Artikel

Kontradiktif Rezim Sekuler, Ajarannya Ditolak Dananya Ditarik

Oleh: Nelly, M.Pd
Akademisi dan Pemerhati Masalah Keumatan, tinggal di Sidikalang

Negeri kaya raya itu bergelar sebagai bumi gemah rifah loh jinawi, apa yang tak ada bumi pertiwi ini. Hutannya terhampar menyimpan kekayaan alam yang tak terhitung jumlahnya. Laut, sungai, danau, teluknya terbentang luas memiliki keaneka ragaman hayati yang tak ternilai. Kiranya dengan setumpuk sumber daya alam melimpah ini, tentunya negara akan dengan mudah mengurus negeri ini dan membiayai seluruh keperluan negara termasuk memenuhi kebutuhan rakyatnya.

Namun semua sungguh bertolak belakang dengan fakta yang ada, ironi negeri ini sekarang dililit utang menggunung, ekonomi kolaps dan bahkan untuk membiayai bangsanya saja negara mesti narik pajak kepada rakyat. Seakan kehabisan kreatifitas dari para punggawa dalam mengelola APBN dan menghasilkan harta untuk kelola negeri, hingga tercetus program baru wakaf uang dari umat Islam.

Seperti dilansir dari laman berita ARAHKATA, Presiden Joko Widodo meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) pada Senin, 25 Januari 2021. Acara peluncuran tersebut berlangsung di Istana Negara, Jakarta, dan diikuti sejumlah hadirin secara virtual. Dalam sambutannya, Presiden yang juga bertindak selaku Ketua Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) menjelaskan bahwa pemerintah terus berupaya mencari jalan untuk mengurangi ketimpangan sosial dan mewujudkan pemerataan pembangunan di seluruh pelosok Tanah Air.

Salah satu langkah tersebut ialah melalui pengembangan dan pengelolaan lembaga keuangan syariah. Sementara pada peluncuran GWNU, Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengungkapkan, potensi wakaf uang di Tanah Air mencapai Rp 180 triliun.

Potensi yang besar tersebut karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan memiliki tingkat kedermawanan yang tinggi. Terkait peluncuran GNWU dan Brand Ekonomi Syariah 2021 ini, pemerintah melalui Kementerian Keuangan menargetkan dapat membangun sejumlah sarana infrastuktur senilai Rp 597 miliar yang berasal dari dana wakaf.

Program kebijakan wakaf uang tersebutpun mendapat tanggapan dari berbagai pihak, dilansir dari laman berita GALAMEDIA, Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid (HNW) mengeritik terhadap Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU), yang diluncurkan Pemerintah. Wakil Ketua MPR RI ini menilai apa yang dilakukan rezim Jokowi sangat bertolak belakang dengan sikap politiknya. Terutama menyangkut Islam. HNW pun sepakat dengan apa yang disampaikan Rizal Ramli terkait hal itu. Kebijakan itu kontradiktif, karena satu sisi berharap dana umat, tapi sisi lain tidak suka politik Islam (28/1/2020).

Senada dengan HNW, dilansir dari laman BeritaHits.id, Ustaz Tengku Zulkarnain kembali memberikan kritik pedas untuk gerakan wakaf uang yang baru-baru ini dicanangkan oleh presiden. Tengku Zul menegaskan bahwa wakaf adalah salah satu bentuk syariat Islam dan mengingatkan agar tak jadi ajaran lintas agama. Lewat beberapa cuitan di akun Twitternya, Tengku Zul menyebut tugas utama negara adalah mengentaskan kemiskinan dengan APBN. Wakaf, menurut Tengku Zul selayaknya dikelola oleh umat dan ormasnya untuk umat Islam (27/1/2021).

Iya, politik yang dimainkan rezim hari ini memang sangat terlihat kontradiksi yang selalu terulang. Lebih ironi lagi, dana umat ingin dihimpun baik dana haji, zakat, wakaf, umrah, namun di sisi lain ajaran Islam khilafah ditolak bahkan dituduh ajaran radikal, ulamanya dikriminalisasi hingga dipenjarakan.

Bahkan yang dikhwatirkan, jika dana umat itu disedot untuk digunakan pemerintah, yang terjadi justru akan ada penyelewengan.

Apalagi banyaknya korupsi yang dilakukan oknum dalam menggerogoti uang negara dan uang rakyat. Seperti korupsi kondensat, jiwasraya, asabri, bpjs tenaga kerja, bansos termasuk untuk disabilitas.

Ironi Negeri Demokrasi Sekuler

Hari ini di tengah ketidakpastian hidup, kemiskinan merajalela, pekerjaan sulit, pandemi belum berakhir. Umat digerogoti dengan isu radikalisme, teroris, islamofobia, umat malah diminta wakaf uang.

Sementara keimanan dan ketakwaan umat tak diurus negara. Lebih parah lagi dalam kehidupan serba sekuler, Islam selalu dijadikan kambing hitam dan tertuduh. Mereka yang lantang menyuarakan kebenaran dipersekusi, kriminalisasi ulama telanjang terjadi, ketidakadilan jadi tontonan sehari-hari.

Andai saja para pemimpin negeri ini mencontohkan kepedulian terhadap agama dan meyakinkan bahwa kesemuanya ini adalah bagian untuk menegakkan agama dan memberikan kebaikan bagi semua umat. Maka tanpa perlu meminta saja rakyat sudah pasti inisiatif membantu dan mengumpulkan segenaf kemampuan, sumbangsih dan kekuatan untuk negeri ini.

Sudah saatnya negeri ini introspeksi, apa sebenarnya yang menjadi masalah bangsa ini.

Jangan Islam yang selalu dijadikan masalah, yang menista Islam didiamkan, yang hina Islam bebas berkeliaran sementara ulama hanif dan selalu melakukan kebaikan untuk negeri malah dipenjara. Para pendakwah dipramming negatif, dikatakan radikal, intoleran.

Bahkan yang menyedihkan negeri mayoritas Muslim ini menolak syariat Islam.

Ajaran Islam dimonsterisasi seakan seburuk-buruk sistem. Padahal sejarah telah menorehkan tintah bahwa umat di bawah kepemimpinan Islam hidup damai, sejahtera, merasakan keadilan, makmur, dan ini berlangsung bukan setahun dua tahun namun ratusan tahun lamanya.

Mengapa juga Islam dan umatnya selalu tertuduh makar, intoleran, anti kebhinekaan? padahal umat Islam adalah kaum yang paling peduli pada negerinya. Siapa pahlawan yang mengusir penjajah? bukankah mereka umat Islam, ulama dan santri? jangan ditanya umat Islam tentang perjuangan membela tanah air, sebab merekalah rela korbankan harta, bahkan nyawa, andai diperlukan melindungi negeri yang menjamin tegaknya agama mereka.

Wallahu a’lam bis showab

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.