Para pegiat lingkungan menuntut Indonesia menindaklanjuti ratifikasi perjanjian rencana kawasan ASEAN tentang kabut asap dengan bersikap lebih tegas terhadap pihak yang menyebabkan kebakaran hutan.
LSM Greenpeace mengatakan, walaupun pihaknya menyambut baik keputusan pemerintah Indonesia itu, pihaknya khawatir kesepakatan ini tidak berdampak banyak apabila tidak ditindaklanjuti dalam upayakongkrit.
“Meratifikasi perjanjian asap lintas batas ini,akan menjadi kecil manfaatnya, kalau tidak diikat, kalau tidak ditindaklanjuti dengan komitmen perlindungan hutan dan gambut yang kuat juga dari pemerintah,” kata juru kampanye hutan LSM Greenpeace, Teguh Surya kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Rabu (17/09) sore.
Selasa (16/09) kemarin, DPR dan Pemerintah Indonesia meratifikasi perjanjian rencana kawasan ASEAN untuk mengatasi kabut asap akibat pembakaran hutan dan lahan, setelah tertunda lebih dari 10 tahun.
Dengan meratifikasi perjanjian ini, Pemerintah Indonesia harus memperkuat kebijakan kebakaran hutan dan asap.
“Pentingnya bahwa Pemerintah Indonesia didorong untuk lebih care(peduli) pada persoalan-persoalan lingkungan itu,” kata anggota DPR Totok Darmawan, yang terlibat langsung dalam proses ratifikasi perjanjian ini, kepada BBC Indonesia.
Indonesia, lanjutnya, juga harus aktif terlibat dalam proses pengambilan keputusan bersama negara-negara di wilayah ASEAN tentang masalah kabut asap.
“Makanya, kita sekarang harus siap,” kata Totok.
‘Kami sudah imun’
Sementara itu, warga kota Pekan Baru, Provinsi Riau, mengaku sudah sejak tiga hari belakangan kembali “terganggu” akibat kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatra.
“Sudah kita hari ini gelap banget, dan sangat terasa kita menghirup udara seperti itu,” kata Nur Azlina, yang berprofesi sebagai dosen, kepada BBC Indonesia.
Dia terkadang mengaku frustasi terhadap persoalan kabut asap. “Karena saya sudah mengalami sejak zaman kuliah pada tahun 1997,” ungkapnya.
Adapun Zulmansyah, warga kota Pekan Baru lainnya mengatakan, dirinya sudah merasa “terbiasa” dengan kabut asap yang belakangan sering terjadi.
“Kayaknya kita ini sudah imun,” katanya dengan tawa getir. “Karena sudah mengalaminya berkali-kali.”
Walaupun merasa terbiasa dengan kabut asap, warga Pekan Baru bernama Zulfahmi berkata: “Walaupun tidak ada tanggapan langsung dari pemerintah, namun kami tidak bosan untuk mengkritik.”
Tidak sehat
Kabut Asap menyesakkan dari kebakaran hutan dan lahan di Indonesia seringkali menyebar ke negara-negara tetangga, sehingga menimbulkan kemarahan di Malaysia dan Singapura.
Berbagai usaha di masa lalu untuk mengontrol asap tidak terlalu membawa pengaruh positif, kata pegiat lingkungan.
Hal ini ditandai kabut asap terjadi semakin sering dan parah dalam beberapa tahun terakhir.
Hari Senin lalu, polusi udara Singapura meningkat ke tingkat tidak sehat, sementara pemerintah Indonesia gagal dianggap mengendalikan kebakaran di hutan tropis Sumatra.
Sumber : BBC