Artikel

Hentikan!! Jangan Gadaikan Aqidahmu dengan Perayaan Umat Lain

Oleh : Novida Sari
Ketua Forum Muslimah Peduli Mandailing Natal

 

Warga Nahdlatul Ulama (NU) di Surabaya, Jawa Timur ikut terlibat mempersiapkan kebutuhan perayaan Natal di Gereja Katolik Kristus Raja, Surabaya. Salah satu warga NU yang kerap disapa Ustaz Nur Kholis Saleh, ikut merangkai pohon Natal yang terbuat dari masker dan hand sanitizer. Ustaz yang juga pengurus PW ISNU Jawa Timur Bidang Pengkaderan ini mengatakan, Hari Raya Natal merupakan perayaan untuk semua umat, sebagaimana Idul Fitri (jatim.inews.id, 21 Desember 2020).

Bukan kali ini saja, umat Islam mengucapkan selamat dan berpartisipasi dalam perayaan di luar agamanya. PWNU Riau pernah menggelar yasinan bersama pada malam Natal (detiknews.com, 25 Desember 2019), Tokoh Muhammadiyah dan NU menghadiri perayaan Natal Nasional 2019 (tribunnews.com, 21 Desember 2019), Banser NU setiap tahun membantu penjagaan Natal, termasuk ucapan selamat dari para pejabat Muslim pemerintah mulai dari pejabat pusat sampai ke pejabat daerah atas nama toleransi.

Islam Agama Yang Terbukti Toleran

Islam sudah mempraktikkan makna Toleransi yang sesungguhnya semenjak awal kemunculan lebih dari 14 abad yang lalu. Islam telah mengajarkan untuk tetap bermuamalah dengan keluarga ataupun orang tua yang bukan beragama Islam. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam Alquran Surah Luqman ayat 15: “Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak kamu ketahui, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik”.

Islam melarang keras berbuat Zalim serta merampas yang bukan hak, sebagaimana Firman Allah SWT di dalam surah Al Mumtahanah ayat 8: “Allah tidak melarang kalian berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian dalam urusan agama dan tidak pula mengusir kalian dari negeri kalian. Sungguh Allah menyukai kaum yang berlaku adil”.

Bahkan Islam mengecam dan mengancam dengan keras pembunuhan terhadap kafir dzimmi, kafir musta’min dan mu’ahad. Sebagaiman sabda Rasulullah SAW, “Siapa saja yang membunuh seorang kafir dzimmi tidak akan mencium bau surga. Padahal bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun”. (HR An Nasa’i)

Hukum Merayakan Perayaan Agama Lain

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَىٰ وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Shabi’in, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima balasan dari Tuhan mereka, tidak ada kekuatiran di dalam hati mereka tidak tidak pula mereka bersedih hati” (TQS Al Baqarah : 62).

Ayat ini merupakan ayat yang paling sering digunakan sebagai hujjah oleh orang Liberal yang mengatakan semua agama itu sama. Padahal Allah SWT menggunakan kata (صَالِحًا ) tanpa menggunakan kata naqiroh ( ال ) yang berarti صَالِحًا di sini bukanlah melakukan syariat Islam. Sehingga mereka menjalankan syariat agama mereka bukan syariatnya Allah SWT sehingga jawaban Allah SWT (فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ ), maka mereka mendapat balasan dari Tuhan mereka, yang bukan Allah SWT.

Allah SWT berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَقُوۡلُوۡا رَاعِنَا وَ قُوۡلُوا انۡظُرۡنَا وَاسۡمَعُوۡا ‌ؕ وَلِلۡڪٰفِرِيۡنَ عَذَابٌ اَلِيۡمٌ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad) ‘Raainaa’ tetapi katakan ‘Unzhurna’ dan dengarlah. Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih”. (TQS Al Baqarah : 104). Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan berkata: “Allah SWT telah melarang orang-orang yang beriman untuk menyerupai orang-orang kafir dalam ucapan dan perbuatan mereka” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/149).

Ayat-ayat yang semakna ini banyak, yakni yang mengharamkan muslim tasyabbuh bil kuffar (menyerupai orang kafir) dalam perkataan dan perbuatan kaum kafir yang terkait dengan agama mereka, beberapa diantaranya Al Baqarah : 120, Al Baqarah : 145, Ali Imran : 156, Al Hasyr : 19, Al Jatsyiah : 18-19, dll.

Rasulullah SAW pun bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”. (HR Abu Dawud no 403). Hadits ini telah mengharamkan umat Islam menyerupai kaum kafir dalam perkara yang menjadi ciri kekafiran mereka (fi khasha ‘ishihim) seperti aqidah, ibadah, hari raya, pakaian khas, cara hidup mereka, dll

Merayakan hari raya agama lain haram hukumnya karena perbuatan ini termasuk menghadiri ataupum mempersaksikan suatu kebatilah ataupun kebohongan. Allah SWT berfirman,
…ٱلزُّورَ يَشْهَدُونَ لَا وَٱلَّذِينَ
Artinya : “Dan (hamba-hamba Tuhan yang maha Penyayang itu adalah) orang-orang yang tidak menghadiri suatu kebohongan…” (TQS Al Furqon : 72). Kata “az-zuur” itu sendiri menurut sebagian tabi’in seperti Mujahid, Rabi’ bin Anas, Ikrimah berarti hari-hari besar kaum musyrik atau kaum jahiliyah sebelum Islam (Imam Suyuti, Al Amru bi Al Ittiba’ wa An Nahyu “an Al-Ibrida’ (terj), hal. 91-95; M. Bin Ali Adh Dhabi’i).

Sehingga dapat ditegaskan bahwa haram hukumnya seorang muslim ikut merayakan hari raya orang kafir, perayaan yang paling dekat dengan umat Islam saat ini adalah perayaan agama Kristen, sehingga seorang Muslim yang ikut merayakan Natal, baik dengan mengikuti peribadatan maupun tidak seperti hanya mengucapkan Natal kepada mereka, memasang dan membantu menata pohon natal dan sebagainya.

Oleh karenanya kaum muslimin harus menghindari toleransi yang kebablasan ala pelaku dan ulama liberal yang bisa mengeluarkan kita dari aqidah Islam. Jangan sampai latah dengan fakta yang ada, karena bagi kaum Muslim pedoman hidup adalah Alquran dan Assunnah bukan fakta. Wallahu a’lam bishshawab.***

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.