Seputar Madina

Persatuan dan Kesatuan Sebagai Modal Awal Pembangunan di Kabupaten Mandailing Natal

Oleh : Maradotang Pulungan

Kabupaten Mandailing Natal dikenal sebagai daerah yang majemuk, ditandai dengan banyaknya etnis, suku, agama dan budaya di dalamnya. Di sisi lain, masyarakat Mandailing Natal dikenal sebagai masyarakat multikultural, masyarakat yang anggotanya memiliki latar belakang budaya (cultural background) beragam.

Kemajemukan dan multikulturalitas mengisyaratkan adanya perbedaan. Namun bila ini dikelola secara benar, kemajemukan dan multikulturalitas tersebut akan menghasilkan energi yang sangat hebat untuk pembangunan Mandailing Natal ke depan. Sebaliknya, bila tidak dikelola secara benar, kemajemukan dan multikulturalitas bisa menimbulkan bencana yang sangat dahsyat di Kabupaten Mandiling Natal ini.

Seperti salah satu contoh, kolaborasi positif orang buta dan orang lumpuh dapat meningkatkan produktivitasnya belasan kali lipat. Dalam konteks membangun masyarakat multikultural, selain berperan meningkatkan mutu daerah agar dapat duduk sama rendah, berdiri sama tinggi dengan daerah-daerah lain yang ada di Sumatera Utara ini pada khususnya dan di Negara Indonesia ini pada umumnya, salah satunya adalah pendidikan yang juga berperan memberi perekat antara berbagai perbedaan di antara komunitas kultural atau kelompok masyarakat yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda-beda agar lebih meningkat komitmennya dalam berbangsa dan bernegara.

Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dimana di dalamnya terdapat Kabupaten Mandailing Natal yang kita cintai ini, pedoman acuan bagi kehidupan bermasyarakat adalah nilai-nilai dan norma-norma yang termaktub dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dan disain bagi terbentuknya kebudayaan di Kabupaten Mandailing Natal ini.

Namun demikian, tidak dapat dipungkiri lagi dalam realitasnya yang dihadapi Mandailing Natal saat ini, sebut saja selama beberapa tahun terakhir ini telah terjadi krisis sosial yang tiada henti. Khalayak sering menyebutnya keadaan seperti itu sebagai krisis multi-dimensial yang disebabkan oleh benteng terakhir masyarakat, yakni pendidikan nasional cenderung tidak menjalankan fungsi sosial budayanya dalam memberikan pencerahan.

Dalam tataran itu, seolah-olah acuan kehidupan bernegara (governance) dan kerukunan sosial (social harmony) menjadi tidak menentu dan acapkali menumbuhkan ketidak patuhan sosial (social disobedience). Yang kadangkalanya lagi, dari realitas seperti itu, berawal tindakan-tindakan anarkis, pelanggaran-pelanggaran moral, dan tentunya pula tidak terkecuali pelanggaran hukum serta meningkatnya kriminalitas.

Dari realitas sosial seperti itu, apakah disain penumbuhan semangat kebangsaan bagi segenap Masyarakat Mandailing Natal yang jumlahnya kini semakin besar serta tersebar di seluruh Kecamatan yang ada sebagai tempat bermukim belum terwujud. Atau, sebagai warga Mandailing Natal lupa atas disain harmoni sosial yang telah dibangun itu.

Namun kita yakin di bawah kepemimpinan HM Hidayat Batubara SE beliau dapat menyelesaikan perbedaan yang selama ini ada, karena biasanya suatu masyarakat yang keritis akan lebih mudah maju dibandingkan dengan masyarakat yang tidak tahu menahu dengan kondisi yang ada.

Kalau kita runtut kembali sejarah fenomenal bangsa Indonesia yang menyisakan detak takjub dan kebanggaan terhadap para pahlawan yang berjuang mati-matian. Dalam upaya mengisi kemerdekaan, berbagai macam cara ditempuh oleh pemerintah Kabupaten Mandailing Natal ini untuk mencapai masyarakat adil dan makmur, seperti telah dicita-citakan dan tercantum dalam Pancasila dan pembukaan Undang-undang dasar 1945.

Masalah persatuan dan kesatuan merupakan suatu modal utama dalam meningkatkan pembangunan di Kabupaten Mandailing Natal ini demi untuk mencapai kemajuan dan tujuan Mandailing Natal dalam mewujudkan masyarakat Mandailing Natal yang Madani.

Sekarang ini kita dalam masa reformasi dimana kebebasan diberikan kepada masyarakat untuk mengeluarkan pendapatnya, namun apabila kebebasan tersebut disalah artikan oleh sebagian masyarakat maka kehancuranlah yang akan terjadi nantinya. Dimana kita lihat sekarang ini banyak mengartikan bahwa kebebasan tersebut merupakan bebas berbuat sesuka hatinya tanpa memperdulikan norma-norma yang ada.

Nilai sebuah moral dizaman seperti ini merupakan harga mati yang mesti dimiliki oleh setiap individu baik mereka yang sehari-hari berjualan, kuli, tukang apalagi para pemerintah yang diberi amanat oleh rakyat untuk memimpin dam memperbaiki keadaan. Sudah jelas harus memiliki moralitas, jangan sampai moralnya lebih parah dari pada tukang copet. Dan alangkah baiknya, pemerintah selain bisa menjadi uswatun hasanah bagi keluarganya selaku teman hidup, mereka juga harus bisa menjadi suri tauladan  bagi rakyatnya untuk menuju kehidupan yang bermoral mulia.

Ketika sebuah masyarakat tak lagi  menghargai moralitas, maka yang paling terkena dampaknya secara luas terhadap kehidupan adalah jagat politik. Karenanya jagat politik tidak bisa dipisahkan dari moralitas.

Moralitas dalam jagat politik adalah kapasitas yang dapat membedakan kebijakan, tindakan, Perilaku politik yang benar dan yang salah. Atas dasar perbedaan itulah semestinya para politisi bertindak dan berperilaku benar. Selanjutnya dengan moralitas itu pula mereka mendapat penghargaan diri ketika dapat menerapkan standar itu pada kebijakan dan perilaku politik mereka, sebaliknya merasa bersalah atau malu ketika melanggar standar.

Untuk itulah di dalam Haru Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Mandialing Natal yang ke 14 ini mari sama-sama kita renungi kembali sejak mekarnya Kabupaten Mandialing Natal ini berdasarkan undang-undang Nomor 12 tahun 1998, secara formal diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 9 Maret 1999. sudah sejauh mana dan apa yang sudah kita perbuat untuk kemajuan Kabupaten yang sama kita cintai ini.

Seperti yang dikatakan Wakil Presiden Boediono pada pembukaan “Asia Pacific Development Summit 2012” yang lalu di Jakarta, dimana dalam kesempatan tersebut Wakil Presiden mengatakan bahwa Indonesia masih harus bekerja ekstra keras untuk mencapai target Tujuan Pembangunan Milenium atau MDG’s pada 2015 sekalipun dalam beberapa tahun terakhir sudah menunjukkan banyak kemajuan.

Begitu juga dengan Kabupaten Mandailing Natal dimasa kepemimpinan HM Hidayat dan Drs Dahlan Hasan Nasution dimana keduanya mempunyai latar belakang yang berbeda, dimana Bupati HM Hidayat Batubara SE mempunyai latar belakang sebagai pengusaha, sehingga dengan ini di tangan HM Hidayat kita yakin Madina akan memiliki penghasilan yang cukup dari para inpestor yang akan menanamkan modalnya di Kabupaten Mandailing Natal ini.

Sementara di sisi lain Wakil Bupati Madina Drs Dahlan Hasan Nasution yang mempunyai latar belakang sebagai birokrat maka sudah barang tentu Mandailing Natal ini akan disegani oleh pemerintah baik pemerintah Provinsi mapun Pusat.

Memang perbedaan pendapat itu sah-sah saja namun demi pembangunan Mandailing Natal ini kita harus bersatu sehingga terwujud apa yang kita cita-citakan bersama selama ini, dengan semangat persatuan dan kesatuan kita harus dapat mengisi kemerdekaan serta melanjutkan pembangunan Mandailing Natal ini menuju masyarakat yang adil dan makmur, karena Kalau semua sudah kompak, itu berarti kita sudah memiliki modal dalam membangun Mandailing Natal ini kedepan.

Sesuai dengan amanat undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, peraturan pemerintah nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah dan peraturan menteri dalam negeri nomor 13 tahun 2006 Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal dibawah kepemimpinan HM Hidayat Batubara SE dan Drs Dahlan Hasan Nasution telah menyampaikan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) TA 2013.

Dimana RAPBD Madina yang disampaikan oleh Bupati Madina HM Hidayat Batubara SE di depan sidang Paripurna pada bulan Desember tahun 2012 yang lalu, dimana RAPBD yang disusun pemerintah Mandailing Natal tersebut berpedoman kepada kebijakan umum anggaran dan perioritas plafon anggaran serta Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).

Dimana RAPBD TA 2013 disusun pemerintah dengan memperhatikan aspirasi seluruh lapisan masyarakat serta dengan mempertimbangkan dan saran dari seluruh anggota DPRD Madina. Dalam tahun 2013 ini Pemerintahan yang dipimpin oleh HM Hidayat Batubara SE dan Drs Dahlan Hasan Nasution merupakan kesempatan kedua untuk mewujudkan visi misi mereka dalam pencalonan mereka pada waktu pilkad Madina terdahulu.

Di dalam RPJMD Kabupaten Mandailing Natal ada beberapa agenda pembangunan yakni penataan kehidupan yang religius dan berbudaya luhur, peningkatan akses dan kualitas pendidikan, peningkatan derajat dan kualitas kesehatan masyarakat dan lingkungan, terwujudnya tatakelola pemerinatahan yang baik dan meningkatnya pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Indeks Pendapatan Masyarakat Mandailing Natal sejak kepemimpinan HM Hidayat Batubara SE dan Drs Dahlan Hasan Nasution terus meningkat dimana pada tahun 2010 sebesar 70,60 persen sementara pada tahun 2011 yang lalu mengalami peningkatan menjadi sebesar 70,95 persen.

Sehingga dengan begitu maka jumlah penduduk miskin di Kabupaten Mandailing Natal ini terus menurun dimana pada tahun 2010 yang lalu sebesar 14,10 persen sementara pada tahun 2011 yang lalu mengalami penurunan menjadi 13,95 persen karena pemerintah Kabupaten Mandailing Natal terus mengupayakan penanggulangan kemiskinan dengan cara berkonsultasi dengan pemerintah provinsi dan pusat untuk menanganinya.

Dalam tahun 2013 ini pemerintah Kabupaten Mandailing Natal mempunyai pendapatan sebesar Rp 780.360.051.925,00 yang terdiri dari target Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 47.000.000.000,00 dana perimbangan sebesar Rp 716.273.024.278 serta lain-lain pendapat yang sah sebesar Rp 17.087.027.645,00.

Demi untuk pencapaian visi misi Bupati dan Wakil Bupati di bidang Pendidikan gratis dimana pada tahun 2012 yang lalu telah ditampung di APBD Kabupaten Mandailing Natal sebesar Rp 5.000,00 per siswa SLTA Negeri yang ada di Kabupaten Mandailing Natal, karena pada SD dan SLTP sudah ada dana BOS, disamping itu pada tahun 2012 yang lalu pemerintah talah menganggarkan sebesar Rp 5.000.000 bantuan bagi mahasiswa/i miskin dan berperestasi, sementara pada tahun 2013 ini Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal terus meningkatkan penampungan dan biaya sekolah dengan mengganggarkan pembelian seragam sekolah bagi siswa baru sementara bantuan bagi mahasiswa/i miskin dan berprestasi terus ditingkatkan oleh pemerintah.

Sementara untuk pencapaian kesehatan gratis pada tahun 2012 yang lalu masyarakat dilayani secara gratis untuk berobat di seluruh puskesmas yang ada di Kabupaten Mandailing Natal ini, pada TA 2013 ini pemerintah juga dalam waktu dekat ini akan membagikan kartu sehat bagi masyarakat yang tidak tertampung di dalam Jamkesmas maupun klaim kesehatan yang lainnya, sehingga dengan begini seluruh masyarakat Mandailing Natal nantinya akan berobat gratis di seluruh rumah sakit yang ada di Kabupaten Mandailing Natal ini, namun dengan catatan dirawat di ruang kelas III.

Namun simua apa yang sudah direncanakan oleh Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal ini dibawah kepemimpinan HM Hidayat Batubara SE dan Drs Dahlan Hasan Nasution tidak akan tercapai dan berjalan dengan baik tanpa adanya kerja sama antara pemerintah dengan masyarakat dan ulama yang ada di Kabupaten Mandailing Natal ini, karena semua elemen yang ada di Kabupaten Mandailing Natal ini mempunyai fungsi masing-masing dan saling ketergantungan antara yang satu dengan yang lainnya.

Peran ulama dalam menjaga keseimbangan pembangunan baik fisik maupun moral yang sangat pesat belakangan ini mutlak diperlukan, jika peran ulama diabaikan, maka pembangunan, utamanya pembangunan mental masyarakat, akan memiliki arah yang tidak jelas dan masyarakat akan mengikuti hawa nafsunya.

Ulama sebagai pewaris risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW memiliki peran yang sangat vital dan strategis dalam membentuk karakter dan moral masyarakat, jika ulama baik, insya Allah baik pula masyarakatnya, begitu juga sebaliknya. Seperti yang dikatakan oleh ustadz Amlir Syaifa Yasin, Sekretaris Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia pada 25 Desember 2012 yang lalu saat menyampaikan tausiah dalam acara Silaturrahim Dewan Syariah Wilayah Partai keadilan Sejahtera dengan Ulama dan Tokoh Masyarakat di Hotel Grand Cempaka Jakarta Pusat,

Dimana dikatakannya Sebagai sosok yang menjadi panutan masyarakat, ulama harus memiliki sikap yang istiqomah, tidak mudah tergoda oleh bujuk rayu kepentingan dunia maupun kepentingan seseorang yang hendak menghancurkan tatanan yang sudah dibuat, dan jika ia memberikan nasihat atau pandangan semata-mata untuk kemaslahatan ummat agar Syariat Allah dapat ditegakkan dan Ridho Allah dapat diraih serta harus berperan aktif dalam menyeimbangkan pembangunan fisik dan moral, karena jika peran ulama diabaikan, maka masyarakat akan kehilangan kontrol dan cendrung berbuat yang negatif sebagai akibat pesatnya pembangunan

Untuk itu di Kabupaten Mandailing Natal ini dalam pembangunan Madina ke depan sangat diharapkan peran ulama untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat sehingga apa yang sudah direncanakan oleh pemerintah tersebut dapat berjalan dengan baik, karena tanpa memberikan dukungan kepada pemerintah tersebut mustahil pembangunan itu dapat berjalan dengan lancar.

Untuk itu ulama sebagai pemberi fatwa, pencerah ummat, mempunyai otoritas dibidang keagamaan dan dapat memberikan nasihat dan saran kepada umara agar kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan oleh para umara itu dapat terarah, tidak bertentangan dengan agama dan dapat memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan yang lebih optimal bagi rakyat. Ulama memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam islam, karena tanpa ulama, orang akan menjadi nihil dan akan bertindak menurut hawa nafsunya.

Oleh karena itu sangat diperlukan sinergitas yang baik antara ulama dan umara sebagai pelaksana teknis pembangunan, karena jika dua elemen penting ini tidak bersinergi dengan baik, maka dipastikan msayarakat disekitarnya akan rusak. Rasulullah bersabda bahwa : “Dua golongan dari manusia (ummatku) apabila kedua-duanya baik, akan baiklah manusia, akan tetapi apabila keduanya rusak, maka akan rusaklah manusia. Dua hal tersebut adalah ulama dan umara”.

Disamping peran para ulama juga sangat penting peran masyarakat dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan peran serta masyarakat dengan kearifan lokalnya perlu diberikan tools dan mekanisme yang jelas agar bisa berinteraksi dalam penyelenggaraan penataan ruang, keikut sertaan Masyarakat dalam pembangunan perlu diperkuat dengan cara pelibatan aktif dalam proses penentuan kebijakan publik, termasuk penataan ruang.

Selain itu, peran serta masyarakat sangat diharapkan dapat memberikan kontribusi agar menghasilkan rencana tata ruang yang lebih sensitif dan lebih mampu mengartikulasikan kebutuhan berbagai kelompok masyarakat yang beragam dengan tidak mengesampingkan kearifan lokal.

Dalam pendekatan partisipasi, peran serta masyarakat tidak hanya terbatas dalam pengertian ikut serta secara fisik, tetapi keterlibatan yang memungkinkan mereka melaksanakan penilaian terhadap masalah dan potensi yang terdapat dalam lingkungan sendiri, kemudian menentukan kegiatan yang mereka butuhkan.

Keterlibatan masyarakat ini adalah keterlibatan yang mengarah pada tumbuhnya kemampuan-kemampuan mereka untuk lebih berdaya dalam menghadapi tantangan hidup tanpa harus bergantung dengan orang lain. Ketika masyarakat kuat, peran orang luar semakin dikurangi. Itulah sebabnya pendekatan partisipatif disebut juga dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat.

Sehingga apabila masyarakat, pemerintah dan ulama bersatu maka sangat memungkinkan pembangunan di Kabupaten yang kita cintai ini akan berjala dengan baik, karena masyarakat dan ulama adalah suatu kontituent yang tidak bias dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.

Karena apabila masyarakat, pemerintah dan ulama bersatu demi untuk pembangunan Mandailing Natal kedepan maka akan menciptakan pembangunan yang tepat guna sehingga akan menciptakan masyarakat Madina yang Madani tersebut.

 

Penulis adalah wartawan

Harian Portibi di Kabupaten

Mandailing Natal

Comments

Komentar Anda

2 thoughts on “Persatuan dan Kesatuan Sebagai Modal Awal Pembangunan di Kabupaten Mandailing Natal

  1. untuk meningkatkan kesatuan kemajemukan masyarakat madina perlu di telusuri adat istiadat dan budayanya dimana desetiap wilayah ada masyarakat adatnya.contohnya keberadaan marga Nasution diwilayah Panyabungan dan sekitarnya,marga Lubis diwilayah Kotanaopan dan sekitarnya termasuk marga lain yang berada disekitar wilayah itu sejak awal ,sebelum NKRI merdeka.
    Semua elemen kemajemukan yg ada di Madina ini harus mempunyai kebersamaan visi yaitu mengisi Kemerdekaan ini dengan membangun
    masyarakat yang ber adat ,berahlak ,berpendidikan yg menhasil sumber daya manusia untuk membangun daerahnya.

  2. Persatuan dan Kesatuan Sebagai Modal Awal Pembangunan di
    Kabupaten Mandailing Natal

    Persatuan dan kesatuan sebagai modal awal Pembangunan di Kabupaten Mandailing Natal, memang ini sudah merupakan sunnatulloh artinya tanpa persatuan dan kesatuan itu tidak akan tercapai Pembangunan yang kita cita-citakan. memang tulisan tersebut nampaknya terlalu teoritis tetapi kalau kita simak dengan teliti memang itulah yang sebenarnya diperlukan oleh masyarakat mandailing Natal . sesungguhnya tidak itu saja yang dibutuhkan oleh masyarakat Mandailing Natal dalam Pembangunan ini tetapi yang di tekankan adalah sebagai modal awal nya saja , karena tanpa modal awal ini pembangunan inipun tidak begitu penting kita laksanakan kenapa …… karena akan di rusak juga nanti akhirnya. maka bisa kita sebut bahwa Persatuan dan kesatuan inilah sebagai ” CORE ” nya , disamping itu perlu juga ditambahkan Core- core yang lain seperti Tim Work, Achievement, mengutamakan kepentingan rakyat dari kepentingan pribadi. Loyalitas dan lain sebagainya, antara lain inisiatif , komperhenship . mungkin kalau kita kembali ke zaman Willem Iskander tempo dulu hal ini sudah tersirat dalam prilaku sehari hari dari masyarakat Mandailing dimana dalam acara adat sering kita dengar ungkapan berikut ” Halaman bolak silangse utang, guluan naso marlinta asa galanggang naso marrongit “, salumpat sa indege sabara sabustak, pala malamun saulak lalu, pala magulang rap margulu , ini menunjukkan kepada kita rasa senasib sepenanggungan, kalau sudah sama sama kita merasa senasib dan merasa sepenanggungan tentu rasa kecewa dan rasa cemburu akan jauh dari diri kita maka proses pembangunan pun akan berjalan adanya, tetapi kalau di satu sisi korupsi disisi lain menderita karena beban hidup yang berat maka cemburu dan iri hati akan cepat meledak di dalam dada. yang berujung kepada Demonstrasi. kira kira demikianlah yang dapat saya ungkapkan menanggapi tulisan Saudara Maradotang Pulungan kalau ada yang kurang berkenan saya minta maaf dan semoga kita mendapat bimbingan dari Allah SWT amiiiinn.

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.