Seputar Madina

Geliat Batu Akik di Mandailing Julu, Dari Pirus Hingga Extra Jos

 

Catatan : Lokot Husda Lubis

Beberapa bulan terakhir, batu akik  menjadi serbuan masyarakat Indonesia, tidak ketinggalan juga masyarakat  Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Hampir di setiap kesempatan, mulai dari warung kopi, di kantor, sekolah, di pasar, di tempat musyawarah dan rapat-rapat, batu akik terus menjadi pembicaraan.

Keberadaan batu akik yang marak belakangan ini memang membawa berkah bagi sebagian masyarakat Madina. Hal ini ditandai dengan banyaknya muncul tempat pengasah batu akik. Bukan itu saja, wargapun banyak yang beralih profesi menjadi pencari batu akik. Apalagi saat ini harga karet cukup murah di pasaran, menyebabkan warga menjadikan batu akik sebagai alternatif pekerjaan.

Khusus untuk daerah Mandailing Julu, di beberapa desa mencari batu akik sudah mulai digandrungi warga. Misalnya di daerah Pastap Julu Kecamatan Tambangan, sebagian warga sejak dua bulan terakhir sudah sibuk mencari batu akik di hulu Sungai Aek Mais yang jaraknya sekitar 4-5 Km dari desa Pastap.

Di kebun-kebun dan sawah warga pun tidak luput jadi sasaran. Umumnya mereka mencari batu akik dengan cara rombongan atau minimal 2 orang. Namun sangat disayangkan, pasaran batu akik dari daerah Pastap ini belum mendapat harga yang memadai. Belum ada harga standar  di pasaran, para peminat batu hanya membeli dengan harga murah.

Akan halnya di daerah Habo anak desa Aek Botung Kecamatan Muara Sipongi. Sejak sebulan terakhir daerah yang terkenal dari dulu kawasan pertambangan tradisional rakyat ini menghasilkan batu akik jenis Pirus. Batu ini biasanya didapatkan di dalam tanah dengan kedalaman 6-30 meter. Awalnya, bagi warga penambang di daerah ini batu tersebut tidak begitu berharga, namun begitu batu jenis Pirus ini diketahui bernilai bagus untuk batu akik, harga pasarannya pun naik, mulai harga 200.000 hingga 5.000.000 rupiah per kilo gram.

Bagi pembaca yang ingin mendapatkan batu akik jenis Pirus ini juga bisa datang ke desa Muara Botung  Kecamatan Kotanopan. Jenis batu inipun sudah mulai merambah ke kota-kota besar, seperti Medan, Padang, Pekan Baru, Jakarta dan kota-kota lainnya. Jenis batu akik Pirus ini di dominasi warga hijau dan biru bergaris warna warni.

Aktivitas warga pencari batu akik ini juga ditemui di daerah Ujung Marisi, Sibio-Bio, Simpang Tolang, Pagar Gunung dan Sayur Maincat Kecamatan Kotanopan. Puluhan orang warga desa setiap harinya mencari batu akik di seputaran daerah aliran Aek Singengu dan di kebun-kebun warga. Batu akik jenis Extra Jos sudah cukup banyak dikeluarkan dari daerah ini.

Batu ini umumnya dinominasi warna hijau muda dan tua, kuning, putih, sebagian coklat dan gabungan warna lainnya. Sangat disayangkan,  lagi-lagi harga batu akik jenis Extra Jos ini tidak semanis harga batu akik jenis Pirus. Nilai harganya jauh lebih rendah, padahal informasinya batu akik jenis Exstra Jos ini kalau di daerah Sumatera Barat mencapai 50.000 hingga 100.000 rupiah per kilo gram dengan kondisi batu sudah di potong-potong.

Harga itu belum bisa dinikmati warga pencari batu, tidak seimbang dengan jauhnya tempat pengambilan yang rata-rata menempuh perjalanan 3-4 Km dari desa. Namun, mengingat harga karet saat ini lagi turun warga terpaksa menjual batu ini.

Beda dengan daerah Sayurmaincat, daerah ini diketahui penghasil batu akik jenis posil. Warnanya coklat dan jenis ini juga sangat diminati warga. Namun sangat disayangkan, harga jenis batu ini pun masih sangat rendah di pasar Kotanopan. Padahal tempat pengambilan batu ini cukup jauh, rasanya tidak sebanding harga jual dengan tenaga yang keluar untuk mendapatkan batu.

Salman, salah seorang warga Simpang Tolang mengatakan, kalau saja harga batu Extra Jos bisa mencapai 20.000 rupiah per kilo gram, dia yakin warga akan bergiat mendapatkan batu ini. Namun sampai sekarang tidak ada kepastian harga, akibatnya warga hanya menyetok batu. Begitu juga dengan jenis posil dan batu lainnya di Madina. Semua yang beli rata-rata mengatakan masih untuk sampel dan mau di kirim ke Medan, Padang dan Jakarta.

Dikatakannya, cara mengambil batu yang dilakukan warga memang masih tergolong tradisional. Umumnya mereka lakukan dengan  cara menokok atau memahat batu sampai terbelah. Kondisi ini menyebabkan pengambilan batu tergolong lamban dan membutuhkan tenaga yang banyak. Di samping itu, kalau ditokok dan dipahat, batu ini banyak pecah dan tidak bisa dipergunakan lagi.

Akhirnya, ditengah ketidak pastian ekonomi, ditengah kebutuhan rumah tangga yang semakin banyak, harapan warga adalah naiknya harga batu akik. Mereka berharap dari penghasilan mencari batu akik ini bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, semoga saja.***

Editor  : Dahlan Batubara

 

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.