Berita Nasional

KPK Menunggu, Poldasu dan Kejatisu Mempersilakan


Ambil Alih Kasus Korupsi Besar yang Mandeg

JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memberikan sinyal kesiapannya untuk mengambil alih perkara-perkara dugaan korupsi yang mandeg di kejaksaan dan kepolisian di Sumatera Utara. Juru Bicara KPK Johan Budi menjelaskan, pengambilalihan akan dilakukan jika prosedurnya terpenuhi.

Dijelaskan Johan, kasus dugaan korupsi yang bisa diambil alih KPK adalah kasus yang saat dimulainya penyidikan, KPK menerima laporan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

“Pengambilalihan ada mekanismenya. Sudah ada SPDP-nya belum? Kalau sudah ada, kita bisa ambil alih dengan catatan, mereka sudah menyatakan merasa tidak bisa. Kalau tidak ada SPDP-nya, ya kita tak bisa tahu apa kasusnya dan bagaimana perkembangan penanganannya,” ujar Johan Budi kepada koran ini di gedung KPK, Jakarta , kemarin (22/11).

Johan memaparkan, jika kasus yang tersendat-sendat penanganannya itu ada SPDP-nyan
maka akan dilakukan supervisi. Mekanisme supervisi ini didahului dengan ekpos perkembangan penanganan perkara di gedung KPK. Dari ekpose itu akan diketahui apa saja hambatan-hambatannya sehingga prosesnya tersendat-sendat.

“Kalau sudah tahu apa hambatannya, kita tanya apa yang bisa kita lakukan. Ekspose itu bagian dari fungsi supervisi,” terang Johan.

Dalam kesempatan yang sama, Johan mengakui, memang banyak kasus dugaan korupsi yang terjadi di wilayah Sumut. Yang sedang ditangani KPK adalah kasus Langkat dengan tersangka Syamsul Arifin, kasus dugaan korupsi dana bencana di Nias dengan tersangka Bupati Nias Binahati B Baeha, dan kasus dugaan korupsi APBD Pematangsiantar.
“Untuk Pematangsiantar kasus APBD 2007-2008, saat ini masih tahap penyelidikan,” terang Johan.
Terkait dengan fungsi supervis, kemarin Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto menjelaskan, supervisi oleh KPK bisa langsung dilakukan dengan pihak kepolisian dan kejaksaan. Alasannya, kata Bibit, memang sudah ada Memorandum of Understanding (MoU) antara KPK, kepolisian, dan kejaksaan. Jadi, selalu terbuka lebar peluang KPK mengambil alih kasus yang ditangani kepolisian atau kejaksaan. “Kemungkinan selalu ada. Kita sudah ada MoU, tinggal mengembangkan saja,” kata Bibit.

Sebelumnya, Koordinator Divisi Korupsi Politik, Indonesia Corruption Watch (ICW) Ibrahim Fahmi Badoh mengajak para penggiat antikorupsi di Sumut untuk terus menekan KPK agar mau mengambil alih sejumlah kasus dugaan korupsi, terutama yang melibatkan kepala daerah.
“Jadi sangat tergantung dari seberapa kuat tekanan masyarakat ke KPK. Semakin kuat, maka semakin cepat KPK bergerak, seperti kasus Nias itu,” terang Ibrahim Fahmi Badoh.

Dia mengatakan, mestinya KPK tidak perlu menunggu adanya tekanan dari masyarakat. Jika penanganan perkara korupsi oleh kejaksaan atau kepolisian daerah lambat maka KPK harus sigap. “Apalagi jika alasan lambatnya penanganan itu tidak jelas, KPK wajib mengambil alih,” terangnya.
Kapolda Irjen Pol Oegroseno sudah menyatakan pihaknya akan melakukan komunikasi dengan KPK sebagai dua lembaga hukum. “Bila perlu asistensi,” tegasnya.

Menanggapi kemungkinan KPK mengambil alih kasus-kasus yang ditangani Sat III Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Dit Reskrim Polda Sumut, Kapolda menyatakan tidak keberatan. “Silakan (kasusnya) ditarik. Dan targetnya harus tuntas, “ cetus Oegreseno. Hal itu baru akan dilakukan bila KPK dan Poldasu sulit mencari solusi dalam menanggapi kasus-kasus korupsi dimaksud.

Kejatisu menyambut baik keinginan sejumlah pihak yang menginginkan KPK mengambil alih penanganan kasus-kasus korupsi besar yang mandeg di kejaksaan dan kepolisian di Sumut. Kejatisu mempersilahkan KPK untuk melaksanakan wacana tersebut.

“Kalau ada permintaan tersebut, saya pikir sah-sah saja. Kalau ada pemikiran seperti itu ya boleh-boleh saja,’’ tegas Kasi Penkum Kejatisu, Edi Irsan Tarigan SH di ruang kerjanya, kemarin.
Kapoldasu Irjen Pol Oegroseno juga kembali mengulang peryatakannya terkait wacana tersebut. “Nggak apa-apa. Pokoknya pakai prosedur dan aturan main diikuti saja. Kita kan punya komitmen Negara Indonesia bebas korupsi, itu saja,” ujarnya yang ditemui usai berkordinasi dengan pihak Pemko Medan di Hotel Grand Angkasa Medan.

Apakah berarti Poldasu tidak sanggup menangani kasus-kasus korupsi di Sumut?. “Biasanya supervisi dulu kan, dicek, diarahkan. Kalau memang KPK menganggap Poldasu tidak sanggup, ya kalau mau diambil KPK ya tidak apa-apa,” katanya.

Tapi, sambung Oegroseno, pada prinsipnya KPK masih hanya ingin mengetahui kesulitan yang dihadapi oleh Poldasu.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan juga menyambut wacana penyerahan sejumlah kasus korupsi tersebut ke KPK. “Kita sepakat KPK mengambil alih kasus-kasus dugaan korupsi di Sumatera Utara yang saat ini sedang ditangani Kejatisu,” kata Wakil Direktur LBH Medan, Muslim Muis SH, kemarin.

Pengambilalihan kasus tersebut oleh KPK, sambung Muis, agar pengungkapan kasus korupsi yang terjadi di Sumut dapat terbuka secara gamblang untuk diketahui masyarakat luas di Sumut.
“Kalau perlu KPK harus mengambil alih seluruh kasus yang saat ini sedang ditangani oleh Kejaksaan di Sumut. Agar mereka tahu masyarakat memandang kejaksaan belum objektif dalam menangani sejumlah kasus korupsi di Sumut,’’ tegas Muis lagi.

Muis lantas mengusulkan agar Kejagung mengganti pejabat Kajatisu. “Masyarakat di Sumut saat ini membutuhkan sosok Kejatisu yang benar-benar serius dalam pengungkapan korupsi di Sumut. Karena saat ini Sumut daerah terkorup di Indonesia,’’ tegas Muis lagi.(sam/ari/rud)
Sumber : Sumut pos

Comments

Komentar Anda