Artikel

Kebijakan Blunder, Watak Asli Sistem Demokrasi

Oleh: Ross A.R
Aktivis Dakwah Kota Medan

Para penguasa negeri seakan bebas bertindak apapun, ironisnya para penguasa yang dimana mereka seharusnya mengeluarkan kebijakan yang adil dan tidak ada ketimpangan sosial. Namun tak heran jika para penguasa saat ini mengeluarkan kebijakan itu sesuai pesanan dan sesuai keinginan. Baru-baru ini undang-undang baru bahwa KPK dilarang menyelidiki dan menangkap direksi dan komisaris BUMN yang terbukti korupsi. Tentunya ini sangat menciderai hukum di negeri ini, dimana maling ayam dipenjarakan dan babak belur, sementara maling berdasi tak bisa disentuh hukum, ini menunjukkan hukum di negeri ini tajam ke bawah namun tumpul ke atas.

Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini semakin terbatas. Dengan diubahnya UU nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN. Bahwa KPK tidak dapat menangkap anggota direksi, komisaris hingga dewan pengawas BUMN yang terlibat korupsi berdasarkan Undang-undang no 1 tahun 2025 tentang BUMN. Tentunya KPK harus mengkaji lebih dalam terkait UU BUMN yang baru, khususnya terkait subtansi terkait direksi maupun komisaris dalam regulasi itu bukan penyelenggaraan negara.

Kebijakan blunder tersebut tentunya sangat menciderai hukum di negeri ini, maling berdasi diberikan perlindungan hukum dengan perubahan UU tersebut. Dengan disahkannya UU baru KPK tidak akan bisa menangani kasus korupsi yang berada di instansi BUMN, UU BUMN tentunya mengesampingkan UU KPK yang sifatnya lebih umum dalam konteks pengelolaan korporasi dan masalah pelanggaran hukumnya. Sejak UU tersebut disahkan maka KPK tidak berwenang menangani dugaan ataupun kasus korupsi di BUMN, baik itu bos BUMN, komisaris dan jajarannya. Inilah watak asli dari sistem demokrasi, hukum pun bisa dipermainkan mereka yang beruang, sejatinya tumpul ke atas dan tajam kebawah.

Berbeda jauh dengan sistem Islam,  korupsi adalah tindak kriminal pencurian uang. Islam akan menerapkan potong tangan bagi siapa saja yang mencuri dengan nilai yang ditentukan. Dalam Islam sendiri koruptor dianggap sebagai pengkhianat besar, bahkan lebih buruk daripada pencuri biasa karena merugikan banyak orang bahkan negara. Bagi koruptor bisa diberikan sanksi hukuman mati jika besarnya kerugian dan kerusakan yang disebabkan olehnya. Hukum dalam sistem Islam tentunya sesuai dengan fitrah manusia, karena hukum yang diterapkan dari Al-Qur’an dan As-sunah. Karena hukum dalam Islam bersifat Jawazir (pencegah) dan jawabir (penebus).***

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses