Budaya

Cerpen HUJAN DAN WANITA TUA

Hujan dan Wanita Tua

Karya : WAHYUNI LUBIS

 

Hujan dan kenangan kembali menemui ia yang sedang duduk bersandar di atas kursi roda. Wanita lansia yang tak bisa berbuat apa-apa bahkan untuk meracik segelas kopi pun ia hampir  tak kuasa. Ia adalah seorang wanita yang ditinggal mati oleh kekasihnya dan kini ia hidup sendiri di bawah naungan rumah kecil yang dibangun oleh kekasihnya dahulu. Katanya, rumah ini nanti akan menjadi tempat mereka menghabiskan hari tua.

Bila akhir pekan tiba, anak beserta menantunya akan datang untuk menjenguk dia. Tapi, seringkali kegiatan tersebut hanya terjadi dua kali dalam satu bulan dengan alasan sibuk akan pekerjaan yang tak bisa di tinggal. Sebagai anak tunggal, Rangga selalu menawarkan kepada ibunya untuk tinggal bersama dia agar dia bisa merawat dan menjaganya. Namun, tawaran tersebut ditolak mentah-mentah oleh wanita tua itu. Ia beralasan tak mau merepotkan sang anak dan tak mau jika rumah peninggalan suaminya harus ditempati oleh orang lain.

Setiap pagi wanita tua itu menghabiskan waktu dengan duduk di teras halaman belakang rumah dan ditemani dengan secangkir kopi yang ia buat dengan susah payah, sebab tenaga yang ia miliki sekarang tak lagi sekuat waktu ia masih berusia tiga puluh dua. Bersendagurau bersama kucing peliharaannya merupakan salah satu rutinitas yang ia lakukan setiap pagi. Bahkan sering kali ia berdialog dengan hewan peliharaannya tersebut, seakan kucing itu mengerti akan keadaan hati yang ia rasakan selama ini.

Rindu ingin bertemu, misalnya.

Hari-hari yang ia lewati dengan beberapa ingatan tentang kekasih membuat ia sulit untuk menerima kenyataan. Ia selalu terbayang akan kejadian lima tahun silam. Peristiwa tragis yang terjadi pada tahun 2012 lalu, mengakibatkan nyawa suaminya melayang karena kecelakaan hebat yang mereka alami dan  membuat kaki kanannya pun harus diamputasi. Sungguh ini di luar kuasa, sebab pada saat kejadian itu mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah yang baru dibangun suaminya, dan rumah itu adalah rumah yang ia huni saat ini.

Kala September tiba, hati pun mulai resah, sebab hujan akan melanda untuk beberapa bulan ke depan. Tak begitu sulit bagi wanita tua itu untuk menyembunyikan luka dari orang sekelilingnya, namun perihal hujan ia selalu kalah. Hujan selalu membawanya pada kenangan yang mustahil akan terulang. Hujan selalu mengingatkan ia akan kopi yang pernah ia teguk bersama sang kekasih kala itu. Hujan datang dan meninggalkan bekas, layaknya kopi yang tinggal ampas.

Perlahan-lahan ia menepis memori akan hujan yang membawa rindu, namun tetap saja ia kalah. Ia tak mampu menebas rindu yang berdiri kokoh didalam nalurinya.

Wanita tua itu selalu berdoa supaya tuhan lekas mengirim malaikat maut untuknya, agar ia bisa menyusul sang suami. Ia selalu penasaran kira-kira jawaban apa yang diberi suaminya saat malaikat Munkar dan Nakir mulai bertanya akan tugasnya sebagai pemimpin. Hhmmm….semoga saja tuhan mengabulkan permintaan wanita tua itu.

 

Selain kopi, tembang lawas juga kerap menemani hari-hari wanita tua itu. ”Aku Cinta Padamu” adalah judul  lagu yang dinyanyikan oleh Desi Ratnasari merupakan salah satu tembang lawas yang sangat ia senangi. Kira-kira lirik pertamanya begini :

“Di dalam hatiku, di dalam hatimu / kusimpan cintamu / kau simpan cintaku
untuk selamanya / kupegang tanganmu / kau pegang tanganku / kita satu langkah / kita satu tujuan / menuju bahagia…………..,”

Beberapa memori ia simpan dalam berkas tersembunyi yang ia kunci dalam ingatan abadi. Sungguh sangat menyayat hati bahkan sering kali ia harus menahan gigil untuk memeluk kenangan yang memilukan bathin.

***

Sore itu hujan datang lagi. Ia kembali duduk di teras halaman belakang rumahnya, namun kali ini ia duduk tidak ditemani dengan kapi. Sengaja, sebab ia ingin menikmati percikan air hujan yang mengingatkan ia akan cerita kekasih.

”Jika kau rindu, coba kau nikmati percikan hujan itu. Kau tahu, rasanya seperti sedang menggenggam jemari orang yang kita cinta. Bulu romamu pun seakan terbangun dari tidurnya, bahkan detakan jantung pun seolah-olah ikut merayakan rasa rindu  yang hadir,”  kata bualan yang seringkali dilontarkan oleh kekasih wanita tua itu kala rindu dan hujan datang bertamu.

Wanita tua itu pun menutup matanya, menarik nafas dan membuangnya kembali. Beberapa kali terapi itu ia lakukan. Sungguh ini membuat ia terjatuh jauh dalam ingatan terhadap cinta yang ia sebut sebagai cinta yang abadi. Sebab, hingga detik ini, setiap kali hujan bertamu seringkali ia merasa jika ia sedang menghabiskan waktu dengan sang pujaan hati, tersenyum, bercanda, saling menggenggam hingga akhirnya menangis.

Berjanji untuk menua bersama dalam rumah dan suasana alam yang menggoda. Namun hakikatnya manusia hanya bisa berencana, toh tuhan juga yang menentukan. Mungkin inilah yang disebut dengan takdir. Tak ada satu pun yang tahu, bahkan mereka yang punya mantra pun tak bisa menerka, ketentuan seperti apa nanti yang akan dijalani.

Tak ada yang bisa dilakukan wanita tua itu untuk bisa bercengkrama dengan kekasihnya selain dengan lantunan doa kepada Sang Kuasa, semoga nanti bila saatnya telah tiba mereka bisa bertemu dalam ruangan yang disebut dengan surga.***

 

 

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.