Artikel

Pasca Pemilu, Menang Bermartabat Kalah Terhormat

Oleh : Muhammad Al-Hasan Nasution, S.Pd*

 

Euforia pesta demokrasi tingkat Kabupaten, Kota dan Provinsitelah usai. Pilkada atau Pilgubmerupakan bagian dari sistem sosial politik yang tahun 2018 ini diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia. Pilkada atau Pligubsecara langsung dipilih oleh rakyat, setidaknya memberikan ruang yang bebas bagi masyarakat untuk mengekspresikan kehendak politiknya dalam memilih pemimpin di Kabupaten atau kota dan Provinsi diman ia tinggal.

Pilkada atau Pilgub yang baru dilaksankan secara mumberjalan dengan baik diharapkan melahirkan pemimpin daerah, atau Provinsi yang berkualitas. Arena Pilkada atau Pilgubsu kita harapkan sebagai kompetisi demokrasi yang bebas, jujur, langsung dan transparan. Karena bukan tidak banyak kasus, pemilu yang berlangsung harus dibayar dengan risiko politik yang sangat mahal, bahkan hingga mengoyak kerukunan bermasyarakat dan hubungan kekeluargaan.

Karena memang jabatan kepala daerahdianggap cukup strategis. Selain meningkatkan strata sosial, juga menjanjikan naiknya status sosial ekonomi, dan memegang peranan penting dalam setiap kebijakan yang akan diberlakukan didaerahnya.Figur Kepala Daerah dianggap masyarakat memiliki keuntungan tersendiri seperti, dihormati, disegani dan dipatuhi.

Maka tidak heran bila kita lihat banyak orang tergiur dengan jabatan publik ini. Bahkan sebagian lain melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan undang-undang seperti money politics, black campaign, diskriminas politik, monopoli dan lain sebagainya. Sehingga tidak sedikit para calon Bupati, Walikota dan Gubernur mengeluarkan “modal” yang cukup besar untuk siap bersaing untuk memperebutkan kursi orang nomor satu di daerahnya.

Bagi warga Daerah, Pilkada atau Pilgub benar-benar ingin dijadikan sebagai momentum untuk memilih seorang pemimpin yang dinilai mampu membawa kemajuan Daerah melalui proses pemilihan yang benar-benar demokratis, jujur, dan adil. Siapa pun jelas tak menginginkan suasana peDaerahan yang begitu kentaldengam kekeluargaan, gotong royong, dan kerukunan. Hendaknya dengan ajang Pilkada atau Pilgub kita mesti berfikir semakin maju dan cerdas. Menang Bermartabat dan kalah terhormat, Cirinya sebagai berikut:

Pertama, Berjiwa kesatria, menang bermartabat, kalah terhormat.Pilkada atau Pilgub layaknya sebagai sebuah kompetisi yang pada akhirnya akan melahirkan pemenang dan pihak yang kalah. Maka jika hal ini disadari dan dimaknai secara benar, maka apapun hasilnya harus diyakini sebagi sebuah kondisi yang terbaik. Bila kita menang, marilah tetap berendah hati merangkul kembali warga yang sempat berbeda pendapat pada pilihan mendukung atau tidak mendukung kita. Tentu kita juga harus menyadari bahwa semua orang punya hak dan bebas berpendapat. Kita boleh menawarkan program dan janji yang tepat menurut kita. Namun pada akhirnya berpulang pada individu masing-masing yang tidak bisa kita paksa sepakat dan setuju dengan gagasan kita.

Sebaliknya bagi pihak yang kalah, harus menjadikan ini menjadi momentum untuk berbuat lebih banyak bagi masyarakat. Masyarakat tentu menilai segala sikap dan tindak laku kita dalam bergaul dan bersikap. Hal ini tentu akan sangat berpengaruh pada keputusannya berpihak atau tidak kepada kita.

Kedua, Bersatu kembali mewujudkan Daerah yang madani dan harmonis. Perbedaan pendapat dan perbedaan pilihan hendaknya jangan dipertajam, tapi diupayakan untuk mencari kesamaannya yakni sama-sama sudah berupaya yang terbaik. Kedua pihak sama-sama menduduki tempat terhormat. Jadi sama sekali tidak ada pihak yang harus dikalahkan walaupun esensinya memang kalah. Tidak ada pihak yang merasa superior karena pemilih terbanyak dibanding dengan pihak yang kalah.

Tidak ada pihak yang merasa paling hebat, paling jago, paling jitu strategi dibanding kelompok yang kalah. Pihak yang kalahpun begitu juga jangan menganggap kekalahan yang dialami merupakan suatu proses kesalahan sehingga kemudian mencari kambing hitam dengan justifikasi. Jangan juga menganggap kekalahan itu sebagai kehilangan harga diri, kehilangan kehormatan, dan lain sebagainya. Menang dan kalah harus diterima dengan legowo dan keikhlasan. Meski berat, namun mencoba mengambil sikap seperti ini memang berat tapi demi keutuhan masyarakat harus diupayakan.

Ketiga, Menang merangkul, Kalah mendukung. Budaya masyarakat untuk  menerima kekalahan memang harus dari sekarang ditransformasikan oleh elit-elit politik keakar rumput sehingga setiap kompetisi apapun jenisnya diseluruh segmen kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dapat dipandang sebagai kegiatan yang positif. Penting sekali untuk meredefinisi kembali arti menang dan arti kalah dalam sebauah kompetisi demokrasi supaya masyarakat jangan berlarut dan salah dalam mengambil sikap.

Bagi pihak yang dinyatakan menang, hendaknya merangkul kembali semua warganya tanpa melihat dia mendukung kita atau tidak. Toh pada akhirnya semua warga akan menjadi bagian dari pertanggungjawabana kepemimpinan kita selama periode yang telah ditetapkan. Maka merangkul adalah cara yang paling bijak bagi pemimpin yang  benar  dan bermartabat. Sebaliknya bagi pihak yang dinyatakan kalah semestinya mengubur kekecewaannya bersamaan dengan berakhrinya suksesi Pilkada atau Pilgub yang baru saja usai. Siapapun yang menang harus kita yakini yang terbaik pada saat itu. Kekalahan kita bukan akhir dari semua kehidupan bermasrakat tapi merupakan awal untk membangun Daerah pada kondisi yang kita idamkan.

Keempat, Membubarkan tim sukses dan kembali bersatu. Mestinya semua pihak (menang-kalah) harus kembali duduk dalam sebuah kebersamaan menuju Daerah yang lebih maju, sejahtera dan bersatu. Tim sukses telah berakhir bersamaan dengan penetapan Bupati, Walikota atau Gubernur terpilih. Maka semua pihak harus saling mendukung dan bekerjasama berbuat yang terbaik bagi Daerahnya.

Kelima, Pendewasaan diri dalam berkompetisi.Satu hal yang harus disepakati bahwa ini adalah kompetisi, sekali lagi kompetisi dan bukan pertempuran hidup atau mati. Artinya tidak ada mengenal istilah upaya menjatuhkan, mengalahkan atau menundukkan sebagaimana layaknya perang antar negara.Sejatinya Pilkada atau Pilgub adalah ajang untuk mencari pemimpin yang  lahir dari penilaian terbaik. Lewat proses demokrasi ini diharapkan dapat menempa diri kita untuk semakin dewasa menyikapi sebuah perbedaan dan kompetisi. Berbeda itu wajar, perpecahan itu tanda kemunduran cara berfikir.

Kita semua tentu berkeinginan kuat untuk menampilkan figur kepala Daerah yang benar-benar ideal, berbobot, memiliki integritas, dan memiliki komitmen kuat untuk memajukan Daerahnya. Maka melalui proses pemilihan demokrasi kepala Daerah yang baru-baru ini terlaksana tidak sekadar melewati sebuah kompetisi, namunkemerdekaan hak berpendapat dan bersuara dalam menentukan pemimpin pada tingkat Daerah.Sistem pemilihan umum, langsung, bebas, dan rahasia ini merupakan sebuah proses politik, yang tidak lain adalah wujud konkrit dari sistem demokrasi.

Politik tingkat Daerah semestinya memperkuat kesatuan dana persatuan bermasyarakat, bukan sebaliknya untuk menjadi pemecah belah dan perusak bagi kerukunan hidup di alam peDaerahan.Pilkada atau Pilgub yang aman, damai dan sejuk kiranya menjadi keininginan dan impian yang tidak mustahil diwujudkan dalam proses membangun Daerah yang lebih maju, adil dan bermartabat.

*Penulis adalah penggiat demokrasi yang juga Ketua Karang Taruna Kabupaten Mandailing Natal.

 

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.