Artikel

Ketika Pelita Tak Menerangi Gulita

Oleh: Nurasiah Lubis, S.Pd
Ibu rumah tangga, tinggal di Tapsel

Cahaya menerangi kegelapan, penunjuk jalan di kala gelap. Kita sangat membutuhkan cahaya untuk melihat segala sesuatu, begitulah perumpamaan seorang guru bak pelita penerang di dalam gulita.

Menurut Imam al~Ghazali Guru merupakan Siraj (pelita) segala zaman, orang yang hidup semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya keilmuannya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) guru adalah seorang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.

Dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Pasal 1 ayat 1).

Dalam bahasa arab guru sama dengan ustadz, muddaris, muallim, muadib, murabbi: kata-kata tersebut secara keseluruhan mengacu kepada orang yang memberikan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada orang lain.

Seorang guru harus kita muliakan karena Allah berfirman dalam Alquran yang artinya Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. [TQS. al~Mujadalah: 11]

Dari ayat tersebut Allah menyampaikan kepada kita bahwa Allah sungguh akan meninggikan kedudukan orang-orang yang berilmu beberapa derajat, jadi sudah sepantasnya kita memuliakan profesi seorang guru sebagai pengajar dan pendidik.

Rasulullah saw. juga bersabda: Sesungguhnya Allah SWT, Malaikat- malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, hingga semut dalam lubangnya dan ikan dalam lautan, bershalawat  (mendoakan) para pendidik manusia kepada kebaikan.[HR. Tirmidzi]

Dalam hadis Nabi saw. yang lain: Tinta para ulama lebih tinggi nilainya daripada darah para Shuhada. [HR. Abu Daud dan Tirmidzi]

Sungguh mulia profesi seorang guru sebagai pengajar dan pendidik, namun muliakah guru kita hari ini?

Ketika kita melihat fakta yang ada di Indonesia saat ini, dengan keadaan guru honorer yang begitu banyak degan gaji yang tidak mensejahterakan. Ada ribuan guru honorer di Indonesia dengan gaji Rp 200.000 – 300.000/bulan. Nasib mereka berbeda dibanding guru dengan status PNS. Bahkan, di tahun 2020 masih ada guru honorer yang digaji RP 100-150 ribu perbulan dan ini pun diberikan secara rapel 3 bulan sekali pada saat dana BOS dicairkan, ungkap wasekjen FSGI Fahriza Martha Tanjung. (suara.com).

Selain dari gaji honoror yang sangat memprihatinkan, beberap guru honor juga kerap mengalami perjuangan yang tidak begitu mudah karena harus melewati berbagai rintangan, mulai dari gunug, rimba, lautan, pantai dan sungai atau lebih akrab di telingan dengan sebutan (GURILAPS).

Kesulitan itu harus dialami oleh Dasep Hermawan (31) seorang guru honorer di SDN Walantara, kampung Walantara, Desa Tanjolaut, Kecamatan Cidadap Kabupaten Sukabumi. Dasep terjatuh dari atas motor ketika melewati sungai Cikidang untuk sampai di kantor Dinas Pendidikan Kecamatan untuk menyampaikan laporan kinerja. Dasep menjelaskan, ia terjatuh dari motor karena ban motor terbawa arus sungai dan kakinya menginjak lubang di sungai sehingga ia terjatuh dan basah kuyup, beruntung ia tidak terbawa arus sungai yang cukup deras. Dasep mengabdikan diri sebagai guru honorer sudah sekitar 13 tahun. (tribunnews.com,sukabumi)

Dari beberapa fakta yang ada saat ini bahwa guru tidak lagi menjadi pelita dalam gulita, karena mirisnya nasib yang mereka alami guna untuk mendidik anak bangsa, namun pengorbanan yang mereka berikan tidak sebanding dengan apa yang mereka dapatkan.

Kondisi tersebut tentu bertolak belakang dengan Islam, karena tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk kepribadian Islami. Maka para guru yang dicetak sistem Islam adalah guru yang bertakwa.

Ke-profesional-an seorang guru terbentuk dengan diwujudkannya kurikulum pendidikan Islam yang dijabarkan dalam tiga komponen materi pokok yaitu Pembentukkan Kepribadian Islam (Syakhsyiyyah Islamiyyah), Penguasaan tsaqafah (pemahaman) Islam dan Penguasaan ilmu kehidupan (sains dan teknologi), sehingga guru-guru dalam islam punya ilmu yang sangat mumpuni untuk membentuk kepribadian islam dalam diri setiap pelajarnya.

Tidak hanya itu kesejahteraan seorang guru juga dijamin dalam sistem pendidikan islam, mereka tidak akan disengsarakan dengan gaji yang sedikit, bahkan para guru akan mendapatkan gaji sesuai dangan kemampuan dan profesinya sebagai tenaga pengajar dan pendidik.

Ad-Dimsyaqy mengisahkan dari al-Wadliyah bin Ataha bahwa Umar bin Khathab memberikan gaji kepada tiga orang guru yang mengajar anak-anak di kota Madinah masing-masing sebesar 15 dinar setiap bulan, 15 dinar (1 dinar=4,25 gram emas) Jika 1 gram emas Rp 500,000 maka 1 dinar berarti setara dengan Rp 2,1255,000. Artinya, gaji seorang guru adalah 15 (dinar) X Rp 2,1255,000 = Rp 31,875,000. Jika gaji seorang guru seperti yang disebutkan diatas maka guru tidak bersusah payah untuk sejahtera. Sistem pendidikan islam menghargai Pendidikan dan mensejahterkan Guru.

Kemudian pertanyaannya, bagaimana kita mewujudkan sistem pendidikan islam tersebut? Hanya ada dengan satu cara yaitu mengembalikan kembali kehidupan islan dengan cara berdakwah atau menyampaikan kebenaran kepada setiap orang sehingga sama-sama memahami pentingnya sistem islam untuk diterapkan tidak hanya akan mensejahterakan guru, bahkan hewan yang hidup dalam sistem tersebut akan terlindungi. Semua manusia akan hidup dalam naungan islam, dimana hanya aturan islam yang diterapakn yang UUD berasal dari sang maha pencipta yaitu Allah swt. Wallohu a’lam.

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.