Masa kejayaan Jeruk Huta Sibanggor yang sempat terkenal hingga ke Sumatera Barat agaknya kian hari kian mengalami kepunahan. Kekhasan rasa jeruk yang terbilang lebih manis dari jeruk kebiasaannya tersebut dikhawatirkan akan tinggal nama, akibat adanya hama CCPD atau jamur batang merah yang menyerang tanaman sejak 2001 dan hingga kini belum dapat diatasi. Wajar saja masyarakat yang selama ini bertani jeruk di kawasan tiga desa yakni, Simbanggor Julu, Simbanggor Toga, dan Simbanggor Jae mulai dilanda keresahan. Pasalnya, tanaman jeruk yang sempat dijadikan andalan mata pencarian, kini tidak lagi hidup subur akibat serangan jamur batang merah, “Kalau dulu lahan sepuluh hektar saya tanami jeruk, bahkan jika panen kami bisa menjualnya sampai ke Jakarta,”.kenang Baharuddin, salah seorang petani jeruk. Menurut Baharuddin Nasution (45) yang juga sebagai Ketua Kelompok Tani Desa Simbanggor Julu karena serangan hama jamur batang merah ia kini hanya menanam jeruk hanya beberapa batang saja yang ditaman di sekitar rumahnya dan itu pun sangat jarang berbuah. Padahal menurut Baharuddin, sekitar tiga tahun lalu mereka menanam jeruk paling sedikit satu sampai dengan dua hektar dan hasilnya sangat memuaskan. “Sejak munculnya hama tersebut, setiap kali kami menanam namun belum cukup umur, jeruk itu kering dan lama-kelamaan mati dan saat itu. Kejadian ini kami konsultasikan dengan Dinas Pertanian di Penyabungan dan setelah adanya hasil dari penelitian, hama yang menyerang bernama CCPD atau Jamur batang merah atau api namun sampai saat ini belum juga tertanggulagi,” jelas Baharuddin. Meskipun dalam keterpurukan namun harapan untuk kembali mengulang gernilangnya tanaman jeruk masih belum sirna, maka beberapa petani masih berusaha untuk melestarikan beberapa pohon jeruk untuk dijadikan bibit yang mereka yakini akan dapat menanam kembali dalam jumlah besar.
Harapan yang dinanti ternyata datang juga dengan adanya bantuan pihak Pemerintahan melalui Dinas pertanian Kab. Mandailing Natal yang memberikan sejumlah bibit, namun sayangnya bantuan itu belum memiliki manfaat yang besar. Persoalannya, untuk kembali menanam jeruk dengan jumlah besar bukan kebutuhan bibit semata yang dibutuhkan namun bagaimana pemerintah terelebih dahulu dapat menanggulagi penyakit yang menyerang tanaman jeruk mereka. Sebenarnya menurut Baharuddin yang mewakili para petani lainnya, ia sudah berulang kali mengadukan hal ini kepada intansi yang berwenang namun respon dari pemerintah sangat lamban bahkan terkesan seperti tidak mempedulikannya, “Saya sudah melaporkan hal ini ke Dinas Pertanian, tapi sampai sekarang belum tanda-tanda dinas pertanian yang menanganinya secara serius, apakah memang mereka tidak memiliki keahlian dalam menanggulangi hama jamur api itu” ungkap Baharuddin dengan nada bertanya.
Alihfungsi
Akibat serangan hama jamur api yang belum dapat ditanggulagi, terpaksa para petani saat ini banting stir untuk menanami lahannya dengan tanaman lain. Saat ini banyak petani di Desa Sibanggor Julu beralih ke tanaman keras seperti karet dan coklat . Masing-masing bisa mencapai 1/4 s/d 1 ha yang mereka tanam. Baharuddin sendiri telah menanam karet dan coklat sekitar satu hektar. Hanya saja, alihpungsi tanam itu belum juga menunjukkan hasil yang maksimal, “Karena baru beberapa bulan ini saya beralih ke karet dan coklat, sebelumnya saya menanam tanaman muda, seperti cabe, tomat dan lainnya, namun karena cabe kami juga terserang penyakit daun keriting, saya menghentikan tanaman tersebut,” keluh Baharuddin.
Tanaman alih fungsi ke cabe sebenarnya boleh dibilang sempat berhasil namun kondisi itu tidak bertahan lama akibat kembali datangnya serangan hama. Baharuddin bersama petani lainnya sempat beralih ke tanaman cabe dan Baharuddin sendiri memiliki tiga rante atau 500 batang pohon cabe, dan dari tanaman itu dia bisa menghasilkan 2 juta setiap kali panen. Keberhasilan itu pula yang akhimya menggairahkan para petani lebih meningkatkan tanaman cabe dengan skala besar bahkan hingga sampai 40 ha. Dan pada musim panen mereka bisa meraup hasil sampai 20 ton perminggu. Namun lagi-lagi hama kembali datang menyerang hingga tanaman cabe yang sempat memberikan nadi kehidupan mereka kembali gagal panen.
“Dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini hasil cabe kami hanya bisa menghasilakan empat ratus kilogram per-minggunya. Jelas harga jual pun sangat merosot karena serangan hama banyak cabe yang membusuk atau mengecil,” tutur Baharuddin kesal. Agaknya perjuangan Baharuddin bersama teman petani lainnya sudah cukup maksimal namun apa daya nasib keberuntungan belum berpihak pada mereka. Meskipun demikian, Baharuddin bersama kelompok tani lainnya tetap berharap untuk mencari jalan keluar agar bisa kembali menanam jeruk sebagai mata pencarian mereka yang juga sekaligus membawa nama harum Huta Sibanggor sebagai penghasil jeruk bermutu baik. “Kami berharap kiranya peran pemerintah dalam hal ini harus serius, sebab jeruk Sibanggor harus tetap menjadi primadona di desa ini. Kami tidak ingin jeruk sibanggor hanya tinggal nama nantinya dan tentunya akan membawa kematian bagi kami” harap Baharuddin.