Ulu Pungkut (MO) – Belakangan ini jarang dijumpai orang yang ahli membuat gordang sambilan di Mandailing, wilayah bermukim etnis Mandailing di Provinsi Sumatera Utara.
Selain pembuatannya yang cukup sulit, kayunya juga harus jenis yang berkwalitas. Salah satu yang tetap eksis membuat gordang sambilan adalah adalah Oloan Lubis (40), warga desa Hutanagodang, Kecamatan Ulu Pungkut.
Kepada wartawan, kemarin, Oloan mengakui sudah lima tahun menekuni pembuatan gordang sambilan. Intensitas produksinya tergantung pada munculnya pesanan.
“ Selain biayanya yang cukup mahal, bahan untuk pembuatan gordang harus berupa kayu berkwalitas dan cukup sulit di jumpai. Begitu juga dalam pembuatannya diperlukan keahlian agar hasil yang didapatkan maksimal. Sebab, kalau kita salah-salah membuat, suaranya yang dihasilkan tidak akan baik,” katanya.
Dijelaskanya, pembuatan gordang sambilan ini di awali dengan pemilihan jenis kayu yang baik. Umumnya kayu yang bagus digunakan adalah jenis kayu Andorung (sekaliber dengan kualiatas jenis Kapur). Jenis kayu ini dipilih karena bisa memantulkan suara.
“Memang ada beberapa jenis kayu lagi yang biasa dipergunakan, seperti kayu Ingul, Bania dan kayu keras lainnya, namun jenis kayu ini biasanya menyerap getaran (bunyi), jadi kurang bagus untuk bahan pembuatan gordang,” katanya.
Ukuran keseluruhan perkusi ini berbeda-beda, perkusi 1 dan perkusi 2 bisa berdiameter 60, tapi bisa juga 50 centi meter. Jejeran perkusi berikutnya kian kecil hingga ke perkusi yang ke-9. Panjangnya sekitar 1,7 meter. Kayu yang sudah ada di potong-potong kepada sembilan bagian sesuai dengan jumlah gordang sambilan.
Jejeran perkusi memiliki nama tersendiri. Paling besar adalah perkusi 1 dan 2 yang biasa di sebut gordang jangat. Untuk perkusi 3-4 disebut udong kudong, perkusi 5-6 disebut epong-epong (tampul-tampul), perkusi 7-8 disebut pangayak dan perkusi ke-9 disebut eneng-eneng.
“Pekerjaan paling sulit adalah melobangi bagian dalam, kalau tidak hati-hati maka kayu akan pecah. Kalau dulu orang sengaja mencari kayu yang berlobang agar lebih mudah pengerjaannya. Hal itu kita maklumi karena alat untuk melobangi itu masih sulit di dapatkan,” jelasnya.
Setelah kayu selesai dilobangi, maka kulit lembu yang sudah disediakan dipasangkan di bagian atas dengan cara diikat dengan rotan. Biasanya, waktu pengerjaan gordang sambilan ini sampai siap butuh waktu sekitar tiga bulan. Sedangkan biaya yang di butuhkan cukup mahal, untuk menempa gordang sambilan mencapai 15-17 juta rupiah per unit.
“Mahalnya harga pembuatan gordang sambilan ini karena sulitnya pengerjaan, begitu juga dengan jenis kayu harus dipilih, tidak boleh sembaranagan. Belum lagi pengerjaan melobangi, pembersihan, penjemuran kulit lembu dan lain-lainnya,” ujarnya.
Oloan tidak membantah kalau sekarang ini orang yang pandai dan ahli membuat gordang ini sangat jarang. Paling hanya ada beberapa orang dan itupun tidak aktif lagi membuat gordang.
“Hal ini disebabkan rata-rata orang memesan gordang ini sangat jarang, belum tentu sekali setahun ada pesanan,” ujarnya. (kot/mar)