Artikel

HATA MANDAILING

 

Oleh: Jasinaloan

 

Di wilayah Propinsi Sumatera Utara dapat dijumpai beberapa kelompok etnis. Salah satu diantaranya adalah Orang Mandailing. Di samping memiliki adat-istiadatnya sendiri, Orang  Mandailing juga memiliki bahasa ibunya yang disebut Hata (Bahasa) Mandailing.

Bahasa Mandailing memiliki kekhasan, baik dari segi bentuk, proses pembentukan kata, makna kata maupun berdasarkan ragam pemakaiannya.  Dalam hal ini, penulis sering membuat suatu pengertian kata dengan uraian yang relatif cukup panjang karena tidak menemukan padanan kata yang sesuai dalam bahasa Indonesia.

Dari segi fonologis, bahasa Mandailing adalah bahasa yang bersistem silabis. Dituliskan dalam aksara surat tulak-tulak (aksara Mandailing) yang terdiri atas 24 fonem: a, ha, na, ma, nga, la, pa, ga, ja, ba, ta, ra, sa ,da, ka, ca, nya, wa, i, ya, u, e, o, ng. Fonem-fenem tersebut dilambangkan dengan  23 induk ni surat dan 5 anak ni surat.

a h n m < l p g j b t r
a ha na ma nga la pa ga ja ba ta ra
s d k c [ w I y U sE so si
sa da ka ca nya wa i ya u (s)e (s)o (s)i
S s^ (s)e (s)o (s)i
(s)u sang      

 

Fonem k velar dan glotal di akhir kata dilambangkan dengan satu tanda, meskipun pada hakikatnya berbeda, seperti contoh berikut:

tetek       =     tetes                         sosak     =     cepat, buru-buru

tetek       =     buang air besar      sosak     =     sesak

golak      =     gelak                         etek       =     bibi

golak      =    ejek                            etek       =     alat musik pukul dari bambu

Bunyi vokal sangat produktif dan variatif digunakan, misalnya:

sarsar        taktak       saksak        dosar        sa

sirsir         tiktik        siksik            dosir        si

sursur       tuktuk      suksuk         dosur        su

serser       tektek       seksek         doser        se

sorsor       toktok       soksok         dosor        so

Bahkan terdapat kata yang terdiri atas gugus vokal seperti, aua, uai ee, aa. Untuk jelasnya lihat kalimat uai iaua ia au i (wah akan diapakannyalah aku itu) yang terdiri atas dua belas gugus vokal yang belum pernah penulis temukan dalam bahasa lain. Sebaliknya satu vokal juga dapat berfungsi sebagai satu morfem seperti,  a pada kata bilangan, adua (keduanya);  i dapat bermakna ”itu” (misalnya kata ima, bermakna ”itulah”) dan awalan ”di” (misalnya kata isadu, bermakna ”disana”), e bermakna ”hai”, u  bermakna ”ku”, dan o yang bermakna ”ya” atau ”kau”.

Dalam bahasa Mandailing intonasi sangat memengaruhi arti. Pada kata dasar bagas, tekanan tempo sangat berperan menentukan arti. Kata ba’gas berarti rumah, sedangkan bag’as berarti dalam. Contoh lain misalnya kata parmangan. Dengan pengucapan yang berbeda dapat bermakna (1) suka makan; (2) uang yang digunakan untuk membeli makanan; dan (3) cara makan. Begitu juga dengan bentuk-bentuk lain seperti da’bu berarti jatuhkan, dan dabu’ berarti dalam keadaan terjatuh.

Akar kata, meskipun tidak pernah secara tuntas dikaji oleh ahli bahasa, penulis yakin bahwa dalam bahasa Mandailing akar kata sangat berperan dalam pembentukan kata dasar. Untuk jelasnya dapat dilihat pada contoh berikut: (1) antuk, batuk, kurtuk, lantuk, maturutuk,potuk, retuk, sotuk, tuktuk, utuk; (2) apit, ubit, lompit, sipit, pitpit, jungkit,dalkit, gigit, ancit, singit, rongit,angit,arit, sirit, gorit, ririt; (3) andarohot, dapot,dohot, lolot, morot, korot, sorot,porot,, potpot, lampot, sangkot, sungkot, singkot, sohot ,ngot, tungkot, ingot, sirohot, salohot, moncot, to’pot, topo’t. Dari ketiga contoh di atas masing-masing kelompok memiliki relevansi makna. Untuk contoh nomor satu memiliki hubungan dengan bunyi, pada contoh kedua hubungan maknanya berhubungan dengan sesuatu yang minim, kecil, dan hampir, sedangkan contoh ketiga memiliki hubungan makna dengan tempat, proses menuju atau meninggalkan tempat.

Selanjutnya, pemakaian imbuhan sangat produktif. Disamping jumlah imbuhan banyak, fungsi dan nosi yang muncul lebih variatif. Satu kata dasar dapat diimbuhi oleh lebih dari dua puluh imbuhan. Awalan ma + dabu dapat menjadi: (1) mada’bu (terjatuh); (2) ma’dabu (sudah/dalam keadaan terjatuh; dan (3) mandabu (menjatuhkan). Alomorf atau variasi morfem tidak hanya terjadi pada awalan me- dan pe-, tetapi awalan sa-, misalnya lihat bentuk sambola,sandok,sanggotap. Gabungan imbuhan dapat terjadi di akhir kata misalnya untuk kata dokon + on (dokonon), + kon (dokononkon), + on (dokononkonon), dorapkononkon. Selain itu, imbuhan juga dapat membentuk tingkat kata sifat, misalnya lihat godang, godangan, gumodang, mago’dang, ma’godang, magodangan, magodangtu,murgodang, murmagodang, murmurmagodang, targodang, tarumgodang, tartargodang, sagodang-godangna.

Pada bagian lain, pemakaian partikel sangat dominan. Partikel yang digunakan  antara lain: ba, bo, da, do, ke, le, ma, pe,te, dll. Dalam bahasa tutur (lisan) penggunaan partikel tersebut sering disingkat menjadi sebuah akronim, seperti  roson (ro ma ho tu son), kesi (kehe ma ho tu si), dll.

Bahasa Mandailing memiliki dialek yang sangat banyak dan dengan berbagai ragam bahasa antara lain: (1) hata andung dipakai pada upacara dan kesusasteraan; (2) hata bulung-bulung yaitu menggunakan lambang-lambang berupa daun-daunan tertentu (bladerentaal); (3) hata jampolak atau ata teas dipakai untuk caci- maki; (4) hata parkapur dipakai pada waktu meramu dan mencari kapur barus; (5) hata sibaso dipakai pada bidang keilmuan; dan (6) hata somal dipakai pada percakapan sehari-hari.

Itulah gambaran sekilas tentang Hata (bahasa) Mandailing.

 

Medan, 27 Maret 2009

Biodata penulis:

Mhd. Bakhsan Parinduri (Jasinaloan). Lahir 10 November 1964 di Tombang Bustak, Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing-Natal. Lulusan SD Inpres Tombang Bustak (1977), SMP Negeri 2 Kotanopan (1982), SMA Negeri Kotanopan (1985), Fakultas Sastra Jurusan Bahasa Universitas Sumatera Utara (1990), Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Medan Program Akta IV (2000).

Pengalaman mengajar: SMA Al-Azhar Medan (1990-1996), USU-asisten dosen Bahasa Indonesia dan Metode Penulisan Karya Ilmiah (1990-1998), IAIN-asisten dosen Bahasa Indonesia (1990-1994), SMA YPI Amir Hamzah (1996-2008), SMP/SMA Prime One School (2008-sekarang). Tentor (pembimbing) bahasa Indonesia BT/BS BIMAFIKA (1987-1990), BT/BS Alumni (1988-1990), BT/BS DAKWAH USU (1990-1996), BT/BS Al-Fitrah (1996-1998), BKB Adzkia (2006-sekarang).

Aktif menulis puisi dan cerpen sejak SMA. Puisi-puisi yang pernah dimuat antara lain di harian Mimbar Umum, Waspada, Buletin Mandailing ni Mandailing, dan  Tabloid Sinondang Mandailing. Menulis Modul Belajar Bahasa Indonesia di beberapa bimbingan belajar.

Dalam bidang organisasi menjadi pengurus KBSI dan HMI Fakultas Sastra USU, Parsarimpunan Kesenian Mandailing Bulan Tamba Tua, YAPEBUMA (Yayasan Pengkajian Budaya Mandailing), HIKMA (Himpunan Keluarga Besar Mandailing) Sumut, dewan redaksi Buletin Mandailing ni Mandailing dan  tabloid Sinondang Mandailing. Selain guru juga sering tampil sebagai pargordang/pargondang bersama group kesenian Mandaling Gunung Kulabu, Sinadoras, Parata Namalos, dan pemimpin Parsarimpunan Uning-Uningan Mandailing Sisunggul Lungun, dll.

 

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.