ini juga tertolak sebab sampai sekarang tidak ada informasi kalau dipenjara sudah terjangkit wabah virus Covid 19.
Membebaskan para napi ditengah kondisi pandemi begini sama saja dengan menambah persoalan baru. Lagian ini juga terlalu enak buat mereka yang terlalu egois dan tidak amanah terhadap negara. Bahkan sebenarnya pejara saja terlalu ringan sebagai hukuman bagi orang-orang tak tahu diri seperti koruptor. Mereka bukan penjahat biasa, mereka juga bukan tindak kriminal yang ecek-ecek. Otak mereka kotor persis perbuatannya, sehingga tak layak dikasihani meski usia mereka telah menua.
Untuk pemerintah khususnya bapak menteri Hukum dan HAM yang terhormat, tolong untuk tidak sembarangan membuat kebijakan yang ngawur dan asal-asalan. Berhentilah bersikap tidak wibawa dengan mengeluarkan lelucon yang menjijikkan seperti ini. Fokus kita sekarang bukan menyelamat para koruptor yang rakus itu. Ada jutaan jiwa tak jelas nasibnya di luar sana yang butuh perhatian dalam menghadapi wabah ini.
Mereka menanti akal sehat dalam menuntaskan penyebaran virus Covid 19 dengan memberi mereka penghidupan yang layak. Lupakan mereka para pencuri tamak yang tidak tahu malu itu. Wallohu’alam.***
Elsa Novia Wita Siregar, S.Si tinggal di Padangsidimpuan