Berita Nasional

Dicari, Calon Kapolri Tak Korupsi

Sosok jenderal yang dicalonkan adalah yang tak terlibat pelanggaran HAM, korupsi, patuh membayar pajak, dan bisa menjalin kerjasama dengan lembaga terkait.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meninjau Museum Polri dalam acara perayaan ulang tahun Bhayangkara (HUT Polri) ke-63, di Markas Besar Polri, Jakarta, 1 Juli 2009. [TEMPO/ Panca Syurkani]

Masa jabatan Jenderal Bambang Hendarso Danuri tinggal setengah bulan lagi. Lulusan Akademi Kepolisian 1974 yang sudah dua tahun menjadi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ini diganti bukan lantaran menuai masalah, semata-mata faktor usianya yang masuk pensiun. Pada 10 Oktober 2010 pria kelahiran Bogor ini genap 58 tahun, ini masa purna tugas seorang perwira Polri.

Sebenarnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bisa saja memperpanjang masa jabatan Bambang Hendarso Danuri yang akrab disapa BHD. Namun selama dua periode memerintah, Yudhoyono belum pernah membudayakan kebijakan begitu.

Lihat saja proses pergantian dua Kepala Polri sebelum BHD. Ketika Jenderal Dai Bachtiar pensiun pada 2005, Presiden langsung mengajukan nama Jenderal Sutanto ke Komisi Hukum DPR-RI untuk mendapat persetujuan. Setelah Sutanto pensiun pada 2008, Yudhoyono meneruskan tongkat estafet ke tangan BHD.

Itulah sebabnya diyakini Presiden akan mencari jenderal polisi lain untuk mengisi posisi tampuk pimpinan Polri sepeninggalan BHD. Siapa sosok yang cocok menduduki jabatan yang sangat penting untuk mengawal tegaknya hukum itu? Yudhoyono hanya mau membukanya setelah sang calon diajukan ke Komisi Hukum DPR-RI.

Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri (tengah) foto bersama mantan Kapolri saat Upacara Peringatan HUT POLRI ke-64 di Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, 1 Juli 2010. [TEMPO/ Arnold Simanjuntak]

Maka ramailah spekulasi menebak-nebak siapa sang jenderal pilihan Presiden. Pembicaraan sosok pengganti BHD sudah muncul sejak Desember 2009. Ini bertepatan dengan pergeseran sejumlah perwira di posisi penting di lembaga berbaju coklat ini. Di antaranya, ada Nanan Sukarna yang waktu itu berpangkat Inspektur Jenderal mendapat promosi kenaikan pangkat.

Nanan yang semula menjabat sebagai Kepala Divisi Humas Polri menjadi Inspektur Pengawasan Umum Polri, menggantikan Komisaris Jenderal Yusuf Manggabarani yang diangkat menjadi Wakil Kepala Polri. Konsekuensinya, bintang lulusan Akpol 1978 ini bertambah satu menjadi Komisaris Jenderal.

Di titik ini, Nanan pun mulai digadang-gadang sebagai sosok calon pemimpin Polri setelah BHD. Namun, Nanan tak bicara banyak soal kemungkinannya untuk menggantikan BHD. Kami loyal pada Presiden, katanya saat ditanya wartawan soal kemungkinan dirinya dicalonkan sebagai Kepala Polri.

Gaung Nanan ditingkahi dengan kemunculan nama Ito Sumardi. Padahal, Ito semula dianggap sudah masuk kotak, sebab setelah menjabat Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan itu ditempatkan ke jajaran Staf Ahli Kapolri. Bintang Ito yang redup itu kembali bersinar setelah ditempatkan ke posisi Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, menggantikan Komisaris Jenderal Susno Duadji. Posisi ini membuat pangkat Ito yang Inspektur Jenderal naik menjadi Komisaris Jenderal. Saya siap ditugaskan di mana saja, kata Ito. Siapa pun yang dipilih Presiden adalah yang terbaik untuk Polri.

Nama dua jenderal bintang tiga ini tentu tak menafikan peluang dua jenderal bintang tiga lainya, yaitu Wakapolri Komjen Yusuf Manggabarani dan Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional (Kalahar BNN) Komisaris Jenderal Gories Mere. Adapun satu lagi posisi yang ditempati jenderal bintang tiga yaitu Kepala Badan Pembinaan dan Keamanan (Kababinkam) Polri, masih dipegang Komisaris Jenderal Iman Haryatna. Peluang Iman dinilai tipis, sebab dia akan pensiun pada Oktober ini.

Tak hanya bintang tiga saja yang berkesempatan masuk ke bursa calon Kapolri, peluang yang sama juga ada pada jenderal bintang dua. Sosok yang muncul adalah Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Kalemdiklat) Polri Imam Sudjarwo.

Bersama Imam ada Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Timur Pradopo, dan Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Inspektur Jenderal Oegroseno. Di level bintang dua, peluang Imam makin terkuat setelah pangkatnya naik dari Inspektur Jenderal menjadi Komisaris Jenderal, pada 20 September 2010. Sebabnya, lembaga yang dipimpin alumni Akpol 1980 itu telah ditingkatkan levelnya.

Memang di hari itu tak hanya Imam yang naik pangkat, bersamanya ada Inspektur Jenderal Wahyono. Posisi yang diemban Wahyono, Kepala Badan Intelijen dan Kemanan Polri, dinaikkan satu level. Ini otomatis membuat pangkatnya harus dinaikkan menjadi komisaris jenderal.

Dua calon kuat kandidat Kapolri, Komisaris Jenderal (Komjen) Pol. Nanan Sukarna (kiri) dan Komjen Pol. Imam Sudjarwo hadir dalam perayaan HUT ke-62 Polwan, di Jakarta, Rabu, 22 September 2010. [TEMPO/ Aditia Noviansyah]

Menarik mengamati pergerakan yang terjadi pada Imam. Ini hampir mirip dengan pola Sutanto menuju Kapolri. Saat nama Sutanto disebut-sebut sebagai calon Kepala Polri, dia menjabat Kalemdiklat dengan pangkat Inspektur Jenderal. Namanya makin menguat setelah dipromosikan sebagai Kalahar BNN dan pangkatnya meningkat satu level menjadi Komisaris Jenderal. Hanya sebulan di BNN dia sudah menjadi Kepala Polri.

Bahkan, soal syarat calon Kapolri harus pernah berpengalaman sebagai Kepala Polda di kewilayahan tipe A (Inspektur Jenderal) pun tak lagi menjadi hambatan bagi Imam. Sebab, syarat ini sudah diperlunak, seorang calon Kapolri sudah cukup dengan pengalaman memimpin di daerah saja. Jadi, kendati Imam hanya pernah memimpin di kewilayahan tipe B sebagai Kepala Polda Bangka Belitung tentu saja dianggap sudah memadai.

Apakah ini sebagai isyarat jalan mulus bagi Imam? Belum ada jawaban yang pasti. Imam sendiri saat ditanya soal kansnya hanya menjawab dengan senyum. Yang jelas dari Mabes Polri mengusulkan delapan nama jenderalnya untuk calon kepala polri ke Komisi Kepolisian Nasional yang kemudian diteruskan ke Presiden.

Dari delapan calon itu, di antaranya ada empat orang berpangkat komisaris jenderal dan empat lagi berpangkat inspektur jenderal. Siapa saja mereka?

Terdapat dua nama yang sering disebut-sebut saat ini, kata Prof. Laode Husen, anggota Kompolnas.

Apakah itu Nanan dan Imam? Surat yang disampaikan kepada kami bersifat rahasia, Laode berdiplomasi.

Menurut Laode, Kompolnas memberi pertimbangan kepada Presiden tentang kriteria calon kepala Polri. Adapun kriterianya mencakup senioritas kepangkatan, rekam jejak, riwayat pendidikan, penghargaan yang pernah diperoleh, latar belakang keluarga, pengalaman memimpin satuan wilayah, integritas, dan visioner.

Kemudian menelusuri calon kapolri tidak terlibat pelanggaran HAM, korupsi, kepatuhan membayar pajak, dan kerjasama dengan lembaga terkait, kata Laode.

Menurut Laode, jika mencermati kriteria itu maka akan ditemukan satu sosok yang pas dari delapan nama yang telah diajukan itu. Ibarat baju yang sudah disiapkan, tentu hanya orang tertentu yang bisa pas.

Nurlis Effendi, mantan wartawan TEMPO, kini menjadi penulis lepas di sejumlah media dan aktif di dunia pertelevisian. Di Yahoo! dia menulis politik, hukum, kriminal, dan features.
penulis:nurlismeuko@yahoo.com
sumber:yahoonews

Comments

Komentar Anda