Oleh: Intan Marfuah
Aktivis Muslimah
Pemerintah Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara berhasil mencapai nol kasus stunting berkat program Pemberian Makanan Bergizi (PMB) tambahan yang diluncurkan di berbagai desa.
Camat Loa Kulu, Ardiansyah, mengungkapkan bahwa program PMB telah berjalan sejak Juni 2024 dan menjadi salah satu program andalan dalam upaya menurunkan angka stunting di Kutai Kartanegara.
Program ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah kecamatan, puskesmas, posyandu, pemerintah desa, serta dukungan dari dunia usaha melalui inisiatif Rumah Bahagia.
Ardiansyah menjelaskan, Rumah Bahagia berperan penting dalam mendukung program PMB dengan menyediakan bantuan makanan bergizi tambahan kepada anak-anak dan ibu hamil yang dianggap berisiko mengalami masalah gizi.
Keberhasilan Loa Kulu dalam menangani stunting menjadi inspirasi bagi kecamatan lain di kabupetan itu. Dengan sinergi yang terus diperkuat, pemerintah daerah optimistis bahwa upaya menurunkan angka stunting di Kutai Kartanegara dapat berjalan lebih cepat dan merata.
Program PMB tambahan di Loa Kulu adalah salah satu contoh nyata bagaimana kolaborasi lintas sektor dapat menghasilkan dampak positif yang signifikan.
Melalui pendekatan yang serupa, Kutai Kartanegara diharapkan dapat menjadi daerah percontohan dalam menuntaskan masalah stunting di Indonesia. (Kaltim.co, 5 Desember 2024).
Merujuk kebijakan presiden dan wakil presiden terpilih yang akan merealisasikan program MBG, ada beberapa hal yang perlu kita kritisi:
Pertama, inkonsistensi pasangan Prabowo-Gibran sudah mulai tampak dalam program ini. Mulai dari pergantian nama hingga polemik susu sapi diganti susu ikan. Saat kampanye pilpres lalu, anggaran makan siang gratis per porsi diproyeksikan sebesar Rp15.000. Kini kemungkinan akan dipangkas menjadi Rp7.500 per porsi. Dengan porsi harga sekian, mungkinkah nutrisi dan gizi dapat terpenuhi dengan baik?
Kedua, susu ikan sebagai pengganti susu sapi banyak disorot masyarakat. Pada dasarnya, susu ikan merupakan susu analog hasil dari Hidrolisat Protein Ikan (HPI) yang diolah dan disajikan menyerupai susu. Kepala Divisi Produksi Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi, Fakultas Peternakan IPB University Epi Taufik mengatakan proses hidrolisis enzim protein ikan membutuhkan biaya mahal, proses panjang, dan pemanasan bersuhu tinggi untuk menghasilkan bubuk HPI. Proses pemanasan tersebut berpotensi mengurangi kandungan vitamin dan nutrisi pada ikan sehingga lebih baik mengonsumsi ikan utuh atau ikan olahan. Selain harganya terjangkau, ikan utuh juga memenuhi makan bergizi untuk anak.
Beberapa pakar gizi dan kesehatan juga menyarankan hal serupa agar program makan bergizi gratis jangan sampai mengeliminasi tujuan memperbaiki kualitas gizi generasi. Ini karena wacana pemberian susu ikan merupakan produk makanan yang terkategori ultra process food. Jika makanan yang disajikan ke generasi banyak berkurang kandungan gizinya, akan muncul masalah penyakit, seperti obesitas, diabetes, jantung, dan gangguan kesehatan lainnya. Alih-alih mengonsumsi makanan sehat dan bergizi, generasi malah mengonsumsi makanan yang membahayakan kesehatan.
Ketiga, pemerintah berlepas diri dari tanggungjawabnya dalam memenuhi gizi generasi. Ini karena kebijakan mengganti susu sapi dengan susu ikan secara tidak langsung telah memberi kesempatan bagi korporasi untuk meraup keuntungan. Saat ini tidak banyak industri dalam negeri yang memproduksi bubuk HPI (susu ikan) sehingga ada peluang bagi industri susu atau penyedia pangan dari luar negeri untuk melakukan investasi di Indonesia, seperti Jepang dan Australia yang merespons positif program ini.
Sebelumnya, Indonesia telah menjadi pasar ekspor produk susu terbesar ketiga bagi Australia dengan nilai sekitar 130 juta dolar AS per tahun. Tidak menutup kemungkinan peluang besar ini akan direalisasikan Australia dalam program susu ikan gratis. Sebagai gambaran, untuk memenuhi kebutuhan pangan 82,9 juta anak sekolah selama satu hari saja dibutuhkan 4 juta kiloliter susu segar. Tidak terbayang berapa banyak keuntungan yang didapat korporasi dari produksi susu ikan ini.
Keempat, pemerintah mengklaim program makan bergizi gratis, termasuk susu ikan gratis, akan membantu petani skala kecil dan produsen pangan lokal untuk meningkatkan ketahanan pangan. Selain itu, perluasan sektor pangan dengan adanya program ini akan menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Kebanyakan, produksi pangan yang dikelola korporasi menghasilkan produk yang lebih baik dan lebih murah harganya. Untuk efisiensi, negara pasti mempertimbangkan memilih produk pangan dengan kualitas baik dan harga terjangkau. Jika demikian, petani dan produsen lokal pasti terkena dampak buruknya.
Sudah jamak kita ketahui, sarana produksi pertanian yang dimiliki petani lokal masih jauh dari standar. Kekalahan modal dan kelemahan dalam alat pertanian canggih kerap membuat kualitas produk petani lokal lebih rendah daripada produk pertanian milik korporasi. Yang terjadi, petani lokal justru kalah bersaing dengan produsen pemilik modal besar (kapitalis) dari aspek harga dan kualitas produk.
Kelima, program makan bergizi gratis akan sulit mewujudkan generasi berkualitas. Masalah stunting dan gizi buruk hanyalah persoalan cabang akibat tidak terpenuhinya kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar tidak terpenuhi karena pendapatan rakyat lebih rendah dibandingkan pengeluaran. Kondisi rakyat saat ini besar pasak daripada tiang karena pendapatan kecil, bahkan tidak ada. Sementara itu, pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar terus meningkat. Jika kondisi ini terjadi secara berkelanjutan, angka kemiskinan bisa meningkat sehingga memengaruhi tingkat stunting dan gizi buruk.
Jika ditinjau dari sisi gizi, sebenarnya masalahnya bukan program makan bergizi gratisnya, melainkan kemiskinan yang menghalangi terbentuknya generasi sehat dan kuat.
Pemimpin Demokrasi Minim Layanan
Pemerintah seharusnya menetapkan kebijakan untuk menghilangkan atau meminimalkan kemiskinan. Masalahnya, sistem demokrasi yang diselubungi kapitalisme meniscayakan kemiskinan terjadi karena negara lalai menjalankan fungsinya sebagai ra‘in (pengurus rakyat).
Pola demokrasi kapitalisme menyebabkan tingkat kemiskinan makin menjulang, pendapatan masyarakat rendah, lapangan kerja sempit, dan tingginya kenaikan harga pangan bergizi bagi keluarga. Alhasil, kondisi ekonomi yang serba sulit mendorong peningkatan stunting dan gizi buruk.
Dalam sistem demokrasi kapitalisme, negara hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator, bukan pelayan rakyat. Demokrasi yang katanya pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat, praktiknya berbeda dari teorinya. Sebagai contoh, program makan bergizi gratis mempertontonkan inkonsistensi ucapan penguasa. Hari ini bilang gratis, besok mungkin diminta iuran. Hari ini susu sapi gratis, besoknya diganti susu ikan.
Pemimpin terpilih dari sistem demokrasi sejatinya tidak akan bisa melayani rakyat sepenuh hati. Buktinya, program makan bergizi gratis cenderung beraroma bisnis ketimbang memperhatikan gizi generasi. Dari satu kebijakan, lahirlah peluang bagi korporasi mengambil alih peran negara. Program makan bergizi gratis terindikasi menjadi program industrialisasi korporasi dan investasi dalam sektor pangan. Negara seharusnya menyediakan layanan terbaik di semua bidang. Namun, sistem demokrasi yang transaksional membuat peran tersebut termarginalkan. Dari semua kebijakan penguasa, sektor strategis yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat kerap dikomersialisasi, semisal kesehatan, pendidikan, dan pangan.
Cara Islam Menjamin Kualitas Generasi
Seorang pemimpin ibarat penggembala. Mereka akan merasa senang ketika menyaksikan rakyat yang dipimpinnya bahagia karena semua kebutuhannya terpenuhi. Sebagaimana seorang penggembala, adakalanya ia berada di depan rakyat untuk memimpin dan mengomandoi mereka. Adakalanya ia berada di belakang rakyat untuk mengarahkan dan memberi perlindungan serta jaminan keamanan. Adakalanya ia berada di samping kanan kiri rakyat untuk mendampingi mereka agar tetap terjamin kebutuhan dan layanan yang diberikan.
Membangun sebuah negara besar tentu membutuhkan modal yang sangat besar, di antaranya sistem pemerintahan yang bersih dari kepentingan individu/golongan, anggaran yang cukup, dan generasi berkualitas. Hadirnya generasi berkualitas tentu menjadi syarat utama membangun peradaban manusia yang unggul. Oleh karenanya, negara Khilafah akan memperhatikan setiap kebijakan agar peradaban Islam yang mulia dapat terwujud. Di antara kebijakan tersebut ialah:
Pertama, menjamin dan memenuhi kebutuhan dasar setiap individu rakyat, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Dalam aspek sandang, pangan, dan papan, negara harus memberikan kemudahan bagi rakyat dalam mengaksesnya, seperti harga tanah, rumah, dan pangan yang murah. Negara akan memberikan sanksi tegas bagi siapa saja yang bertransaksi dengan curang, menipu, dan mematok harga.
Pada aspek kesehatan, pendidikan, dan keamanan, negara memberikan jaminan tersebut secara gratis tanpa dipungut biaya. Negara wajib menyediakan fasilitas dan sarana yang memadai agar layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan bisa berjalan dengan baik. Sistem pendidikan harus berbasis akidah Islam untuk membentuk kepribadian Islam peserta didik. Sistem kesehatan harus berbasis pelayanan prima, seperti pemeriksaan kesehatan, vaksinasi, pemberian makanan bergizi kepada balita dan anak-anak.
Dalam Islam, setiap individu rakyat berhak mendapatkan makanan bergizi, bukan hanya orang miskin. Negara bertanggungjawab penuh dalam mempermudah rakyat mendapatkan akses makanan bergizi, seperti harga pangan terjangkau dan distribusi pangan yang merata ke seluruh wilayah sehingga tidak terjadi kelangkaan pangan di salah satu wilayah.
Pada masa Kekhalifahan Utsmaniyah, layanan makan bergizi gratis sudah diterapkan dalam bentuk pendirian imaret (dapur umum) berbasis wakaf yang telah dibangun sejak abad ke-14 sampai abad ke-19. Imaret pertama kali didirikan di Iznik Mekece oleh Sultan Orhan. Seluruh imaret diminta untuk menyiapkan makanan untuk didistribusikan secara gratis kepada masyarakat dari berbagai latar belakang, seperti pengurus masjid, guru, murid, sufi, pelancong, dan penduduk lokal yang membutuhkan.
Kedua, mengalokasikan anggaran negara untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Di dalam baitulmal terdapat bagian-bagian yang sesuai dengan jenis hartanya. Pertama, bagian fai dan kharaj yang meliputi ganimah, anfal, fai, khumus, kharaj, status tanah, jizyah, dan dlaribah (pajak). Kedua, kepemilikan umum meliputi tambang minyak, gas bumi, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, mata air, hutan, serta aset-aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus, semisal sarana publik seperti rumah sakit, sekolah, jembatan, dan lainnya. Ketiga, zakat yang disusun berdasarkan jenis harta zakat, yaitu zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, serta zakat hewan ternak (unta, sapi, dan kambing).
Dengan mekanisme ini, negara tidak akan kebingungan mencanangkan program dan kebijakan untuk rakyat karena penguasa melakukan fungsinya sebagai ra’in dengan sangat baik. Sistem Islam kafah tidak akan membiarkan generasi memiliki fisik dan psikis lemah. Dari Abu Hurairah ra., Nabi ﷺ bersabda, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan”.***