Artikel

PUSAT STUDI KEBENCANAAN (bagian 1)

Moechtar Nasution
Moechtar Nasution

Oleh : Moechtar Nasution

PENDAHULUAN

Dalam berbagai kesempatan diskusi dengan Kasubbag Program BPBD Madina, Raja Nasution-bisa disebut kami tidak lupa membicarakan gagasan untuk melakukan kajian tentang urgensi pendirian pusat studi kebencanaan di Panyabungan sebagai jantung urat nadi pemerintahan dan juga sosial kemasyarakatan. Saya selalu menekankan bahwa persoalan ini bukan terletak pada soal kelayakan atau tidak, namun lebih kepada sensitivitas (sence of crisis) dan kepedulian (sence of belonging) daerah untuk berupaya semaksimal mungkin melakukan berbagai program kerja dalam kerangka kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana.

Untuk menopang program kerja ini tentunya membutuhkan kajian yang sifatnya memiliki nilai keilmiahan dan keilmuawan karena menyangkut tentang akuntabilitas publik yang hasilnya juga nanti akan dimanfaatkan masyarakat menuju terciptanya masyarakat yang tangguh menghadapi bencana. Karena ini menyangkut tentang kehidupan masa depan bangsa dan daerah tentunya keberpihakan stake holder terhadap masyarakat harus lebih diutamakan dengan mengoptimalisasikan peran serta masyarakat sehingga dengan demikian akan melahirkan ketangguhan masyarakat menghadapi bencana. Bagi saya  ini sangat penting untuk diprioritaskan bahkan jika perlu harus sesegera mungkin diwujudkan.Ini bukan hanya kepentingan sesaat namun untuk jangkauan kedepan, untuk generasi dimasa yang akan datang.Kita menyadari sepenuhnya bahwa Indonesia pada ulumnya dan juga Madina secara khusus dapat dikategorikan sebagai daerah rawan bencana berdasarkan pengalaman kebencanaan yang dimiliki.

Sering disebut Indonesia sebagai Negara laboratorium bencana. Pernyataan ini mengandung makna bahwa hampir semua jenis bencana terdapat dinegeri ini. Bila dikaji secara ilmiah, statement ini seharusnya bisa menjadi  pemicu kesadaran kolektif kita sebagai bangsa untuk selalu meningkatkan kesiapsiagaan menghadai bencana. Bukan hanya sekedar wacana namun harus teraplikasikan dengan baik melalui serangkaian kegiatan yang pada intinya bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang tangguh menghadapi bencana.

Bencana yang silih berganti dinegara kita ini sejatinya memberikan pelajaran untuk melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana secara efektf dan efisien. Bencana bukan hanya urusan pemerintahan semata namun tugas kita semua sebagai anak bangsa.Dibutuhkan kerjasama, persatuan dan kesatuan serta kekompakan untuk secara bersama-sama terlibat secara aktif dalam tugas pengabdian ini.  Tidak pandang suku, ras, agama dan sekat-sekat primordial lainnya, namun semua warga Negara memiliki kewajiban yang sama.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang diamanatkan untuk mengkoordinasikan upaya penanggulangan bencana, telah banyak menyusun dokumen Rencana Nasional Penanggulangan Bencana. Berdasarkan hasil review midterm terhadap implementasi dokumen tersebut, khususnya penelitian dalam penanggulangan bencana masih sangat lemah. Dan ini sangat dirasakan kurang sekali apalagi mengenai kajian kebencanaan didaerah. Jikapun ada, tentunya hasil penelitian ini belum banyak yang bisa diimplementasikan dalam kebijakan dan aksi penanggulangan bencana.

PERAN AKADEMISI

Kajian yang bersifat keilmiahan ini hanya bisa diperoleh melalui penelitian baik lapangan maupun kepustakaan. Menggandeng perguruan tinggi merupakan prasyarat utama sehingga hasil penelitian nanti  bisa memenuhi unsur akademik terutama dalam metodologi dan sistimatika penelitian. Bertepatan dengan hari Pahlawan tahun 2015 yang lalu beberapa akademisi di kota Surabaya bersama Dr.Syamsul Maarif,M.Si yang dulu Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana menggagas dan meresmikan Pusat Penelitian dan Pelatihan Indonesia Tanggung( PUSPPITA) sebagai wujud peran serta aktif masyarakat dalam memberikan konstribusi bagi pengurangan resiko bencana. Satu upaya yang harus diapresiasi secara positif dan harus ditularkan kedaerah lainnya. Hendro Wardhono, Direktur lembaga ini mengemukakan bahwa latar belakang pendirian pusat penelitian kebencanaan ini diawali dari kegelisahan dan kecemasan kalangan intelektual khususnya para akademisi dalam penanganaan kebencanaan yang terjadi selama ini.

Kekhawatiran ini tentu saja sangat beralasan mengingat bahwa masih banyak penanganan kebencanaan yang dilakukan secara tidak professional. Keterlibatan perguruan tinggi khususnya para akademisi diharapkan mampu mengembangkan berbagai penelitian sehingga bisa menjadi referensi yang ilmiah dan strategis bagi para pemangku kepentingan dalam merumuskan atau merencanakan program kerja penanggulangan kebencanaan secara tepat.

Hingga dewasa ini, keterlibatan akademisi dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana masih sangat minim. Sangat sedikit sekali peran serta yang ditunjukkan kalangan kampus untuk turut terlibat padahal sejatinya keterlibatan para akademisi ini sangat membantu sekali utamanya persoalan penelitian.

“Hanya 3% penelitian mengenai bencana di Indonesia yang sudah dilakukan” ungkap Hendro sedih. Tentunya kesedihannya ini juga merupakan kesedihan bersama sebagai anak bangsa karena kita menyadari Indonesia termasuk daerah rawan bencana (ring of fire) atau daerah laboratorium bencana. Keterlibatan para akademisi ini juga akan semakin mengentalkan sinergitas antara tiga komponen kekuatan penyelenggaraan penanggulangan bencana mulai dari pemerintahan, masyarakat dan dunia usaha.

Dengan pengalaman kebencanaan yang dimiliki, maka sudah semestinya perguruan tinggi memberikan respon dengan melakukan serangkaian kegiatan yang difungsikan untuk membantu proses penyelenggaraan penanggulangan bencana ini. Ada banyak hal yang bisa dilakukan misalnya melakukan kajian dan penelitian dalam kerangka formulasi, implementasi dan evaluasi kebijakan penanggulangan bencana mulai dari tahapan prabencana, tanggap darurat maupun juga pasca bencana. Kajian dan penelitian dengan  sistimatis dan meteodologi keilmiahan diyakini akan bisa menjadi referensi atu literature bagi para pengambil kebijakan karena kajian tersebut dipastikan akan memiliki nilai urgensi, memiliki validitas, terukur, terarah, dan akuntabilitas. Tentunya ini harus dilaksanakan dengan professional.

Peran serta akademisi dalam kajian dan penelitian ini akan sangat berdampak besar bagi penyelenggaraan penanggulangan bencana. Dan ini juga akan memberikan respon yang positif sehingga kalangan perguruan tinggi merasa memiliki tanggungjawab moral untuk menyumbangkan ilmu pengetahuan, tehnologi dan sumber daya yang dimiliki sebagai bentuk pengabdian kampus terhadap lingungan masyarakat. Bukankah ini juga merupakan roh perguruan tinggi yang lebih dikenal dengan sebutan Tri Dharma Perguruan Tinggi?

Selanjutnya peran akademisi adalah sebagai mitra pemerintah sangat diharapkan mampu memberikan rekomendasi program-program penanggulangan bencana yang dapat memperkuat ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana. Dengan bekal kajian yang dilaksanakan tersebut akan melahirkan program kerja karena ini merupakan satu rangkaian yang memiliki keterikatan. Program kerja atas hasil kajian diharapkan akan tepat sasaran baik kegunaan/ kemanfaatan dan juga urgensinya. Jadi bukan hanya asal-asalan namun lebih merupakan program yang mencerminkan kebutuhan dan prioritas.

Berbagai forum keilmiahan juga bisa dilaksanakan seperti seminar, dialog interaktif, diskusi, work shop (Focus Group Discussion) sebagai sarana untuk menghasilkan rekomendasi kepada pemangku kepentingan. Akademi jelas meruapakan non partisan dan akan menghindarkan diri dari kepentingan utamanya politik karena seorang akademisi diyakini akan memegang teguh nilai indepensinya dan objektifitasnya. Selain itu sesuai dengan kebutuhan seorang akademisi juga akan mampu melakukan kegiatan yang bersifat konsultatif dan pemberian advokasi atas berbagai persoalan sesuai dengan disiplin ilmunya. Yang tidak kalah pentingnya adalah pendidikan dan pelatihan dengan mempergunakan keahlian dan keterampilan.

Satu hal yang belum mendapatkan porsi perhatian dalam ilmu kebencanaan adalah kearifan lokal (wisdom local) padahal sejatinya kearifan lokal ini merupakan nilai yang bisa direduksi untuk menjadi kekuatan masyarakat dalam menghadapi bencana. Banyak kearifan lokal masyarakat yang hilang sendiri ditelan zaman karena sama sekali tidak ada upaya serius dari pemerintah dan masyarakat itu sendiri untuk berusaha membuat pelestariannya. Jika saja kearifan lokal ini bisa dipelihara dan dilestarikan maka tentunya ini bisa menjadi kekuatan yang mendukung bagi terciptanya ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana. Ada banyak kearifan lokal milik masyarakat yang erat kaitannya dengan persoalan lingkungan hidup namun karena memang selama ini jarang tersentuh atau juga tidak dilestarikan akhirnya menjadi hilang tak berbekas. Setiap suku, komunitas atau bahkan daerah dihampir  seluruh penjuru nusantara diyakini memiliki kearifan lokal dalam berbagai bentuk semisal nyanyian, atau juga nasehat. Kearifan lokal masyarakat ini perlu digali lebih jauh dan mendalam melalui kegiatan penelitian sehingga kebijakan yang akan diambil nantinya bisa memiliki akurasi, tingkat validitas yang tinggi,akurat dan punya akuntabilitas.

Perguruan tinggi memang diakui sudah banyak yang terlibat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana namun ini lebih banyak terfokus kepada tanggap darurat. Menjadi tantangan tersendiri untuk bisa menghadirkan peran serta perguruan tinggi secara aktif dalam setiap tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana. (bersambung)

 

 

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.