Artikel

Harga Komoditas Naik, Rakyat Makin Tercekik

Oleh: Ummu Taqiyya
Aktivis Dakwah, Mompreneur

 

Kenaikan harga bahan pokok seakan sudah menjadi hal biasa, apalagi saat menjelang hari-hari besar ummat beragama. Harga komoditas pangan akan terus merangkak naik hingga Januari 2022.

Dwi Andreas menyatakan bahwa kenaikan harga komoditas seperti cabai, minyak goreng dan telur mengalami kenaikan dan telah melewati batas psikologis, tapi ini tidak perlu dikhawatirkan. (liputan6.com, 26/12/21)

Ketua Komisi 2 DRPD Tana Tidung, Jamhor juga menyoroti kenaikan bahan  pokok ini dan meminta Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop) Kabupaten Tana Tidung untuk memantau harga di pasar sehingga bisa dapat diantisipasi.

Beliau juga mengatakan bahwa ada saja pengepul-pengepul yang nakal menjual sembako dengan harga tinggi. (kaltim.tribunnew.com, 10/12/21).

Kenaikan harga ini seakan menjadikan komoditas pokok sebagai barang mahal, sehingga rakyat beropini dengan mengganggap bahan pokok tersebut ibarat perhiasan yang tak mudah untuk didapatkan. Opini tersebut dimuat dalam suatu gambar karikaturis yang menggambarkan seorang ibu yang memakai perhiasan dari cabai, telor, dan minyak goreng, kemudian ibu yang lain melihat dan mengatakan perhiasan yang dipakai ibu tadi barang mahal semua, sehingga dia sajapun tidak memilikinya.

Mengapa harga komoditas bisa naik?

Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi harga kebutuhan pokok itu, yakni (1) tingkat permintaan, (2) ketersediaan stok domestik maupun impor, (3) kelancaran distribusi hingga ke retail.

Apa yang menyebabkan faktor tersebut tidak bisa diantisipasi?

Faktor ini tidak lepas dari konsep perekonomian yang diterapkan saat ini yaitu kapitalisme liberal yang menjadikan peran negara tunduk di bawah kuasa korporasi. Kepemilikan lahan, penguasaan rantai produksi, distribusi barang hingga kendali harga pangan semua dikuasai korporasi sehingga sulit bagi pemerintah menstabilkan harga sebab tak dapat menguasai 100% produksi pangan.

Rakyat tercekik jika komoditas naik di saat perekonomian juga masih sulit, sehingga kemiskinanpun kian meningkat. Padahal jika saja negara mau serius memberikan pelayanan kepada rakyat, tentu hal-hal seperti ini bisa diantisipasi dan tidak akan terulang lagi.

Berbeda halnya saat negara menerapkan sistem islam dalam Daulah Khilafah yang menjadikan Khalifah (pemimpin) sebagai pengurus rakyat dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Kebijakan yang akan diambil negara untuk menjaga stabilitas harga sebagai berikut:

(1) Menjaga ketersediaan stok pangan supaya permintaan dan penawaran menjadi stabil. Kebijakan ini diwujudkan dengan menjamin produksi dalam negeri berjalan maksimal, mengimplementasikan hasil riset dan inovasi intelektual untuk mengejar produktivitas pertanian.

Jika cuaca yang kurang bersahabat, maka diantisipasi lebih awal dengan menerapkan teknologi terkait prediksi cuaca maupun iklim.

Negara sepenuhnya menguasai stok pangan dalam negeri sehingga dengan mudah mendistribusikan pangan dari daerah yang surplus ke daerah yang mengalami kelangkaan.

Jika ketersediaan stok pangan dalam negeri tidak memadai, maka negara mengambil kebijakan impor sementara waktu, tidak berkepanjangan untuk menstabilkan harga sehingga tidak menjadi ketergantungan.

(2) Menjaga rantai tata niaga dengan mencegah dan menghilangkan distorsi pasar seperti melarang praktik tengkulak, kartel, penimbunan, dan aktivitas riba.

Dalam Khilafah, terdapat qadhi hisbah yang akan melakukan pengawasan tataniaga di pasar, menjaga agar bahan makan yang beredar halal dan thayyib sekaligus menghukum siapapun yang melanggar ketetapan syariah dalam muamalah tanpa padang bulu.

Jika khilafah perlu melakukan operasi pasar, kebijakan ini sepenuhnya dilakukan untuk pelayanan bukan untuk dibisniskan. Sasaran operasi pasar adalah para pedagang dengan menyediakan stok pangan yang cukup sehingga mereka bisa membeli dengan harga yang murah dan bisa dijual kembali dengan harga yang bisa dijangkau oleh konsumen.

Meskipun demikian, Khilafah tidak akan mengambil kebijakan penetapan harga ataupun intervensi terhadap harga-harga kaum muslimin karena hal ini dilarang dalam islam.

Maka dari itu sudah seharusnya kita kembali ke tatanan negara yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam sistem perekenomian, sehingga rakyat tidak lagi tercekik karena harga komoditas naik.

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.