Artikel

Poliandri Buah Kapitalisme

Oleh : Sri Handayani

Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengaku terkejut dan prihatin mendengar pernyatan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo yang mengungkapkan adanya fenomena pelanggaran baru oleh Aparatur Sipil Negara (ASN), yaitu perempuan yang memiliki suami lebih dari satu orang atau poliandri. Ia meminta agar Kementerian PAN-RB menindak tegas jika ada ASN yang terbukti melakukan poliandri.

“Fenomena poliandri di kalangan ASN ini jelas akan merendahkan harkat dan martabat ASN itu sendiri. Harus dihukum berat berupa diberhentikan sebagai ASN dan kalau ada unsur pidana diproses sesuai hukum yang berlaku,” kata Guspardi dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, Selasa (1/9).

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN RB), Tjahjo Kumolo, mengungkapkan adanya fenomena baru pelanggaran yang dilakukan oleh aparatur sipil negara (ASN). Fenomena tersebut berupa ASN perempuan yang memiliki suami lebih dari satu atau poliandri.

Ia mengatakan selama satu tahun ini sudah menerima laporan ada sekitar lima laporan kasus poliandri. Kendati demikian, ia harus memutuskan masalah tersebut dengan beberapa pihak, yakni Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan Kementerian Hukum dan HAM.

“Tetapi kami tidak mau hanya ‘katanya’, seperti pengaduan dari teman. Jadi harus ada bukti dari suami atau istri. Kalau untuk ASN (pria) yang mau nikah lagi harus ada izin istri tertulis dan izin pimpinan,” katanya. (Republika. Co. Id)

Di tengah kriminalisasi ide Khilafah dan pengembannya baru-baru ini. Problem menimpa perempuan dan anak makin massif terjadi. Persoalannya bervariasi dan sistemik serta penyelesaiannya pun memiliki tingkat kompleksitas. Salah satunya kasus poliandri yang terjadi di kalangan ASN.

Perempuan adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah swt. Yang memiliki kedudukan yang istimewa. Brand kapitalisme memberikan pemahaman liberal kepada perempuan masa kini untuk menyetarakan kehidupan mereka dengan kaum laki-laki. Ide kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dimunculkan sebagai jalan keluar persoalan diskriminasi terhadap wanita. Ide inilah yang mereka gaungkan. Pegiat liberal mendorong umat islam untuk menuntut perubahan hukum – hukum islam. Mereka mendorong untuk mengambil ide kesetaraan. Ide ini bisa menjerumuskan perempuan ke jurang fitnah dan penderitaan. Perempuan memiliki nasab dan nasib yang salah akibat poliandri.

Dan Maraknya praktik poliandri merupakan cerminan dari tatanan kehidupan yang rusak merusakan akibat paham liberalisme yang dianut oleh negara. Mereka telah meminggirkan agama untuk mengukur masalah perempuan. Berbagai perangkap yang diciptakan kapitalisme atas kemuliaan bagi perempuan. Pasalnya, semua agama melarang poliandri. Begitu juga hukum adat dan hukum negara. Namun, ternyata masih ada yang mempraktikkannya. Terjadinya poliandri tentu ada faktor penyebabnya. Diantaranya yakni,

Pertama, lemahnya kontrol individu. Kurangnya keimanan, sehingga tidak memiliki filter atas perilaku kemaksiatan. Minimnya pengetahuan agama, tidak merasa takut kepada Allah SWT dan seolah lupa bahwa Allah senantiasa mengawasi setiap perbuatannya.

Kedua, tidak terpenuhinya kebutuhan lahir dan bathin dalam rumah tangga. Karena faktor ekonomi maupun nafkah biologis. Efek dari kelelahan setelah bekerja, faktor umur, sakit yang berkepanjangan, long distance relationship (LDR) dalam waktu yang lama, dll.

Ketiga, abainya negara terhadap kewajibannya. Kehidupan serba bebas membuka peluang bagi lelaki dan perempuan, bukan hanya ASN melakukan aktifitas maksiat. Kebebasan yang diagungkan dalam iklim demokrasi telah memicu berbagai kerusakan kehidupan manusia, hingga dalam tatanan keluarga. Trend poliandri di kalangan ASN ini adalah contoh nyata.

Dan sudah jelas dalam Islam poliandri jelas dilarang. Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani menjelaskan di dalam kitab Nizhom Ijtima’iy Fi Al Islam, Haram mengawini wanita-wanita yang bersuami. Allah Subhanahu Wata’ala menyebut mereka dengan istilah muhshanaat (wanita yang memelihara kehormatannya), karena mereka telah menjaga kemaluannya (kehormatannya) melalui perkawinan.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala :

“Dan (diharamkan juga atas kalian menikahi) perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu.” (Q.S An Nisa : 24)

Adapun dalil As-Sunnah, bahwa Nabi SAW telah bersabda :

“Siapa saja wanita yang dinikahkan oleh dua orang wali, maka [pernikahan yang sah] wanita itu adalah bagi [wali] yang pertama dari keduanya.” (ayyumaa `mra`atin zawwajahaa waliyaani fa-hiya lil al-awwali minhumaa)
(HR Ahmad)

Dari uraian Imam Ibnu Katsir dalam tafsir beliau, Tafsir Ibnu Katsir,

“(Dan perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan yang kalian miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu). Yaitu, dan diharamkan atas kalian menikahi perempuan lain yang terlindungi–adapun mereka (al-muhshanat) adalah para perempuan yang berstatus sebagai istri–…”

Jelas bahwa Poliandri merupakan pernikahan yang terlarang. Islam telah memuliakan perempuan dengan tugas pokok yaitu Ummu Wa rabbatul bait. Islam juga telah memuliakan perempuan dengan menjamin hak – haknya sebagai manusia. Dan Islam menjamin hak perempuan untuk dilindungi kehormatan, akal, harta, jiwa, agama dan keamanannya. Negara sebagai pengurus urusan rakyat akan memaksimalkan tindakan pencegahan. Sebab, poliandri akan merusak jalur nasab manusia dan berimplikasi terhadap hukum syariah yang lain. Seperti pernikahan, nafkah dan waris.

Islam sudah memiliki sistem aturan yang paripurna. Untuk mengatur tatanan kehidupan termasuk tentang pernikahan, menjamin pemenuhan nafkah perempuan melalui suami dan para wali, perintah Islam untuk menutup aurat dan menjaga pandangan, larangan tabarruj, berkhalwat dan ikhthilat (campur baur laki-laki dan perempuan) tanpa alasan syar’i, larangan muslimah bersafar tanpa ditemani mahram, kewajiban menjaga kehormatan suami/istri dan rumah tangga.

“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.” (QS. An nur :31)

Dan Islam memandang poliandri sebagai sebuah tindakan jarimah atau tindak pidana yakni zina. Sanksi/ hukuman atas prilaku zina sudah jelas. Pelaku zina yang belum pernah menikah (ghoyru muhshon) dihukum dengan seratus kali dera/ cambuk . Sedangkan pelaku zina yang sudah menikah (muhshon) dihukum dengan hukuman rajam sampai mati.

“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.” (QS. An nur :2)

Yang bertanggung jawab untuk menjalankan hukuman ini adalah Negara bukan individu. Dari sinilah bahwa uqubat berfungsi sebagai zawâjir dan Jawabir. Pelaksanaan hukuman tersebut disaksikan oleh masyarakat. Penerapan sanksi Islam bersifat zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Mencegah terjadinya prilaku yang serupa serta sebagai penebus dosa bagi pelaku sebab dia sudah mendapatkan hukumannya di dunia.

Demikianlah sistem Islam berasal sang maha tahu yaitu Allah swt dapat mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dengan tatanan yang rahma. Dengan islam kemuliaan dan kehormataan manusia terjaga. Wallahu A’lam.***

Penulis adalah guru, tinggal di Padangsidimpuan, Sumatera Utara

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.