Artikel

Tepatkah Penghentian Pelayanan Poliklinik di Tengah Pandemi?

Pasca Dokter Spesialis di RSU Panyabungan Terjangkit Covid-19


Oleh: Novida Sari
Ketua Muslimah Peduli Generasi Kabupaten Mandailing Natal

Salah seorang dokter spesialis kandungan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panyabungan Positif Covid-19. Hal ini menyebabkan belasan tenaga medis RSUD Panyabungan menjalani tes swab. Mereka yakni dokter, bidan hingga perawat yang melakukan kontak langsung dengan dokter LD. Dokter yang bertugas di bagian Poliklinik Kebidanan. Direktur RSUD Panyabungan, Bidasari Siregar mengatakan, hasil tes swab dokter spesialis kandungan tersebut keluar pada Jumat (28/8/2020). Selain itu, saat ini, pihak RSUD Panyabungan juga menghentikan seluruh pelayanan poliklinik hingga 14 hari ke depan. (inewssumut.id, 29/8/2020)

Mandailing Natal yang sebelumnya dinyatakan sebagai zona hijau untuk wilayah pandemi covid-19 kemungkinan akan berganti dengan adanya penambahan pasien positif dari pihak RSUD Panyabungan. Meskipun pihak RSUD telah menerapkan program new normal yang diharuskan oleh Pemerintah, ternyata penambahan kasus baru penderita Covid-19 bertambah. Ini menambah daftar penambahan penderita covid-19 yang kian merangkak di angka 169.000 jiwa di Indonesia.

Kalaulah kita telisik lebih jauh, langkah awal Pemerintah tidaklah tepat dalam mengambil kebijakan mencegah masuknya covid-19 ke Indonesia. Ketika covid-19 muncul pertama kali di akhir tahun 2019 hingga akhir Januari 2020 di Cina. Pemerintah justru tidak mengambil sikap dan kebijakan lockdown atas turis yang berasal dari China. Malah beberapa wilayah seperti Pemerintah Daerah Sumatera Barat malah menerima 174 wisatawan asal Kunming, China dan disambut langsung oleh Gubernur Sumbar Irwan Prayitno dan Sekda Alwis dan pemangku kepentingan terkait. (detiknews.com, 26/1/2020).

Padahal negara lain seperti Italia, menahan 6.000 wisatawan di atas kapar pesiar di pelabuhan Italia yang terletak di kota Civitavecchia pada kamis (30/1/2020) disebabkan kekhawatiran dua penumpang asal China yang berada di atas kapal mengidap virus corona (kompas.com, 31/1/2020), penghentian sementara visa kedatangan untuk warga cina oleh Filipina (Tempo.com, 28/1/2020) hingga penangguhan sementara visa bagi jemaah haji dari sejumlah negara untuk sementara waktu di Arab Saudi (bbc.com, 27/2/2020).

Islam sesungguhnya telah memberi solusi yang benar dalam berbagai persoalan manusia. Sebagai din yang sempurna, berasal dari dzat yang Maha Sempurna pasti ada penyelesaian dalam Islam. Sebagaimana firman Allah, “Kami turunkan kepadamu al-Kitab (Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu.” (TQS An-Nahl [16]:89).

Bahkan penyelesaian Islam bukanlah penyelesaian yang asal-asalan, tapi sesuai fakta, tuntas, pendekatan manusiawi sesuai dengan fitrahnya. Ditegaskan Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila Dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu.” (TQS Al Anfaal [8]:24).

Desain kesehatan yang digali dari Islam meniscayakan dalam penyelesaian Islam terwujudnya dua tujuan pokok penanggulangan pandemi dalam waktu singkat.

Pertama, menjamin terpeliharanya kehidupan normal di luar areal terjangkit wabah. Kedua, memutus rantai penularan secara efektif, yang tercepat sehingga setiap orang tercegah dari bahaya infeksi dan keadaan yang mengantarkan pada kematian. Karena Islam memandang secara sahih bahwa keselamatan nyawa manusia lebih utama daripada apapun juga termasuk ekonomi, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak” (HR At Tirmidzi).

Kedua tujuan pokok ini tercermin pada dua strategi efektif dalam memutuskan rantai penularan wabah.

Prinsip pertama, penguncian areal wabah (lockdown syar’i). Rasulullah Saw bersabda, “Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya.” (HR Muslim). Ini menandakan bahwa tidak boleh seorang pun yang berada di areal terjangkit wabah keluar darinya. Juga tidak seorang pun yang berada di luar areal wabah memasukinya.

Prinsip ini sangat efektif untuk memutus rantai wabah apalagi terhadap wabah yang belum diketahui dengan baik karakteristik virus dan manivestasi klinisnya, baik dari orang yang terinfeksi dengan gejala maupun tanpa gejala. Dengan prinsip ini, wilayah yang tidak terkena virus akan tercegah dari kasus impor (imported case) sehingga dapat melakukan aktivitas seperti biasa.

Prinsip kedua 3T (Trace, test, and treat/ lacak, uji dan obati). Setiap penyakit dapat disembuhkan, sebagaimana sabda Rasulullah Saw dengan lisannya yang mulia, “Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat, dan diadakan-Nya bagi tiap-tiap penyakit obatnya, maka berobatlah kamu, tetapi janganlah berobat dengan yang haram.” Maka tugas negaralah untuk menemukan obat sesegera mungkin dengan mengembangkan teknologi kedokteran dan medis mutakhir yang berkhidmat pada kemanusiaan.

Rasulullah Saw juga menegaskan, “Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sehat.” (HR Imam Bukhari); “Hindarilah orang yang berpenyakit kusta seperti engkau menghindari singa.” (HR Abu Hurairah).

Kedua hadis ini dapat diimplementasikan antara lain dengan massive testing yang cepat dengan hasil yang akurat kepada setiap orang yang berada di areal wabah. Sebab, mereka semua berpotensi terinfeksi dan berisiko sebagai penular. Selanjutnya, yang positif terinfeksi segera diisolasi dan diobati hingga benar-benar sembuh.

Penghentian penyebaran virus sejatinya bukanlah tugas dari satu pihak saja. Namun sungguh peranan negara sangat besar pengaruhnya dalam menjaga kesehatan dan keselamatan masyarakat. Sinergi fungsi Pemerintah yang sehat dengan memperhatikan konsep kemanusiaan haruslah yang diutamakan. Sehingga penghentian pelayanan kesehatan tidak terjadi.

Situasi pandemi memang sudah terlanjur parah, namun sebenarnya tidak ada kata terlambat dalam menyadari bahwa Islam ternyata memiliki solusi yang komprehensif dan preventif dalam menyelesaikan persoalan bangsa khususnya di tengah pandemi. Sudah seharusnya kita berbangga dengan keislaman yang dimiliki, dan menerapkan setiap ajaran yang terdapat di dalamnya di tiap lini kehidupan. Karena Islam tidak semata-mata hanya ibadah ritualitas belaka.***

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.