Artikel

Suka ke Pengajian? Bukti Iman Masih Menghujam

Oleh: Mariani Siregar, M.Pd.I
Dosen Pendidikan Islam

Jealous? Tidak mampu? Atau tidak suka? Ketiganya adalah kemungkinan jawaban tersingkat untuk menjawab pertanyaan sebagian orang yang nyinyir. Tetapi dalam konteks kebaikan (khoir) seharusnya tidak berperilaku nyinyir. Seharusnya yang dikedepankan adalah support and appreciate. Sebab, jika kebaikan sudah jadi kebiasaan untuk disindir, maka keburukan akan menempati sebaliknya.

Seperti yang sekarang sedang ramai diperbincangkan oleh nitizen, yaitu ucapan atau pernyataan sindiran yang dilontarkan oleh salah seorang petinggi partai baru-baru ini. Dilansir dari liputan6.com bahwa video tersebut memperlihatkan wanita yang menyindir dengan kalimat yang mempertanyakan perihal ibu-ibu yang senang mendatangi pengajian.

Sebelum menyindir dan nyinyir, ia sendiri terlebih dahulu meminta maaf. Setelah itu, barulah ia menyampaikan kritik mengenai aktivitas ibu-ibu yang senang mengaji. Ia mempertanyakan kenapa ibu-ibu sekarang senang sekali ikut ke pengajian. Bahka ia juga mengatakan pernah ke pengajian dan boleh saja. Tetapi ia juga berdalih jika ke pengajian terus, bagaimana tanggung jawab mengurus anak-anaknya.

Pernyataan tersebut tentu saja menimbulkan reaksi dari nitizen juga masyarakat luas. Banyak yang menyahuti sindiran tersebut dengan menyampaikan prestasi-prestasi orang tua mereka yang merupakan jamaah pengajian tetapi juga sukses mendidik anak-anaknya. Di sisi lain,  beberapa orang juga mencoba untuk menengahi dengan menyatakan bahwa yang disampaikan adalah agar ibu-ibu mengimbangi kesibukan dunia-akhirat.

Lalu, bagaimana seharusnya menyikapi pernyataan tersebut? Haruskah diaminkan? Ditengahi? Atau didudukkan sesuai syariat Islam?

Jawabannya pastilah harus didudukkan sesuai Islam karena yang disindir berkaitan dengan ajaran Islam, yaitu pengajian. Tidak juga ujuk-ujuk mengaminkan, atau mencoba menengahi hingga terlihat seperti  menyalahkan aktivitas pengajiannya.

Pertama, yang harus dilihat adalah alasan di balik kenapa ibu-ibu sekarang suka ke pengajian. Karena itulah pertanyaan utamanya. Maka harus dijawab dengan jawaban yang sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal, dan menentramkan jiwa. Jika syarat ketiganya terpenuhi, harapannya tidak ada lagi pertanyaan kenapa ke pengajian.

Kedua, terkait aktivitas pengajian. Pengajian atau kajian adalah salah satu kegiatan yang sebenarnya bukan hanya ibu-ibu yang suka datangi. Bapak-bapak juga banyak yang hadir ke pengajian. Hanya mungkin kebetulan yang menyampaikan identik dengan dirinya sebagai kaum perempuan dan memfaktai demikian.

Tidak bisa dipungkiri bahwa fitrah manusia untuk mengkultuskan atau mengagumkan sesuatu di luar dirinya (Yang Maha) ada pada setiap diri manusia (gharizah tadayyun). Terlepas agama apapun, hatta tidak beragama.

Hadirnya agama merupakan petunjuk untuk menjawab fitrah gharizah tadayyun yang Allah ciptakan dalam diri manusia. Tanpa agama, maka akan bermunculan perilaku-perilaku menyimpang dalam mengekspresikannya seperti menyembah pohon, sungai, gunung, batu, atau kuburan nenek moyang, dan lainnya yang dianggap berkekuatan magis. Turunnya agama dari sisi Sang Pencipta untuk memberikan petunjuk cara mengagumi dan mensucika sesuatu.

Dalam Islam, manusia diajarkan untuk ketauhidan, mengarahkan pemeluknya untuk melakukan ibadah-ibadah vertikal seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan mengimani rukun iman yang enam sebagai jawaban untuk mengagungkan atau mensucikan Yang Maha (Al-Khaliq), yaitu Allah swt.

Kedua, zaman sekuler liberal hari ini telah menjauhkan umat Islam dari pemahaman Islam yang kafah dan shahih. Kesibukan duniawi telah menjebak manusia terlebih kaum ibu dan para muslimah. Hingar-bingar kehidupan yang serba materialistis hakikatnya tidak sesuai dengan fitrah manusia apalagi perempuan. Karena kemuliaan seorang perempuan ada di dalam rumahnya yang dijaga, dilindungi, dan diayomi oleh suami mereka.

Kemudian juga diawasi oleh masyarakat agar jangan sampai tergelincir ke dalam kemaksiatan seperti selingkuh atau mengumbar aurat. Selanjutnya dibentengi oleh kebijakan negara dengan syariat Islam agar tidak membawa arus kerusakan jika didiamkan. Betapa mulianya perempuan jika hidup sesuai fitrahnya yang diberikan oleh Allah swt.

Akibat ketiadaan sistem hidup yang manusiawi, justru menjauhkan umat Islam dari agamanya, pada akhirnya akan membawa kepada kejenuhan hidup dan pasti mencari sesuatu yang hilang dari dirinya yaitu cahaya keimanannya. Adanya lembaga-lembaga, atau kajian yang marak saat ini diadakan oleh masyarakat, sebenarnya dalam rangka ta’awun (tolong-menolong) dalam kebaikan (Al-Ashr : 3).

Padahal, negaralah yang seharusnya bertanggung jawab untuk menyelamatkan aqidah atau keimanan warganya (maqasid asy-syariah). Kini justru di pundak warganya sendiri akibat pengaruh sekulerisme oleh negara seperti di Indonesia.

Ketiga, pengajian adalah tempat menuntut ilmu. Bahkan salah satu tempat yang sangat dicintai oleh Allah swt. Karena diibaratkan seperti taman-taman surga. Ibu-ibu yang faktanya hari ini sudah penat dan mumet dengan segala persoalan hidup, mencoba untuk mencari arah baru hidupnya dengan mencas keimanannya datang ke pengajian. Walhasil, namanya taman surga, siapapun yang datang pasti merasa tenang. Itulah bukti kalau iman masih menghujam.

Apalagi menutuntut ilmu adalah kewajiban. Dan pengajian menyediakan itu untuk saling membantu dalam rangka menunaikan kewajiban. Hadir ke kajian adalah ajang untuk mengetahui bagaimana menjadi hamba atau manusia yang disebut taqwa ataupun taat kepada Allah swt.

Para ibu-ibu rajin ke pengajian juga sebenarnya meringankan kelak beban suaminya di akhirat dalam persoalan mendidik agamanya. Karena tidak semua suami mampu secara ilmu dan waktu untuk mendidik agama isterinya saat ini.

Biasanya, tema-tema kajian juga menggugah dan edukatif, bukan provokatif apalagi fiktif. Sampai di sini, masih tetap heran kenapa senang ke pengajian?

Selanjutnya keempat, persoalan anak. Inilah salah satu perkara unik dan hebatnya ibu-ibu yang rutin pengajian. Mereka adalah kaum ibu yang memiliki manajemen kehidupan yang terarah dan rapi pada umumnya.

Anak tidak jadi beban ke pengajian. Jika memang harus dibawa karena dalam masa menyusui, pasti mereka bawa. Sedangkan masih dalam kandungan saja yang begitu berat terasa ringan membawanya ke pengajian. Jika memang bisa ditinggal, mereka  pastikan hak-haknya terpenuhi seperti bekal makan dan keamanan. Sehingga saat pergi menghadiri pengajian, mereka fokus dan hikmat. Saat dibawa juga tidak masalah bagi jamaah lain. Karena para ibu pasti memahami sesama ibu.

Kaum ibu yaitu para muslimah merasa begitu senang ke pengajian meskipun mungkin ada satu atau dua orang yang niatnya tidak lurus dan tulus. Namanya manusia, itu bisa saja terjadi. Tetapi pada umumnya, mereka ke pengajian karena dorongan keimanan dan penghambaan kepada Allah swt.

Ibu-ibu pengajian juga rata-rata sifatnya friendly dan peduli. Dalam istilah lain, ukhuwahnya terjalin dengan baik. Di mana lagi bisa ditemukan persahabatan seperti itu jika tidak di pengajian? Belum cukup puas?

Kelima, aktivitas yang kian marak kembali kepada ajaran Islam adalah tanda-tanda dekatnya kemenangan Islam yang Allah janjikan (An-Nur: 55). Rasulullah saw juga mengabarkan tentang bangkitnya kejayaan Islam di akhir zaman. Tidak bisa dipungkiri bahwa hadirnya pengajian-pengajian adalah bukti rindunya kaum Muslim kembali kepada syariat Allah.

Dua puluh tahun lalu, pakaian syari (kerudung+jilbab) mungkin masih terlihat jarang di kehidupan umum.
Bahkan dalam institusi-intitusi resmi negara pun, ibu-ibu berhijab sangat susah ditemukan. Kecuali sekolah agama semisal pesantren. Namun, sepuluh tahun belakangan, geliat pakaian syar’i dan aktivitas berjamaah semakin meriah.

Bahkan munculnya perda-perda syariah membantu kaum ibu untuk memuliakan dirinya dengan berhijab ke tempat kerja atau ke kehidupan publik. Bagaimana jika negara yang melegalisasinya? Seantero negeri akan berhijab tanpa kecuali bukan?

Atau bagaimana jika negara yang memfasilitasi pengajian? Tentu akan minim bahkan sulit didapati umat Islam yang tidak paham agamanya. Tetapi sayangnya, agama adalah hak individu yang dalam pandangan demokrasi sekuler bukan ranah negara untuk dicampuri atau diurusi, kecuali yang menghasilkan benefit (dampak kapitalisme).

Oleh karena  itu, betapapun para pembenci Islam itu ingin menjauhkan umat dari agamanya, tetapi Allah sendiri yang sudah menyiapkan skenario indah untuk memenangkan agamaNya. Nyinyir, sindirlah sesuka hati. Tetapi janji Allah pasti datangnya. Allahu a’alam bissawab.

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.