Artikel

Bulung Gadung Naiduda Goreng dari Mandailing Malaysia (bagian 2 – selesai)

bulung gadung naiduda goreng dan rempahnya

Oleh : Dahlan Batubara

 

Bicara cita rasa dan aroma, bulung gadung naiduda goreng ini ternyata sangat berbeda dengan bulung gadung naiduda gulai. Ada semacam rasa orisinil dari kaldu daun ubi di dalam bulung gadung naiduda goreng tersebut.

Saya bukan ahli kuliner, tetapi saya bisa merasakan zat-zat ekstraktif yang terdapat di dalam bulung gadung naiduda goreng ini sangat orisinil, sebuah rasa asli dari cairan murni suatu sayuran. Rasa orisinil begitu kentara dan menyengat ketika bulung gadung naiduda goreng itu menyentuh lidah saya.

Ketika menyentuh lidah, saya dapat membayangkan berbagai ekstrak : daun ubi, rimbang, talas, cabai, bawang merah dan bawang putih berkolaborasi menghasilkan rasa orisinil, satu paduan rasa yang tak dikontaminasi oleh kaldu lemak kelapa.

Berdasar itu, bisa dihipotesa bahwa keorisinilan rasa dari kolaborasi ekstrak ini dimungkinkan akibat tidak adanya pengaruh lemak santan kelapa di masakan bulung gadung naiduda goreng ini. Sebab, rasa itu tak diperoleh dari kaldu bulung gadung naiduda gulai.

Kondisi rasa itu bisa jadi terjadi akibat pola memasaknya yang hanya memakai sedikit minyak goreng (berdasarkan penjelasan saudara Ramli, minyak gorengnya hanya sedikit saja yang berfungsi untuk sekedar mematangkan saja), sehingga perubahan-perubahan pada sel-sel ekstrak daun ubi dan ekstrak rempah-rempahnya tak terlalu besar.

Memang, dari wujud fisik serta rasa, masakan bulung gadung naiduda goreng ini terlihat seperti setengah matang jika diamati dari perubahan warna daun ubinya. Begitu juga dengan rasa : terasa antara kondisi matang dengan kondisi kurang matang. Tapi, itulah mungkin ciri khas bulung gadung naiduda goreng ini.

Berbeda dengan cara menggulai pakai santan kelapa. Sebab, proses menggulai biasanya selalu matang sangat dan ada tahap “gur-gur” atau mendidih pada kuahnya. Kondisi kuah mendidih itu biasanya akan berdampak pada berubahnya molekul-molekul ekstrak daun ubi dan rempah-rempah yang mencampurinya. Perubahan itu menyebabkan rasa orisinil sayuran itu akan berubah. Perubahan itu makin nyata ketika lemak santan juga telah ikut mempengaruhi segmen rasa daun ubi dan rempah-rempahnya.

Itulah yang saya rasakan dan saya amati pada bulung gadung naiduda goreng ini. Sebuah rasa yang dihasilkan oleh inovasi kuliner dari saudara samara Mandailing di Malaysia. Satu semangat dalam mempertahankan masakan khas suku bangsanya, bangsa Mandailing yang berujung pada lahirnya sebuah inovasi.

Masakan bulung gadung naiduda goreng ini memperlihatkan adanya satu fakta sprit kemandailingan nan kuat dari saudara-saudara kita yang harus bertempat tinggal jauh di luar Tanah Leluhur akibat migrasi tahun 1800-an, yang belum tentu sekuat kita yang berada di Tanah Leluhur ini. 

Juga memberikan gambaran bahwa dimana pun berada, dan meski terpisah oleh geopolitik antar negara, darah Mandailing itu ternyata tetap darah Mandailing. Bukan darah Indonesia – bukan darah Malaysia. Senantiasa darah Mandailing.*** (Dahlan Batubara adalah pemipin redaksi Mandailing Online)

  

   

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.