Artikel

Menakar Kebijakan PPKM Darurat

Oleh: Khadijah Nelly, M.Pd
Akademisi dan Pemerhati Sosial Masyarakat

 

Laju peningkatan jumlah kasus Covid-19 semakin mengkhawatirkan dan tak terkendali. Banyak daerah yang mulai kewalahan dalam penanganan, dari tumpukan pasien, rumah sakit yang mulai penuh, para nakes yang terus tumbang. Hingga, memaksa para petinggi negeri untuk segera mengambil tindakan.

Pemerintah kini resmi menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat di Pulau Jawa dan Bali mulai Sabtu (3/7/2021) hingga dua pekan berikutnya. Adapun tujuan pemerintah memberlakukan kebijakan ini adalah untuk menekan dan meminimalisir lonjakan kasus Covid-19 yang makin mengganas. Namun atas kebijakan tersebut, banyak pihak yang memberikan tanggapan dan respon, salah satunya datang dari anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani Aher yang meminta pemerintah melakukan sinkronisasi dan koordinasi pusat dengan daerah agar PPKM Darurat ini tidak menjadi kebijakan mandul dan tidak efektif (2/7).

Sementara itu meski mengapresiasi, epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman melihat kebijakan itu tidak terlalu berpengaruh signifikan untuk meredakan penularan Covid-19.

Menurut Dicky, bahwa hasil dari penerapan kebijakan itu sebetulnya bisa dilihat pada satu pekan awal. Meskipun dianggapnya tidak terlalu berpotensi bisa menurunkan jumlah kasus, tetapi kalau pemerintah konsisten maka hasilnya pun akan terlihat. Di sisi lain, menurut Dicky pemerintah seharusnya bisa terlebih dahulu meredam beban dari fasilitas kesehatan yang kelimpungan lonjakan jumlah pasien Covid-19. Apabila itu dilakukan maka setidaknya pemerintah bisa mencegah adanya kasus yang tidak tertangani dan angka kematian pun tidak terus bertambah.

Ya, soal efektif dan berhasilnya penerapan kebijakan PPKM Darurat ini jelas memang harus betul-betul diperhatikan oleh pemerintah. Kebijakan sebelumnya harus menjadi pelajaran dan evaluasi seluruh petinggi negeri mulai dari pusat hingga daerah. Pemerintah harus menjelaskan bagaimana penerapan PPKM Darurat di lapangan. Apa yang membedakan PPKM darurat dari kebijakan PPKM Mikro dan PSBB? Indikatornya harus di-break down, jangan hanya ganti istilah yang membuat lelah publik.

Sejumlah aturan terdapat di PPKM Mikro Darurat di antaranya seperti 100 persen Work From Home untuk perusahaan non-esensial, sekolah daring hingga tempat ibadah ditutup kembali. Hal itu perlu adanya sinkronisasi agar tak menjadi kebingungan di tengah masyarakat. Bukankah ujung tombak pelaksanaan PPKM Darurat ada di Pemerintah pusat dan daerah. Jangan sampai kebijakan jadi mandul dan tidak efektif karena kurangnya koordinasi pusat – daerah. Andai saja kebijakan tarik rem darurat sudah dilakukan pemerintah sejak awal, sebagai bentuk keseriusan pemerintah menangani pandemi, tentu saja tak separah saat ini kondisi negeri.

Apalagi jika, kebijakan PPKM Darurat untuk transportasi udara hanya berlaku bagi warga negara dalam negeri, namun yang dari luar negeri seperti pekerja asing dan wisatawan masih bebas masuk ke dalam negeri jelas tak akan menghentikan penyebaran. Sebab datangnya wabah ini dari luar negeri, harusnya segala celah datangnya orang dari luar mestinya ditutup.

Hal lain, yang mesti menjadi perhatian juga oleh pemerintah yaitu terkait dalam hal pemenuhan kebutuhan rakyat. Tak mungkin rakyat dirumahkan, namun segala kebutuhan hidup mereka tak dijamin oleh negara.

Kemudian yang berikutnya adalah, jika pemberlakuan PPKM darurat ini hanya sebatas mengulang kebijakan sebelumnya ya akan sama tak berdampak signifikan dalam menekan laju kasus Covid-19.

Lihat saja kebijakan selama ini tak ada ketegasan, tak ada sanksi jera, tak ada kooordinasi yang jelas antara pusat dan daerah, belum maksimal penerapan aturan hingga prokes juga gak berjalan, maka ya tetap tak akan efektif berapa lamapun PPKM dilaksanakan.

Maka, mesti ada perubahan paradigma yang lebih besar untuk mengakhiri pandemi ini. Para pemimpun harus berani melakukan langkah solutif dan preventif dalam penanganan. Ambil langkah konkrit dan nyata, rakyat telah jenuh dengan kondisi ini. Dana mesti disiapkan, tanpa harus berutang untuk mengakhiri pandemi. Maksimalkan peran negara, siapkan tempat, nakes dan fasilitas rumah untuk para pasien. Ambil opsi lockdown secara total pada wilayah zona merah dan kebutuhan rakyat dipenuhi dalam kurun waktu tertentu, pasti ini sangat berdampak pada solusi mengakhiri pandemi.

Begitulah Islam memberikan solusi, tinggal sekarang, negara dan pemimpin negeri mau atau tidak segera menyelesaikan wabah pandemi di negeri ini?

 

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.