Kementerian Agama (Kemenag) berencana meluncurkan Program Penceramah Bersertifikat mulai akhir September 2020 (Republika, 7/9).
Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam, Kamaruddin Amin, menyebut target peserta program ini adalah 8.200 penceramah untuk tahun ini. Terdiri dari 8.000 penceramah di 34 provinsi dan 200 penceramah di pusat.
Menag Fachrul Razi menyatakan Program Penceramah Bersertifikat dimaksudkan untuk mencegah penyebaran paham radikalisme (Cnnindonesia.com, 3/9).
Pada kesempatan yang berbeda, Waketum MUI, KH Muhyiddin Junaidi, menyampaikan bahwa MUI menolak tegas rencana Kemenag tentang sertifikasi para dai/penceramah ini (Republika, 7/9).
KH Muhyiddin memandang kebijakan sertifikasi ulama itu kontraproduktif. Ia khawatir, kebijakan tersebut berpeluang dimanfaatkan demi kepentingan Pemerintah guna meredam ulama yang tak sejalan. Program ini berpeluang menimbulkan keterbelahan di tengah masyarakat. Bisa berujung konflik. Bisa memicu stigmatisasi negatif kepada penceramah yang tak bersertifikat.
Program Penceramah Bersertifikat ini pun berpotensi membatasi gerak dakwah. Beberapa masjid atau kegiatan bisa saja diintervensi agar hanya menggunakan penceramah yang bersertifikat.
Dakwah adalah Kewajiban
Di antara keistimewaan Islam dibandingkan dengan agama dan ideologi lain adalah Islam mewajibkan setiap Muslim untuk bertanggung jawab kepada saudaranya dan segenap umat manusia. Salah satu wujud tanggung jawab yang dimaksud adalah dakwah.
Dakwah adalah mengajak manusia ke jalan Allah SWT. Di dalamnya termasuk seruan amar makruf nahi mungkar. Dengan dakwah manusia bisa keluar dari kegelapan jahiliah menuju cahaya terang Islam.
Dakwah hukumnya wajib. Setiap pribadi Muslim yang telah balig dan berakal, baik laki-laki maupun wanita, diperintahkan untuk berdakwah. Allah SWT berfirman:
فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ
Karena itu berdakwahlah dan beristiqamahlah sebagaimana diperintahkan kepada kamu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (TQS asy-Syura [42]: 15).
Allah SWT pun berfirman:
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta bantahlah mereka dengan cara yang baik (TQS an-Nahl [16]: 125).
Rasulullah saw. pun bersabda:
بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً
Sampaikan dariku walaupun hanya satu ayat (HR al-Bukhari).
Lebih dari itu, Rasulullah saw. menyebut ‘inti’ dari agama ini (Islam) adalah nasihat. Beliau bersabda:
الدِّيْنُ نَصِيْحَةٌ
(Inti) agama (Islam) ini adalah nasihat (HR at-Tirmidzi).
Oleh karena itu tugas dan kewajiban dakwah berlaku umum atas setiap Muslim tanpa memandang profesi, status sosial maupun tingkat ilmunya. Dakwah bukan sekadar tugas dan kewajiban pihak-pihak yang mendapatkan label “ulama”, “ustadz” atau nantinya dai yang bersertifikat dari penguasa. Karena itu pengemban dakwah tak perlu sertifikat dari penguasa. Apalagi jika program dai “bersertifikat” tersebut malah mengaburkan esensi dakwah Islam dan menghalangi amar makruf nahi mungkar (termasuk kepada penguasa).
Setiap Muslim pada hakikatnya adalah penyambung tugas Rasulullah Muhammad saw. dalam menyampaikan risalah dakwah. Risalah dakwah yang diemban Rasulullah saw. adalah ciri kemuliaan beliau. Oleh karena itu setiap Muslim yang meneruskan aktivitas mengemban risalah dakwah juga akan memiliki kedudukan yang mulia.
Allah SWT dan Rasul-Nya banyak memberikan dorongan dan pujian yang ditujukan kepada para pengemban dakwah dan penyampai hidayah-Nya. Allah SWT, misalnya, berfirman:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal salih dan berkata, “Sungguh aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (TQS al-Fushilat [41]: 33).
Imam Hasan al-Bashri memberikan penjelasan terkait ayat di atas, bahwa mereka yang menyeru manusia ke jalan Allah adalah kekasih Allah, wali Allah dan pilihan Allah. Mereka adalah penduduk bumi yang paling dicintai Allah karena dakwah yang mereka serukan. Inilah kemuliaan yang akan diberikan kepada setiap Muslim yang berdakwah.
Rasulullah saw. pun bersabda:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدَى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يُنْقَصُ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا
Siapa saja yang menyeru manusia pada hidayah Allah, ia mendapatkan pahala sebesar yang diperoleh oleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikit pun pahala mereka (HR Muslim)
Dampak Bila Meninggalkan Dakwah
Kemungkaran yang terjadi di tengah masyarakat akan menimbulkan kerusakan mereka. Penyimpangan dari aturan Islam akan berujung pada kebinasaan sebuah masyarakat.
Nabi saw. bersabda:
مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ، فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلاَهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا، فَكَانَ الَّذِينَ فِى أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِى نَصِيبِنَا خَرْقًا، وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا. فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا، وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا
Perumpamaan orang yang menaati hukum-hukum Allah dan para pelanggarnya adalah bagaikan suatu kaum yang menumpang kapal. Sebagian menempati bagian atas dan sebagian lagi menempati bagian bawah. Yang berada di bagian bawah, jika ingin mengambil air, tentu harus melewati orang-orang di atasnya. Lalu mereka berkata, “Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.” Andai yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang yang ada di bagian bawah menuruti kehendak mereka, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang yang di bagian atas melarang orang yang ada di bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu (HR al-Bukhari).
Di sinilah pentingnya dakwah dan amar makruf nahi mungkar. Dengan itu kemungkaran bisa segera dikendalikan sebelum membesar dan menghancurkan masyarakat seluruhnya.
Keengganan melakukan dakwah dan amar makruf nahi mungkar akan menimbulkan malapetaka dan bencana yang tidak terbatas hanya menimpa orang-orang yang berbuat kerusakan dan penyimpangan saja, tetapi juga akan menimpa seluruh masyarakat. Allah SWT berfirman:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً ، وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Peliharalah diri kalian dari fitnah (bencana) yang tidak khusus menimpa orang-orang zalim saja di antara kalian. Ketahuilah, Allah amat keras siksaan-Nya (TQS al-Anfal [8]: 25).
Rasulullah Muhammad saw. juga menjelaskan dampak yang terjadi jika dakwah ditinggalkan:
وَالَّذِيْ نَفْسِي بِيَدِهِ، لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ، وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ، أَوْ لَيُوْشِكُنَّ اللهُ يَبْعَثُ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ، ثُمَّ تَدْعُوْنَهُ فَلاَ يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ
Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya. Kalian harus melakukan amar makruf nahi mungkar atau (jika tidak) Allah akan menimpakan azab-Nya atas kalian. Lalu kalian berdoa kepada-Nya, tetapi Dia tidak mengabulkan doa kalian (HR Ahmad dan at-Tirmidzi).
Hadis tersebut memberikan dua pilihan yaitu: memilih dakwah atau memilih azab dan doa yang tak terkabul. Tak ada pilihan ketiga. Artinya, siapapun yang meninggalkan dakwah akan mendapatkan azab dan doanya tidak terkabul.
Dalam riwayat lain dinyatakan bahwa jika dakwah dan amar makruf nahi mungkar ditinggalkan, akan muncul para penguasa jahat dan tidak menyayangi kaum Muslim (HR Al Bazzar dan ath-Thabrani).
Semua akibat buruk di atas sekaligus menjadi qarînah (indikasi) yang menegaskan bahwa dakwah dan amar makruf nahi mungkar adalah wajib. Meninggalkannya merupakan dosa.
Dosa Menghalangi Dakwah
Jika meninggalkan dakwah dan amar makruf nahi mungkar saja berdosa, apalagi menghalangi aktivitas mulia ini. Menghalangi dakwah adalah perbuatan yang dicela oleh Allah SWT. Bahkan Allah SWT mengancam para penghalang dakwah dengan azab yang pedih:
أَلَا لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ ، الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَيَبْغُونَهَا عِوَجًا وَهُمْ بِالْآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ ، أُولَٰئِكَ لَمْ يَكُونُوا مُعْجِزِينَ فِي الْأَرْضِ وَمَا كَانَ لَهُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ، يُضَاعَفُ لَهُمُ الْعَذَابُ
Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang zalim, (yaitu) orang-orang yang menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan menghendaki (supaya) jalan itu bengkok. Mereka itulah orang-orang yang tidak meyakini adanya Hari Akhirat. Mereka itu tidak mampu menghalang-halangi Allah untuk (mengazab mereka) di bumi ini. Sekali-kali tidak ada bagi mereka penolong selain Allah SWT. Siksaan itu dilipatgandakan atas mereka (TQS Hud [11]: 18-20).
Ayat ini jelas merupakan ancaman Allah SWT terhadap orang-orang yang menghalang-halangi dakwah. Mereka akan diazab oleh Allah SWT dengan azab yang keras.
Sungguh besar dosa orang-orang yang menghalangi manusia dari jalan dakwah dan bersekutu dengan kemungkaran. Perbuatan tersebut adalah pengkhianatan terhadap Allah SWT, Rasul-Nya dan umat Islam.
WalLahu a’lam bi shawwab. ***
Hikmah:
Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
Siapa saja yang menyaksikan kemungkaran, hendaklah ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tak mampu, dengan lisannya. Jika tak mampu, dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman. (HR Muslim).
Dicopy dari : Buletin Kaffah No. 158
(23 Muharram 1442 H/11 September 2020 M)