Pandangan Bupati Dan Ketua DPRD Madina
Catatan: Dahlan Batubara
Bupati Madina, Hidayat Batubara dan Ketua DPRD Madina, As Imran Khaitamy Daulay memiliki pandangan yang sama dalam mengatasi polemik tambang rakyat di Mandailing Natal (Madina).
Pandangan kedua pucuk pimpinan itu memperlihatkan bahwa diperlukan konsesi lahan dari wilayah kontrak karya PT. Sorikmas Mining untuk dikelola sebagai tambang rakyat.
Solusi ini diharapkan dapat menghentikan konflik di lokasi tambang rakyat di satu sisi, dan di sisi lain PT.Sorikmas Mining selaku investor merasa nyaman berusaha.
Pandangan dan Sikap Bupati
Bupati Madina pada Jum’at 8 Pebruari 2013 lalu menyatakan bahwa ada jalan keluar untuk mengetasi dilema tambang rakyat tersebut, jika semua kalangan memiliki keinginan yang positif.
Keberadaan tambang emas yang diusahai rakyat di perbukitan Huta Bargot maupun di Naga Juang memiliki dilema yang rumit. Di satu sisi, titik tambang itu sebagian berada di hutan lindung dan sebagian besarnya berada di wilayah Kontrak Karya PT.Sorikmas Mining.
Di sisi lain, ribuan rakyat Mandailing Natal sudah terlanjur menggantungkan pendapatan keluarga dari bertambang, baik sebagai pemodal, karyawan maupun warga yang mendapatkan rezeki dari lobang-lobang tabang yang ditinggalkan pengelola.
Dilema ini menempatkan posisi pemerintah daerah pada situasi sulit. Sebab, pemerintah daerah tidak berwenang melakukan intervensi semisal mengeluarkan peraturan daerah tentang pengaturan tambang rakyat di perbukitan Huta bargot itu, karena lokasinya berada di dalam kuasa Kontrak Karya PT. Sorikmas Mining yang diberikan pemerintah Indonesia.
Membiarkan tambang rakyat ini terus berjalan tanpa aturan dan kepatuhan pada standar pertambangan, jelas akan menimbulkan korban-korban jiwa yang tentunya tak bisa terus dibiarkan pemerintah daerah.
“Tambang ini dilema, namun kita tidak boleh biarkan. Kita harus matang, fikirkan langkah-langkah apa yang harus kita ambil,” kata bupati.
Disebutkannya,banyak daerah di Indonesia yang dilema tambang rakyatnya sama dengan situasi Huta Bargot. Contohnya di Manado. Di sana ada perusahaan tambang emas, tetapi masyarakatnya juga bisa menambang secara berdampingan.
“Dan saya sudah bicara dengan para pimpinan DPRD Madina, coba kita lakukan study banding dulu, bagaimana mereka (Manado) mengelola ini sehingga bisa sama-sama berjalan,” ungkap bupati.
Pada prinsifnya, bupati melihat tambang rakyat tersebut memiliki dampak positif terhadap laju pendapatan penduduk, dan dimensi kearifan lokal yang mampu membawa harapan bagi kemajuan ekonomi warga.
Namun, pemerintah daerah juga memiliki batasan-batasan di ranah aturan hukum yang berlaku di Indonesia yang tentu tidak mungkin dilanggar oleh pemerintah daerah. Oleh karenanya, bupati melihat harus ada kemauan semua pihak untuk meretas dilema ini.
“Perlu digaris bawahi, bahwa pemerintah daerah mengedepankan azas kearifan lokal, tapi pemerintah daerah juga diharuskan untuk taat pada peraturan. Nah, ini dilema itu,” sebut bupati.
Mengikuti pola di Manado, bupati yakin bahwa tambang rakyat bisa dibina dan memiliki legalitas sehingga dapat dikelola dengan baik serta mengikuti standar pertambangan yang dianjurkan berdasarkan aturan yang diikat oleh peraturan daerah.
“Saya bersama dengan Kapolres sudah bertemu beberapa waktu yang lalu dengan pihak PT. Sorikmas Mining agar sebagian wilayahnya diberikan untuk usaha tambang rakyat. Dan mereka menyambut dengan baik,” ungkap bupati.
Hanya saja, pihak PT. Sorikmas Mining meminta komitmen pemerintah daerah untuk menjamin tidak ada penjarahan kelak ke wilayah tambang mereka oleh warga penambang jika konsesi lahan itu diberikan perusahaan itu kepada daerah.
Jika konsesi lahan itu diberikan oleh PT. Sorikmas Mining, pemerintah daerah tinggal menggodok payung hukumnya dengan DPRD Mandailing Natal.
Pandangan Ketua DPRD Madina
Pada Minggu 24 Maret 2013 lalu, Ketua DPRD Madina Imran Khaitamy menyatakan, untuk menyelesaikan persoalan-persolan tambang di Madina, termasuk Naga Juang, harus ada upaya serius dan konkrit dari pemerintah daerah bersama seluruh pihak.
Paling tidak ada dua yang harus dikejar, pertama mendorong pemerintah pusat melepaskan sebagian wilayah kontrak karya PT.Soriukmas Mining untuk dijadikan tambang rakyat.
Kedua, pemerintah daerah dan muspida duduk bersama dengan Sorikmas Mining membahas konsensi lahan untuk dijadikan tambang rakyat. Ini jika sekiranya pemerintah pusat tidak meresfon permintaan pemerintah daerah atau pemerintah pusat menyerahkannya kepada pemerintah daerah.
Menurut Imran, masalah yang selalu timbul dalam tambang ini, meski tersulut oleh kehadiran investor pertambangan, tetapi intinya hanya persoalan tuntutan terhadap kearifan pemerintah daerah agar segmen-segmen ekonomi yang ada, meliputi penambang dan pemilik tambang merasa terayomi oleh kearifan lokal.
Maksud kearifan lokal, kata Imran, adalah duduk bersama pemerintah daerah dengan pihak Sorikmas Mining dan masyarakat yang diwakili DPRD untuk urun rembuk mendorong pemerintah pusat agar memberikan konsesi lahan bagi tambang rakyat.
“Disitu dirumuskan hal-hal yang penting yang memberikan peluang pada segmen-segmen ekonomi untuk dapat berdampingan dan saling menguntungkan,” katanya.
Poin-poin yang dirumuskan, pertama mendorong atau meminta pemerintah pusat untuk mengevaluasi kontrak karya Sorikmas Mining yang bisa memberikan peluang konsensi lahan kepada daerah untuk tambang rakyat.
Dalam hal ini, kemampuan negosiasi kepala daerah sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan lobi ke pemerintah pusat tersebut. Termasuk diantaranya argumen menyangkut pisikologi, sosial, budaya serta issu keamanan investasi.
“Kemungkinan pemerintah pusat akan setuju. Tinggal di daerah saja yang selanjutnya menyediakan perangkat-perangkatnya (regulasi dan teknis) yang bisa menampung perkembangan baru tersebut,” imbuhnya.
Nantinya, menurut Imran, polanya bisa beberapa ragam. Bisa saja kelompok-kelompok tambang rakyat itu dibina oleh satu wadah semisal koperasi. Atau bisa juga pembinaannya oleh pihak Sorikmas Mining, seperti pola plasma.
Jika ini terrealisasi, maka pelaku-pelaku ekonomi bisa nyaman beraktivitas. Di satu sisi pihak Sorikmas Mining tidak selalu akan tertuduh tak mampu berdampingan dengan rakyat di mata pemerintah. Sisi lain, tambang rakyat akan hidup dan tak bermasalah dengan investor.
“Kemudian, tentunya pemerintah daerah juga akan mendapatkan PAD (pendapatan asli daerah) dari retribusi atau pajak yang berasal dari tambang rakyat itu,” katanya.
Apabila pemerintah pusat tidak setuju dengan permintaan pemerintah daerah tersebut, atau pemerintah pusat menyerahkannya ke daerah, maka langkah yang ditempuh adalah pemerintah daerah melakukan negosiasi dengan PT.Sorikmas Mining soal konsesi lahan untuk tambang rakyat.
Dalam hal ini, target yang akan dikejar adalah MoU (Memorandum of Understanding) antara pemerintah daerah, PT. Sorikmas Mining dan warga penambang. Sorikmas Mining bisa memperkenankan tambang rakyat di lahan konsesi dengan ketentuan yang akan ditetapkan, baik luas maupun tingkat kedalaman tambang rakyat serta aturan bisnis emasnya yang harus dipatuhi bersama.
“Intinya, pemerintah harus mampu menjamin kenyamanan investor (PT.Sorikmas Minung) di satu sisi, dan peluang aktivitas bertambang untuk rakyat di sisi lain,” lanjut Imran.
Di sisi lain, meski Pemkab Madina akan melakukan study banding tentang tambang rakyat, menurut Imran, boleh-boleh saja. Hanya saja, persoalan yang selama ini menyelimuti tambang rakyat dan desa-desa lingkar tambang sekitar wilayah PT. Sorikmas Mining di Madina adalah lemahnya tingkat resfonsibilitas pemerintah daerah.
Misalnya perda tambang rakyat terbit, dikhawatirkan tidak sinergis sinkronisasinya di tingkat lapangan, itu mengingat lemahnya resfon-resfon Pemkab Madina selama ini dalam menampung aspirasi dan perkembangan di lapangan.
Perda tambang, menurut Imran, tak sulit diterbitkan. DPRD jauh-jauh hari bisa menerbitkannya atas inisiatif legislatif. Tetapi, masalahnya bukan pada perda, melainkan lemahnya gerakan, pola dan tingkat pengayoman pemerintah daerah di lapangan.
Oleh karenanya, harus diperkuat dan disinergiskan terlebih dahulu pola penanganan, gerak refon, pola pengayoman serta semangat kebersamaan dan satu kesatuan yang utuh di segala lini agar regulasi yang akan dilahirkan kelak bisa bersinergis menggerakan tambang rakyat secara dinamis dan rapi.***