Artikel

Mixing PAI dan PKn, Matching?

Oleh : Nahdoh Fikriyyah Islam
Dosen Pendidikan Islam

Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) meminta klarifikasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang sedang membahas kemungkinan penggabungan mata pelajaran PAI dengan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Jika upaya penggabungan PKN dan PAI menjadi satu mata pelajaran, Mahnan menegaskan, AGPAII menolak kebijakan itu karena menimbulkan persoalan besar. Dia mengatakan, PAI dan PKN masing-masing memiliki materi yang mendalam jadi dengan penggabungan dapat mereduksi masing-masing mata pelajaran (mapel). Untuk PKN yang materinya berisi Pancasila, juga sebaiknya tidak direduksi melalui penggabungan dengan PAI.

Pancasila, menurut Mahnan, adalah sebuah sumber hukum, filsafat dan nilai yang tidak akan kering digali. Pancasila harusnya jadi mapel sendiri sebagai strategi penguatan ideologi Pancasila. (Republika.co.id. 19/06/06/2020)

Pendidikan Indonesia kembali diguncang satu issu yang menghebohkan. Jagad sosial media dan media mainstream memberitakan hal tersebut sepanjang sepekan terakhir. Issu itu adalah wacana meleburkan atau menggabungkan dua mata pelajaran menjadi satu. Yaitu pelajaran pendidikan Islam dan Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn.

Wacana ini jelas menuai kritik dan juga kontroversi dikalangan pendidik. Khususnya bagi guru pendidikan Islam. Bahkan ke depan bisa berimbas pada banyak hal. Oleh karena itu, wacana tersebut dapat dikritisi melalui beberapa sudut pandang berikut.

Pertama, rencana terhadap peleburan dua mata pelajaran tersebut jelas harus dipertanyakan. Logika apa yang dipakai untuk membuat mixing antara Pendidikan Islam dan Kewarganegaraan. Bukankah sudah puluhan tahun kedua mapel tersebut terpisah secara disiplin ilmu dan tidak terintegrasi? Lalu kenapa hari ini pemerintah begitu getol untuk melakukan peleburan? Bahkan sekedar dasar pemikiran untuk melakukan hal tersebut pun tidak disampaikan ke publik. Setidaknya pemerintah memberitahukan alasan terkuat yang tidak terbantahkan untuk meleburkan dua mata pelajaran tersebut.

Kedua, Menhan menyebutkan bahwa penggabungan kedua mapel tersebut akan mereduksi materi dan pemahaman dari substansi kedua mata pelajaran. Memang benar. Sebab Agama Islam sendiri memuat materi-materi pembelajaran yang selama ini disusun berdasarkan ajaran Islam yaitu bersumber dari Alquran, Hadist, Fiqih, dan Sejarah Islam. Sementara materi pembelajaran kewarganegaraan lebih kepada penanaman moral, nasionalisme, dan juga tata negara. Dimana dasar pemikiran yang dipakai adalah mendominasi nilai-nilai budaya lokal yang tidak semuanya diterima Islam serta bercampur dengan pemikiran asing seperti Barat.

Ketiga, dalam penggabungan kedua mapel ini yang sangat mungkin mengalami banyak reduksi adalah agama Islam. Sebab, nantinya ajaran Islam akan didudukkan di bawah pelajaran Kewarganegaraan yang dianggap lebih tinggi daripada ajaran agama. Dengan senjata ampuh atas nama Pancasila dan Nasionalisme, ajaran Islam yang tadinya murni akan disesuaikan dengan paham sekuler dan ortodok zaman Kegelapan Demokrasi. Tanpa digabung saja, ajaran Islam sudah banyak direduksi apalagi jika kelak benar-benar terjadi. Agama khususnya Islam akan terus ditekan.

Keempat, setiap kebijakan yang membawa nama ideologi bangsa, selalu menyeret-nyeret agama. Apakah Islam, Kristen, Hindu,Buddha, dan Kong Hu Chu. Tetapi yang terus dijadikan sorotan dan mendapat tekanan adalah ajaran agama Islam.

Kelima, mixing PAI dan PKn hanya akan menyakiti profesi para guru agama Islam di Indonesia. Hal ini juga akan membuat kesempatan guru PAI untuk mengajar semakin sempit sebab bisa digantikan oleh mereka yang berlatar belakang pendidikan kewarganegaraan. Bukankah sama saja negeri ini pelan-pelan tapi pasti ingin menghilangkan ruh generasi muda kaum muslimin dan membatasi lahirnya para guru PAI? Dan yang paling sakit, jika guru PAI kelak tidak akan laku lagi.

Sungguh kebijakan pemerintah dalam hal pendidikan terus menjadi polemik. Keputusan sepihak tanpa melibatkan para pakar menjadi habit bagi pemerintah untuk bertindak sewenang-wenang. Meskipun Meteri Pendidikan telah menyangkal wacana tersebut, tetapi DPR dan Asosiasi guru PAI Indonesia telah melayangkan surat terkait penolakan rencana mixing kedua mapel yang dianggap tidak perlu dilakukan. Reaksi yang terus mengalir dari beberapa kalangan pendidik, dan poltiisi menunjukkan bahwa wacana ini memang sedang dibahas.

Sebenarnya, wacana untuk menghapuskan mata pelajaran pendidikan agama Islam bukanlah baru muncul belakangan ini. Namun dalam periode jilid I rezim Jokowi, PDIP pernah mengeluarkan saran agar pendidikan agama Islam dihapus saja dari pendidikan karena berbahaya kepada anak-anak. Hal tersebut pernah terlontar secara langsung dari lisan Megawati sebagai ketua Dewan Pembina PDIP.

Jauh sebelumnya, pendidikan agama Islam juga telah dianggap tidak penting bagi pendidikan nasional dan cita-citanya. Terbukti dengan menjadikan mata pelajaran pendidikan agama Islam di PT non PTAI telah dijadikan mata kuliah umum pilihan. Artinya juka mau diambil silahkan, tidak juga no problem. Dan tidak ada hubungannya dengan kelulusan.

Apalagi saat ini di era RI 4.0 yang mengarahkan seluruh aktifitas kehidupan manusia disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Tidak terkecuali dunia pendidikan. Fakultas dan jurusan harus didirikan sesuai dengan permintaan yang laku keras di pasaran. Tentu saja, Fakultas PAI tidak punya stand di pasar global. Sehingga, dipertahankan juga tidak laku. Hanya saja, terlalu extrem jika PAI harus dihapuskan dari PTAI dengan kebijakan. Maka harus dilakukan dengan langkah-langkah yang soft dan bertahap.

Semua ini terjadi di balik agenda sekularisasi dan kapitalisasi dunia Islam. Terlebih kepada generasi masa depannya. Ummat Islam dididik dengan materi-materi pelajaran sekuler dan jauh dari pehaman Islam yang terintegrasi dan holistik.

Jika negeri ini menggandeng sistem pendidikan Islam yang berbasis aqidah, tentu keributan soal peleburan dua rumpun keilmuan tidak perlu terjadi. Sebab, dalam Islam, dasar pemikiran mempelajari ilmu sangat jelas, yaitu aqidah. Jika berhubungan dengan siais, maka Islam menerima hal tersebut meskipun tidak berasal dari pemikiran Islam, tetapi penggunaannya diawasi agar tidak merugikan manusia dan melanggar hukum syara’.

Sementara jika berbau tsaqofah asing, maka akan diberikan hanya di tingkat pendidikan tinggi sebagai komparasi bukan untuk didalami. Pendidikan Agama Islam jelas menjadi prioritas utama kurikulum dalam negara. Sementara keilmuan lain yang sifatnya sains, dan teknologi menjadi penambah semarak dan khazanah keilmuan bagi kaum muslimin. Hukumnya juga fardhu kifayah yang tidak semua orang dituntut untuk mampu memahami dan ahli dibidangnya.

Jika melihat polemik mixing antara PAI dan Kewarganegaraan dari kacamata Islam memang sangat tidak matching. Sebab pendidikan Islam berdiri sendiri dengan landasan aqidah Islam. Dan Pendidikan kewarganegaraan sebagai tsaqofah asing dalam memahami kepemimpinan juga berdiri sendiri. Tidak bisa digabungkan.

Lain halnya dalam sistem pendidikan Islam, dimana tsaqofah kepemimpinan juga harus bersandarkan Alquran dan Hadist. Artinya, ilmu kepemimpinan, mengatur masyarakat, hukum, dan kenegaraan semuanya wajib disandarkan pada pemahaman Islam. Sehingga tidak terjadi dikotomi pemahaman (sekulerisasi) antara Islam dan Kenegaraan. Sebab Islam sendiri memiliki seperangkat aturan yang sudah jelas dalam membangun negara, mengatur masyarakat, dan juga undang-undangnya. Jadi, Islam dan kepemimpinan serta menjadi warga negara yang baik itu matching digabungkan jika dasar berfikirnya adalah Islam. Dalam khazanah keilmuan Islam disebut dengan fiqh siyasah.

Oleh karena itu, jika Indonesia ingin pendidikan nasional ini berkualitas maka ambillah sistem pendidikan Islam. Tentunya, pendidikan Islam juga hanya bisa ditopang jika negaranya juga menerapkan aturan Islam secara kaaffah (menyeluruh). Karena tidak akan mungkin mengambil pendidikan saja berbasis aqidah Islam, sementara negara yang menaunginya beraqidah sekuler. Islam harus diambil seluruhnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-quran:
يَا اَيُّهَا الَّذِينَ اَمَنُوا ادْخُلُوا فِى السِّلْمِ كآفَّة
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam agama Islam secara kaffah” (Q.S. al-Baqarah [2]: 208)
Wallahu a’lam Bissawab.***

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.