Berita Nasional

RI terancam krisis penduduk dan pangan


JAKARTA- Kesejahteraan tampaknya menjadi kondisi yang kian musykil bagi masyarakat Indonesia. Pasalnya, kondisi ini masih terasa jauh panggang dari api. Malah kini Indonesia tengah dibayangi ancaman ledakan penduduk.

Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ancaman ledakan penduduk itu sangat nyata jika Indonesia gagal membuat desain induk kependudukan yang tepat dan tertata. Kepala BKKBN, Sugiri Syarif, bahkan mewanti-wanti, berdasarkan hasil sensus 2010, penduduk Indonesia bertambah 32,5 juta jiwa, dengan rata-rata pertumbuhan 1,49%.

Angka itu tentu saja masih tetap besar. Artinya, dengan laju pertumbuhan pada angka tersebut, diprediksi jumlah penduduk Indonesia pada 2045 mendatang akan menjadi sekitar 450 juta jiwa. Itu artinya, dari 20 penduduk dunia, satu di antaranya adalah orang Indonesia.

Tentu saja naif bila kondisi seperti itu dianggap membanggakan. Jumlah penduduk yang besar namun tidak produktif, secara otomatis akan menjadi beban pemerintah. Pemerintah harus lebih agresif menyediakan anggaran untuk kesehatan, pendidikan, pangan sandang, papan, yang dibutuhkan masyarakat. Artinya, ke depan, kerja pemerintah begitu berat dan menantang.

Sementara semua tahu, daya tampung dan daya dukung lingkungan justru menunjukkan arah yang paradoks. Alam dan lingkungan bergerak ke arah yang makin tidak ideal. Yang terlihat nyata hanyalah masalah.

Lihatlah fakta ini: lingkungan yang rusak, sampah, banjir, kemacetan, kesulitan untuk mengakses udara dan air bersih, sementara isu perubahan iklim yang berdampak kepada terjadinya bencana kian kuat terbaca.

Apalagi bila awas akan data yang dilansir jurnal terkemuka Foreign Policy, baru-baru ini. Di sana tertera jelas, betapa dunia ke depan akan rawan pergolakan karena krisis pangan. Menurut ekonom yang kini Presiden Earth Policy Institute, Lester R Brown, ke depan, pergolakan dunia lebih banyak akibat kebutuhan akan pemenuhan pangan.

Brown mengungkap data, mengawali tahun baru harga gandum tetap tinggi di Inggris. Ketika harga pangan yang tinggi juga menyebabkan kerusuhan di Tunisia, dengan terjungkalnya Presiden Zine El Abidine Ben Ali yang telah berkuasa 23 tahun lamanya, prediksi Brown pun menemukan momentum kebenarannya.

Kini, manakala semua persoalan itu begitu terpampang jelas di depan mata, seharusnya, sebagaimana dinyatakan Ketua BKKBN, pemerintah harus segera membuat cetak biru strategi apa yang akan dipakai untuk mengatasinya.

Strategi kependudukan, sebagaimana teori klasik Robert Malthus, tentu akan selalu berjalin kelindan dengan pangan. Di sinilah perlunya pemerintah yang tegas, efektif dan berwawasan ke depan, untuk memobilisasi dan mendayagunakan segala sumber daya untuk menjawabnya.

Hentikan segala persoalan yang sebenarnya hanya jadi aksesori yang melenakan kepekaan akan masalah. Ini masalah yang jelas sudah ada di depan mata. Dan jelas, perlu seorang pemimpin yang visioner untuk menjawabnya.
Sumber : Waspada

Comments

Komentar Anda