Editorial

Ketika Anatra Tak Hiraukan Nyawa Penumpang, Siapa Bertangungjawab?

Kecelakaan demi kecelakaan yang merenggut nyawa penumpang angkutan umum Anatra di Mandailing Natal (Madina) terus terjadi. Jika dirunut, kecelakaan umumnya terjadi di pagi jam berangkat anak-anak ke sekolah, siang aplusan murid sekolah dan sore pulang sekolah.

Dan para korban, selain penumpang dewasa dan kenderaan lain yg kontra dengan Anatra, juga didominasi pelajar.

Peristiwa Anatra meneyeruduk tebing jalan di jalur Lintas Sumatera (jalinsum) titik Saba Purba sekitar dua pekan lalu juga menewaskan seorang santri Mustofawiyah Purba Baru. Jauh sebelumnya, seorang ibu rumah tangga yang mengantar anaknya ke sekolah harus meregang nyawa akibat sepeda motornya laga kambing dengan Anatra di titik Dalan Lidang.

Hari ini (Senin, 20/1/2014) seorang ibu rumah tangga di Desa Lumban Pinasa, Siabu harus meregang nyawa dihimpitan badan Anatra akibat sepeda motor yang dikendarai anak perempuannya tabrakan dengan Anatra.

Sungguh ironi. Sudah menjadi pemandangan rutin tiap hari angkutan umum Anatra ugal-ugalan berkecepatan bak peluru meliuk-liuk menyalib kenderaan lain tanpa memikirkan keselamatan umum.

Parahnya, anak-anak sekolah justru banyak bergelayut terayun-ayun hanya mengandalkan pegangan tangan di luar bodi kenderaan ditengah kecepatan tinggi kenderaan.

Di mata supir, anak-anak sekolah sepertinya sudah tak memiliki nyawa. Penumpang itu seolah buah tomat yang tak berharga.

Umpatan pengguna jalan raya juga sudah rutinitas sehari-hari terhadap supir angkutan umum Anatra yang ugal-ugalan di jalan raya.

Ini harus dihentikan, jika kita masih mengharagia nyawa dan masa depan para anak sekolah. Para orang tua juga sudah lama “jantungan” memikirkan keselamatan anaknya. Mereka tak punya kenderaan pribadi, hanya mengandalkan jasa angkutan umum bagi anak-anak mereka.

Sikap tak bertangungjawab para supir ini tak bisa dihentikan para orang tua. Karena para orang tua tak memiliki asosiasi sebagai kekuatan tekan menghentikan tabiat para supir.

Lalu kepada siapa mereka berharap? Hemat kita, pihak Organda (Organisasi Angkutan Daerah), Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resort, para pemilik angkutan adalah pihak-pihak paling terkait dengan ini. Ketiga pihak ini harus memiliki kesatuan kebijakan yang integral dalam meredam tabiat para supir angkutan umum penumpang tersebut.

Ketiga pihak itu memiliki peran vital dan daya tekan terhadap para supir. Saatnya harus dimulai, saatnya kita memikirkan keselamatan para penumpang yang umumnya didominasi anak-anak sekolah. Kami, para orang tua menunggu. (Pemimpin Redaksi)

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.