Artikel

Magnitute Wacana Balon Bupati Madina, (Bikin Kriteria atau Cari Tokoh?)

 

Oleh: Muhammad Ludfan Nasution

Tanpa harus menyoal kenapa harus Pilkada Langsung dan serentak di 2015 ini, bicara tentang bakal calon (Balon) Bupati Madina tetap menantang, bahkan bisa-bisa bikin frustrasi.

Kita mengenal Madina sedemikian rupa. Ada problem besar. Butuh resolusi tuntas. Ada perspektif sejarah yang adiluhung. Harus mencapai target-target besar yang terkesan mustahil.

Itu satu sisi dari kenyataan Madina kontemporer. Dalam magnitute wacana Pilkada 2015, karakteristik Madina yang sedemikian itu tentu terkonversi secara alamiah ke dalam satu urunan kriteria Balon Bupati.

Di angle berbeda, sebagaimana lahir dari sistem sosial, budaya dan politik, kita memilik banyak orang yang sudah lahir dan besar menjadi tokoh atau bisa ditokohkan. Masing-masing memiliki latar belakang, ciri khas, visi, konsepsi, strategi dan dapat dilukiskan dalam satu deskripsi profile tersendiri.

Beberapa di antaranya, layak muncul sebagai Balon Bupati Madina. Terakhir, sesuai kecukupan prasyarat suara/kursi di DPRD Madina dan dukungan independen, akan mengemuka sejumlah Balon yang layak dijagokan untuk menjadi Bupati Madina periode 2016-2021.

Problemnya sekarang, ketika tahapan dan anggaran Pilkada belum ditetapkan, apa yang harus kita lakukan lebih dulu?

Pilihan pertama, bisa dengan merumuskan kriteria Balon terlebih dahulu, baru kemudian mencari figur balon yang relevan dengan kriteria yang sengguhnya bersifat etis tersebut.

Sebut saja ini cara yang bersifat idealistik. Pilihan kedua, mencari figur paling potensial, paling kuat dan paling populer. Umpamanya, mengambil tiga, lima atau tujuh figur Balon terlebih dahulu.

Selanjutnya, dari mereka yang terseleksi itu diturunkan kriteria yang sudah ada kian dalam diri ketiga, kelima atau ketujuh figur tersebut.

Sebuat saja yang kedua ini cara ala realistik. Mana wacana yang lebih signifikan, lebih sehat, lebih logis dan lebih strategis buat Madina?

Hindari Frustrasi

Karekteristik Madina dalam bidang apa pun dan dari data objektif yang seperti apa pun, adalah standar yang berlaku mutlak bagi identitas dan kondisi ideal Madina yang diharapkan di masa depan.

Di beberapa diskusi informal, muncul argumentasi yang mengkerucut pada penawaran kriteria. Sebagaimana kriteria, jelas menguraikan latar belakang, bobot kepemimpinan, konsepsi, visi, misi dan strategi membangun daerah.

Kriteria demikian tentu memproyeksikan ketokohan, figur dan profile yang baik. Sehingga memunculkan harapan dan optimisme bahwa tokoh-tokoh yang terpresentasi dalam kriteria itu mampu menjawab problem terbesar Madina. Bahkan, kriteria itu mungkin saja membersitkan sedikit harapan bahwa mereka bakal tampil sebagai 'ratu adil' versi Madina.

Masih dari diskusi dadakan yang disebutkan di atas, ketika satu kriteria itu dijajaki ke beberapa tokoh yang sudah muncul, ternyata tidak ada profile dan figur tokoh-tokoh itu yang sama sekali mendekati kriteria.

Nah, kalau begini, wacana Balon dalam Pilkada Madina 2016 bisa bikin frustrasi sosial kan? Tidak juga. Justru inilah cara paling logis untuk mengantisipasi munculnya frustrasi sosial di masa mendatang. Lalu, bagaimana juga jika dari tokoh-tokah yang sudah mengemuka sekarang ditarik kriteria minimalis (realistik)?

Cara ala 'realistik', bisa juga kita jajaki. Hanya saja, problem yang bakal muncul setidaknya dua hal: 1) subjektif dan terlalu cepat menutup peluang bagi yang relatif lebih ideal; dan 2) bisa terjebak dan wacana sekitar Pilkada akan kehilangan orientasi dan akurasi untuk mengetahui standar paling minimal bagi pemimpin dan pengelola Madina, yang kemudian berakibat pada rendahnya target yang bisa diharapkan dari Bupati hasil Pilkada 2015.

 

Kembali Idealistik

Memang kita sudah melalui beragam fase dan masa. Salah satunya, keadaan dimana seakan tidak ada pilihan tepat dan tidak ada target tertentu yang bisa digapai. Akibatnya, kita menerima saja kondisi real yang ada, seolah-olah tak pantas atau tak mungkin mendapatkan hal yang lebih baik, serta seakan harus meyakini bahwa hal terbaik yang bisa diharapkan adalah keadaan yang buruk atau terburuk.

Maka dari itu, karena tahapan Pilkada 2015 juga belum dimulai, alangkah lebih baik kalau daftar balon dibuka dulu selebar-lebarnya. Setidaknya, jangan terfokus dulu pada figur yang sudah muncul. Lagi pula, mungkin saja muncul tokoh, atau tokoh yang sudah populer duluan, justeru menempati posisi sebagai kuda hitam.

Dengan begitu, untuk menjawab pertanyaan pada judul tulisan ini, pilihannya adalah bikin kriteria dulu. Soal tidak ada figur yang mendekati patokan-patokan dalam kriteria balon itu, tak perlu disoal dan dijawab sekarang. Yang jelas, yang terbaik adalah yang paling akurat dengan kriteria.

Madina yang sudah berusia 16 tahun ini tentu memiliki promlematika dengan karakter yang relatif rumit dan unik. Oleh karena itu, kita berharap agar Madina ini dipimpin oleh orang yang paling akurat, paling tepat. Bukankah kita ingin menjadikan Pilkada sebagai bagian utama yang integral dari penyelesaian masalah-masalah yang ada?

Adalah pengalaman yang kelewat traumatis jika prosesi Pilkada yang sudah begitu banyak menyedot energi rakyat dan uang negara itu, dan kali ini dilaksanakan secara serentaka, kembali berakhir dengan kamuplase atau pepesan kosong: bupati dan wakil bupati salah pilih. Makanya, jangan takut bikin kriteria, biar lebih mudah menemukan yang relatif lebih oke. (Muhammad Ludfan Nasution adalah jurnalis tinggal di Madina)

 

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.