GITA DAN TWO STATES SOLUTION UNTUK GAZA ADALAH BELENGGU DAN DOSA BESAR

Oleh: Mariani Srg, M.Pd.I
Dosen Pendidikan Islam

Kondisi di Gaza masih terus menyita perhatian dunia. Desakan masyarakat global terus memberikan tekanan kepada para pemimpin negara, baik di Asia, Afrika, Eropa, hingga Amerika untuk menunjukkan aksi nyata bagi Gaza. Bahkan, isu Gaza juga menentukan rating politisi di beberapa negara.

Salah satu langkah yang ditempuh dalam menyahuti gelombang protes dukungan terhadap Palestina oleh para pemimpin negara-negara di dunia adalah membuka sidang PBB yang diselenggarakan di New York, AS. Dan isu yang ditawarkan adalah two states solution.

Two state solution di-framing menjadi solusi satu-satunya untuk menyelesaikan persoalan di Palestina. Sehingga para pemimpin negara-negara seolah-olah harus menerima gagasan tersebut. Dengan kata lain, para pemimpin dunia harus mengakui eksistensi dan legalisasi penjajah Zionis bercokol di Palestina. Kemudian memberikan kemerdekaan bagi Palestina secara penuh dan mengakhiri penjajajah.

Indonesia, sebagai negara mayoritas Muslim terbesar di dunia tentu sangat ditunggu sikapnya dalam menerima atau menolak gagagsan tersebut. Ironis, Presiden Prabowo ternyata mendukung penuh solusi two states dengan dalih demi meraih perdamaian. Menurutnya, adanya kesepakatan global mengakui eksistensi dan legalisasi Zionis di Palestina adalah satu-satunya solusi untuk menghentikan kekejaman Zionis.

Dukungan Prabowo disambut bahagia oleh Presiden Israel Benyamin Netahanyu. “Dari kata-kata penyemangat oleh Presiden Indonesia. Ini adalah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Ini menjadi pertanda dari apa yang akan datang.  Pemimpin Arab dan Muslim yang berpandangan ke depan tahu, bahwa kerjasama dengan Israel memberikan terobosan teknologi termmasuk bidang medis dam ilmu pengetahuan. Saya percaya di masa yang akan datang bahwa Timur Tengah akan sangat berbeda dari hari ini.  Banyak dari mereka yang melawan Israel saat ini, akan hilang nanti. Para pembawa damai yang berani akan menggantikan mereka”. (Kompas.com)

Keangkuhan Netanyahu sangat terbaca jelas dari narasinya. Ia ingin mengapresiasi Prabowo atas dukungannya terhadap pengakuan eksistensi Israel. Tetapi bagi para pemimpin Timur Tengah yang tidak mau berjabat tangan dengannya, maka Netanyahu dengan penuh keyakinan, mereka akan hilang dan digantikan dengan generasi yang pro terhadap Israel.

Akan tetapi, sebelum menuju two states solution, baru-baru ini muncul pemberitaan adanya sebuah model pemerintahan transisi bagi Gaza yang akan memimpin sementara sebelum pengakuan two states dinyatakan sah oleh PBB.

Namun pertanyaannya adalah, akankah pemerintahan transisi (GITA), dan two states solution menjadi pintu kemerdekaan bagi Palestina dari penjajahan Zionis?

GITA dan Two States Solution Belenggu Bagi Palestina

Two states solution yang ditawarkan oleh Amerika sebagai jalan yang diklaim akan mengakhiri penjajahan Israel atas Palestina hingga kini belum rampung dan satu suara dari anggota PBB.

Akan tetapi, langkah untuk menuju two state solution kelihatannya akan terus dikampanyekan (baca:dipaksakan). Sambil menunggu nasib two states solution, muncul pemberitaan baru terkait pembentukan pemerintahan transisi sementara di Palestina tepatnya di wilayah jalur Gaza.

GITA atau Gaza International Transition Authority yang dikabarkan akan berada di bawah kendali mantan perdana menteri kontroversial Inggris, Tony Blair.

Kabar tersebut diumuat dalam pemberitaan The Guardian, Selasa (30/09/2025) . “The White House is backing a plan that would see Tony Blair head a temporary administration of the Gaza Strip – initially without the direct involvement of the Palestinian Authority (PA), according to Israeli media reports. Under the proposal, Blair would lead a body called the Gaza International Transitional Authority (Gita) that would have a mandate to be Gaza’s “supreme political and legal authority” for as long as five years.”

Usulan mendirikan GITA mendapat persetujuan dari Presiden AS, Donald Trump, dan jika sudah resmi, GITA memimpin Gaza selama lima tahun.

Berdasarkan laporan surat kabar Isarel Haaretz dan The Times, rencanya GITA adalah sebagai model kepemimpinan administratif seperti yang terjadi di Timor-Leste dan Kosovo. Dan akan berkantor di el-Arish, ibukota salah satu provinsi di Mesir yang paling dekat dengan Gaza yaitu berada di perbatasan kedua negara yaitu Mesir-Palestina.

Adanya badan administrasi atau GITA tidak membuat warga harus meninggalkan Gaza seperti yang direncanakan oleh Trump pada bulan Maret tahun 2025 lalu dalam agenda Gaza Riviera.

Namun baik two states maupun GITA  bukanlah solusi yang mampu mengakhiri persoalan genosida di Gaza. Bahkan terindikasi lebih cenderung menjadi jalan yang akan terus membelenggu Palestina. Kenapa demikian?

Pertama, terkait two states solution sebagai ide AS hanyalah trik untuk meminta dukungan dunia agar mengakui negara Israel. Jika two state disahkan, bukankah berarti negara Israel resmi diakui oleh seluruh negara-negara di PBB dan tidak lagi dianggap sebagai negara ilegal apalagi penjajah.

Pengakuan secara resmi akan menguatkan narasi bahwa Israel sebagai negara yang tidak bisa dikalahkan dan Amerika sebagai polisi dunia mendapatkan pujian yang dinilai mampu dan peduli dengan genosida di Palestina. Padahal kemerdekaan model two state adalah gimik, sebab tidak sejalan anatara realitas dan retorika. Dan paling penting tidak mengantarkan Palestina pada kemerdekaan hakiki.

Kedua, kemerdekaan dengan two states berpotensi bisa menimbulkan umat Islam terpecah. Karena sebagian  kaum Muslim ada yang setuju dengan two states. Seperti Presiden Indonesia yang menyatakan langsung persetujuannya.

Padahal, two states sejatinya melegalkan perampokan tanah dan menghapuskan sanksi kekejaman Israel atas genosida yang dilakukannya. Tanah Palestina yang dikuasai oleh negara Zionis sudah lebih dari 75% dari seluruh luas wilayah Palestina. Artinya, warga Palestina kelak hanya boleh memiliki sisanya seluas 25%.

Bahkan dikabarkan tidak boleh ada tentara dan tanpa Hamas di Gaza. Apakah rencana demikian tidak layak disebut sebagai belenggu bagi Palestina?

Ketiga, Netanyahu sudah menyatakan tidak sepakat dengan two states sebagi solusi. Ia hanya menginginkan negara Israel Raya yang membentang sepanjang tanah Palestina hingga Bukit Sinai bahkan seluruh Middle East. Andai two state dilegalkan, adakah jaminan Israel akan berhenti membunuh dan merampok, sementara cita-citanya belum tercapai untuk mendirikan negara Israel Raya? Kenapa dunia tidak belajar dari Rusia dan Ukraina? Adakah yang mampu menghalangi Rusia? Bahkan hukum dan peradilan internasional pun bungkam. Bukankah PBB juga bersikap demikian untuk Gaza?

Keempat, desakan solusi two states dan gencatan senjata bertujuan hanya meredam gejolak masyarakat dunia yang terus menuntut para pemimpin mereka bertindak nyata menyelamatkan Gaza.

Kelima, negara model two states yang diinginkan Amerika dan sekutu khusus untuk Palestina tanpa Hamas dan militer patut dicurigai untuk melanjutkan proyek de-radikalisasi. Sebab selama ini, serangan Zionis dan narasi negara-negara Barat terus menghembuskan gelar teroris kepada kelompok Hamas atau siapapun yang berani melawan agenda Amerika. Dengan kata lain, Palestina benar-benar akan dilumpuhkan totalitas secara kekuatan politik dan tidak berkuassa atas diri mereka sendiri. Nasib Palestina bergantung kepada keputusan para pemangsanya.

Keenam, GITA adalah bagian yang diterima oleh Inggris oleh Amerika. Inggris punya peran sangat penting bahkan menjadi aktor utama tertua dalam kasus genosida di Palestina.

Sebelum Amerika berkuasa menjadi negara adidaya, Inggris adalah imperium imprealis. Hampir seluruh dunia menjadi bekas jajahan Inggris. Dan Palestina dimasuki oleh bangsa Yahudi Eropa atas dukungan penuh dari Inggris untuk merampas Palestina di masa Kekhilafahan Ustmani melalui Theodore Heltz.

Pasca penobatan AS sebagai negara super power kapitalis, Palestina menjadi objek permainan negara-negara kapitalis Barat khususnya AS dan Inggris untuk menggenggam Timur Tengah. Inggris tentu tidak rela jika dihilangkan secara mutlak perannya pada persoalan Palestina setelah sekian lama pamornya meredup.

Ketujuh, GITA semakian menguatkan bukti bahwa pengatur permainan politik di negara-negara kecil maupun berkembang adalah para kapitalis global. Amerika dan Inggris yang dipercayakan sebagai negara VETO sebenarnya adalah monster penghisab darah dan sumber daya alam.

Kedelapan, seharusnya memberikan kesadaran dan rasa malu bagi para pemimpin Muslim dan umat Islam melihat masyarakat dunia yang bahkan atheis terus menyuarakan sepanjang waktu untuk kebebasan Palestina.

Umat Islam mencapai 2 miliyar tetapi tidak punya kemauan dan keberanian untuk bertindak. Hanya menonton dan lebih menyakitkan, saudaranya diserahkan kepada Inggris dan Amerika sebagai Hakim yang berhak memutuskan nasib umat Islam. Padahal, mereka benci dengan Islam, dan kaum Muslim. Bagaimana mungkin mempercayakan persoalan umat Islam kepada negara-negara penjajah dunia?

Solusi Palestina Hanya Jihad dan Tegaknya Institusi Politik Islam Global

Palestina kian terbelenggu. Mereka dilempar ke kandang srigala, lalu kandang singa, dan binatang buas lainnya. Oleh karena itu, masalah Palestina hingga menemukan solusi hakiki, ada dalam tanggung jawab kaum Muslim seluruh dunia. Umat Islam tidak boleh hanya diam dan menonton. Juga tidak cukup hanya dengan berdoa dan zikir akbar bersama.

Allah memerintahkan umat Islam untuk saling tolong-menolong karena mereka adalah satu tubuh dan wajib saling peduli. Dalam persoalan Palestina, syariat Islam memberikan solusi jitu yaitu jihad mengusir penjajah Zionis dari Palestina.

Jihad yang sifatnya defensif dalam situasi seperti yang dialami oleh warga Gaza merupakan suatu kewajiban. Dan seharusnya umat Islam seluruh dunia memahaminya menyeru para penguasa Muslim mengirimkan pasukan untuk membantu Gaza dan mengusir Zionis.

Palestina tidak berperang. Karena perang bermakna adu kekuatan fisik dan persenjataan. Bagaimana mungkin warga Gaza bisa menghadapi negara Zionis yang punya persenjataan canggih? Sementara pemerintahan resminya yaitu PA juga tidak mampu berbuat apapun selain menonoton. Gaza digenosida, etnic cleansing, pembantaian, dan perampokan.

Namun, para penguasa negeri-negeri Muslim malah ingin melakukan normalisasi dan menyerahkan urusan saudaranya kepada musuh yaitu AS dan sekutu untuk menanagani Gaza. Bukankah ini penghianatan yang besar terhadap Allah, Rasulullah, dan umat Islam?

Allah swt telah mengingatkan bahwa;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لا يَأْلُونَكُمْ خَبَالا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (QS. Ali Imran[3]: 118)

Haram hukumnya bagi kaum Muslim mempercayakan urusan umat ini kepada musuh-musuh agama. Dan larangan tegas demikian langsung dari Allah azza wajalla. Sehingga menjadi dosa besar jika umat Islam membiarkannya.

Oleh karena itu, jika kaum Muslim menerima solusi two state atau GITA diberlakukan sebagai langkah menyelesaikan masalaha Palestina berdasarkan keinginan AS dan sekutu, maka sungguh, para penguasa Muslim telah berkhianat dan melakukan dosa besar.

Tidak ada solusi yang mampu menjawab persoalan Palestina selain dari seruan jihad oleh seorang Khalifah sebagai kepala negara dalam perspektif syariat Islam. Khalifah adalah seseorang yaitu pemimpin seluruh umat Islam di dunia yang harus dan punya hak menyerukan dan melangsungkan jihad fi sabilillah mengusir zionis.

Tentunya, khalifah hanya lahir dalam sebuah sistem politik Islam yang disebut dengan daulah khilafah. Kepemimpinan politik untuk seluruh umat Islam seluruh dunia, yang menerapkan syariat dan jihad. Allahu a’alam bissawab.

Comments

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses