Seputar Madina

Jaminan Pasaran Ubi Kayu

Monang Nasution 040413bbSIABU (Mandailing Online) – Meski upaya perluasan lahan ubi kayu mentok oleh SK 44, upaya harus tetap dilakukan untuk menyelamatkan industri keripik di Mandailing Natal (Madina).

“Petani harus dirangsang untuk memanfaatkan lahan-lahan yang masih memungkinkan untuk tanaman ubi kayu,” kata Ketua KTNA (Kontak tani Nelayan Andalan) Madina, Monang Nasution menjawab Mandailing Online, Kamis (4/4/2013).

SK 44 yang dimaksud adalah Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 44/Menhut-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Di Wilayah Provinsi Sumatera Utara Seluas ± 3.742.120, diterbitkan tahun 2005.

SK ini membuat banyak kawasan di Sumut termasuk Madina yang beralih status dari kawasan non hutan lindung menjadi hutan lindung. Di Madina terdapat sekitar 126 desa yang menjadi hutan lindung.

Dia meyakini, jika semua pihak mau serius, dimungkinkan lahan-lahan yang tersisa dari hujukan SK 44 di Madina, meski sedikit-sedikit masih mampu menyuplai kebutuhan ubi kayu bagi industri keripik maupun tape. Di sisi lain, perjuangan pembatalan SK 44 juga harus jalan.

Dan, jika tidak berurusan dengan modal dari bank, hitan lindung hunjukan SK 44 itu masih digarap petani. Hanya saja, rangsangan kepada petani yang perlu ditingkatkan. Sebab, masih terdapat petani yang mampu membuka kebun ubi kayu berskala luas dengan modal sendiri, tanpa suntikan bank.

Salah satu alternatifnya adalah harus ada jaminan pasar terhadap produk ubi kayu yang dihasilkan petani. Dalam hal ini, jika pasaran lokal banjir, jaminan pasaran ubi kayu ke luar daerah sudah harus disiapkan.

Diungkapkannya, menanam singkong yang berskala kecil keuntungannya tak akan mampu menghidupi kebutuhan keluarga petani. Di sisi lain jika luas tanaman singkong berskala besar, maka petani menghadapi persoalan pasar pengoperan saat panen.

“Contohnya, jika petani menanam di lahan satu hektar saja, dibutuhkan rentang waktu sekitar 4 bulan untuk menuntaskan pemanenan. Sebab, jika dipanen sekaligus, tak mampu pasar Madina menyerapnya. Alhasil petani merugi di sisi waktu,” jelasnya.

Kondisi ini menjadikan petani ubi kayu di Madina mengahadapi dilema. Akibatnya mereka menukar jenis tanaman dari ubi kayu ke tanaman jenis lain yang prospek pasarnya lebih menjanjikan.

“Bagaimana agar petani ubi kayu terangsang kembali, maka harus ada jaminan pasar yang mampu menyerap hasil panen mereka untuk sekali cabut (panen),” kata Monang.

Solusinya, lanjut Monang, harus ada upaya perluasan jaringan pasar ubi kayu ke luar Madina. Dalam hal ini, pemerintah daearah melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian harus melakukan terobosan. Membebankan persolalan ubi kayu ini kepada Dinas Pertanian saja tak akan cukup, harus ada keterlibatan secara lintas sektoral.

Upaya yang harus dilakukan, menurut Monang, pemerintah daerah harus berupaya melakukan dorongan terhadap instansi terkait untuk secara bersama melakukan terobosan pasar ini. Misalnya, mengajak Kamar Dagang dan Industri (Kadin) maupun Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) maupun organisasi lain untuk turut bermain dalam strategi pasar singkong ini.

Berdasar telusuran KTNA sendiri, banyak industri di kawasan Sumatera Utara yang sebenarnya justru kewalahan memperoleh ubi kayu sebagai bahan baku. “Contohnya, saya sudah pernah mendatangi salah satu pabrik di Siantar, mereka kekurangan pasokan ubi kayu sebagai bahan baku sekitar 600 ton per hari dari kebutuhan yang sebesar 800 ton dalam rencana pengembangan usaha,” ungkapnya.

Itu masih di Siantar, kebutuhan terhadap ubi kayu juga terjadi di sejumlah pabrik di Tebing Tinggi. Ini merupakan peluang jika Mandailing Natal mampu memberikan keyakinan kepada industri-industri yangb berbahan baku singkong.

“Peluang pasar itu sebenarnya sangat besar, tinggal bagaimana kita mensiasatinya agar terjadi kerjasama perdagangan dengan industri-industri di sana pada satu sisi, dan kita juga mampu meningkatkan produk ubi kayu yang kontiniu di sisi lain,” jelas Monang.

Jika peluang ini dimainkan, Monang yakin para petani ubi kayu akan kembali bergairah di Mandailing Natal. Sebab, selain serapan pasar lokal, petani juga akan memiliki pasar luar daerah.

Dengan demikian, kesulitan terhadap bahan baku singkong yang dialami para pelaku industri keripik di Mandailing Natal juga akan teratasi. (dab)

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.