MEDAN (Mandailing Online) – Harga ekspor karet SIR 20 Sumatera Utara pada November 2015 yang sebesar 1,171 dolar AS per kilogram tercatat sebagai terendah dalam tujuh tahun terakhir.
Kondisi ini menyebabkan pendapatan keluarga petani karet di Mandailing Natal masih tetap berada di garis rendah. Sekitar 80 persen penduduk bermatapencaharian dari hasil menyadap karet. Hal ini juga menggambarkan tingkat perekonomian Madina masih rendah, sebab sektor lain tak terlalu signifikan mempengaruhi gerak ekonomi daerah.
“Pada 2009, harga ekspor karet memang pernah sekitar 1 dolar AS per kg, tetapi terendah masih bisa di angka 1,326 dolar AS per kg pada posisi Maret,” kata Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut Eddy Irwansyah di Medan, Jumat (25/12).
Ia menjelaskan, harga karet yang sekitar 1 dolar AS per kg itu pada 2009 terulang kembali di tahun 2014 dan berlanjut pada 2015. Pada 2015, harga ekspor karet Sumut paling tinggi hanya 1,590 dolar AS per kg di posisi bulan Juni. “Harga karet yang anjlok itu dampak krisis global karena permintaan melemah,” ujar Edy.
Ia menduga harga karet masih akan tertekan karena harga minyak mentah juga masih sangat murah atau sekitar 40 dolar AS per barel. “Melemahnya harga dan permintaan itu yang juga membuat Gapkindo memprediksi hingga akhir tahun 2015, volume ekspor hanya tinggal sekitar 432.139 ton atau turun 4,03 persen dari 2014 yang mencapai 450.296 ton,” katanya.
Hingga November 2015, volume ekspor karet Sumut masih tercatat 398.927 ton atau turun 4,60 persen dari periode sama 2014 yang 418.161 ton. Ekspor karet Sumut hingga dewasa ini paling besar ke Jepang atau minimal 25 persen disusul Republik Rakyat Cina 15 persen dan Amerika Serikat 10 persen.
Sumber : Antara/Republika Online