Artikel

Penghapusan Tenaga Honorer : Benarkah Untuk Meningkatkan Kesejahteraan?

Oleh : Anita Safitri, S.Pd
Anggota Majelis Taklim Islam Kaffah & Madina Menulis

Para tenaga honorer harap-harap cemas. Hal ini dipicu oleh rencana pemerintah akan menghapus tenaga honorer di instansi pemerintahan mulai 28 November 2023 mendatang. Tertuang dalam surat menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintahan Pusat dan Pemerintah Daerah. (detik.com, 5/6/2022)

Dengan adanya keputusan tersebut, maka Aparatur Sipil Negara (ASN) terdiri dari dua jenis yakni PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Sementara itu, tenaga honorer akan diganti dengan sistem outsourcing.

Meski begitu masih ada kesempatan bagi tenaga honorer mengikuti tes CPNS dan PPPK pada tahun 2022 dan 2023. Tapi, tentu tidak semua bisa lulus dalam tes tersebut. Bagi yang tidak lulus, dalam hal ini Pemerintah juga belum punya solusi pasti akan nasib tenaga honorer.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo dalam siaran persnya (5/6/2022), beliau menyampaikan tujuan penghapusan tenaga honorer untuk meningkatkan kesejahteraan mereka karena selama ini tenaga honorer direkrut dengan sistem yang tidak jelas sehingga mereka kerap mendapat gaji di bawah UMR (Upah Minimum Regional). (REFUBLIKA.co.id, 6/6/2022)

Niat baik pejabat pemerintah ini rasanya sulit dipercaya. Mengingat, tahun 2020 lalu MenPANRB Tjahjo Kumolo malah menyatakan penghapusan tenaga honorer karena anggaran pemerintah pusat terbebani dengan kehadiran mereka. Dimana, pada saat itu Kementerian PAN-RB dan BKN dengan komisi II DPR menyepakati keputusan penghapusan. Pemerintah juga menghimbau kepada seluruh pejabat negara untuk tidak merekrut tenaga honorer. (detik.com, 25/1/2020)

Pada dasarnya, tenaga honorer direkrut sebagai upaya untuk mengurangi pengangguran sekaligus mendapatkan tenaga yang mau dibayar rendah. Sebab, mereka belum berpengalaman dan memiliki harapan akan direkrut menjadi ASN. Namun sekarang tenaga honorer akan dihapuskan bahkan dianggap sebagai beban.

Padahal, janji Presiden RI saat kampanye adalah membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Tapi apa yang rakyat dapatkan, justru yang terjadi demokrasi malah menciptakan pengangguran massal. Terbukti dari data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2022, tingkat pengangguran mencapai 5,83% dengan jumlah pengangguran 8,40 juta orang.

Berdasarkan data Kementerian PAN RB per Juni 2021 lalu (sebelum pelaksanaan seleksi CASN 2021), terdapat sisa THK-II (Tenaga Honorer Kategori II) sebanyak 410.010 orang. Kemudian, pada seleksi CASN (CPNS dan PPPK) 2021, terdapat 51.492 THK-II yang mengikuti seleksi. Sementara yang lulus seleksi masih dalam penetapan NIP dan pengangkatan.

51.492 THK-II yang mengikuti seleksi tentu tidak semuanya bisa lulus. Artinya, jumlah THK-II masih terbilang banyak. Jika diadakan pengangkatan menjadi pegawai pemerintah dengan PPPK atau CPNS tentu membutuhkan waktu yang lama dan jumlah yang direkrut pun terbatas. Sehingga tidak mungkin semuanya dijadikan sebagai pegawai pemerintahan. Maka dapat dipastikan, hal ini akan menambah daftar panjang jumlah pengangguran.

Kebijakan penghapusan tenaga honorer merupakan kebijakan yang sangat menyeramkan dan membuat suram kehidupan rakyat. Ratusan ribu rakyat dan keluarganya menggantungkan hidup pada pekerjaan sebagai tenaga honorer. Tentu akan menimbulkan masalah sosial ekonomi.

Langkah kebijakan penghapusan tenaga honorer menunjukkan kesalahan penataan pekerja di instansi pemerintah sedari awal. Inilah realita ketika rakyat hidup dalam kepemimpinan sistem kapitalisme yang berideologikan sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan). Paham sekuler menjadikan manusia sewenang-wenang membuat, menjalankan, menghapus, maupun merevisi hukum sesuai dengan kepentingan penguasa.

Kapitalisme juga melahirkan kepemimpinan bersifat materialistis. Ketika sistem ini digunakan untuk mengatur rakyat, maka hubungan antara penguasa dan rakyat seperti pedagang dan pembeli. Rakyat hanya dipandang secara ekonomis, yakni untung dan rugi. Oleh karena itu, wajar tenaga honorer dianggap sebagai beban negara dan pengacau perhitungan ASN.

Guru Honorer Ikut Terancam?

Lewat Kominfo pemerintah menyatakan bahwa berita terkait penghapusan guru honorer di daerah merupakan hoaks atau tidak benar karena kebijakan pemerintah yang diputuskan ialah penghapusan tenaga honorer di instansi pemerintahan. Namun, publik patut waspada bahwa penghapusan tenaga honorer termasuk pula dengan guru honorer.

Jika nantinya guru honorer dihapuskan, pasti berdampak pada proses belajar mengajar di sekolah, mempengaruhi kualitas pendidikan di negeri ini. Kebijakan ini mengindikasikan lepas tangannya pemerintah pusat akan kebutuhan sekolah terhadap guru dan kesejahteraan guru. Hal ini juga menunjukkan rendahnya perhatian terhadap nilai sektor pendidikan bagi pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia).

Investasi SDM di bidang pendidikan seharusnya menjadi prioritas utama oleh negara. Sebab, dengan adanya SDM, negara bisa membangun berbagai sektor yang ada, khusunya sektor pendidikan.

Lantas, bagaimana pandangan Islam mengenai hal ini?, Apakah ada istilah honorer dalam Islam?

Islam Tidak Mengenal Istilah Honorer

Sistem khilafah berdiri atas aqidah Islam. Seluruh aturan yang dikeluarkan akan didasarkan pada hukum syariat. Masalah tenaga kerja dan lapangan pekerjaan, Islam mewajibkan negara menciptakan lapangan kerja bagi setiap orang yang mampu bekerja agar dapat memperoleh pekerjaan. Ini berkaitan dengan hadis Rasulullah SAW,

Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat); ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Dalam khilafah rekrutmen pegawai negara tidak mengenal istilah honorer, karena pekerja akan direkrut sesuai kebutuhan rill negara. Negara akan menghitung jumlah pekerja yang diperlukan untuk menjalankan semua pekerjaan administratif maupun pelayanan dalam jumlah yang mencukupi. Seluruh pegawai yang bekerja pada khilafah diatur sepenuhnya di bawah hukum ijarah (kontrak kerja) dengan gaji yang layak sesuai jenis pekerjaan.

Khilafah boleh mempekerjakan pekerja secara mutlak. Maksudnya, para pekerja boleh dari muslim atau kafir dzimmi. Selain itu khilafah juga akan menjamin para pekerja mendapat perlakuan adil sesuai hukum syariat. Hak-hak mereka sebagai pegawai akan dilindungi oleh khilafah. Sebagai contoh pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz gaji pegawai negara ada yang mencapai 300 dinar (1275 gram emas) atau setara Rp114.750.000. Luar biasa, nominal yang sangat fantastis. Wajar sekali pada masa itu kehidupan rakyat sangat sejahtera dan berkah.

Khilafah mampu menggaji dengan jumlah yang fantastis, sebab sistem keuangan khilafah berbasis Baitul Mal. Dalam Baitul Mal terdapat pos kepemilikan negara yang bersumber dari harta fa’i, kharaj, jizyah, ghanimah, usyur, dan sejenisnya. Dari pos ini, khilafah bisa mengalokasikan anggaran untuk gaji pegawai negara. Demikianlah cara khilafah menyelesaikan masalah tenaga honorer yang tidak akan mampu diselesaikan secara tuntas oleh sistem kapitalisme.

Mengganti sistem kapitalisme dengan Islam merupakan solusi cerdas, menyelesaikan berbagai masalah dengan tuntas. Jangan tunggu lama-lama kita harus berjuang bersama-sama demi tegaknya Khilafah Islamiah.

Wallahu A’lam Bish-shawab

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.