Berita Nasional

Tuntutan Pidana Percobaan Terhadap Ahok Langgar Peraturan Jagung

Ridwan Rangkuti,SH.MH

 

SIDIMPUAN (Mandailing Online) – Ketua Persatuan Advokad Indonesia (Peradi)  Tabagsel, Sumatera Utara, Ridwan Rangkuti, SH.MH  menilai tuntuna JPU terhadap Ahok telah melanggar Peraturan Kejaksaan Agung.

Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang hanya 1 tahun dan masa percobaan 2 tahun terhadap Gubernur DKI Jakarta, Basuki Cahaya Purnama alias Ahok dalam perkara penistaan agama adalah suatu tuntutan pidana yang melanggar Peraturan Jaksa Agung tentang Pedoman Penetapan Tuntutan Pidana dalam Tindak Pidana Umum.

Tuntutan JPU itu juga telah mencederai rasa keadilan karena telah menciptakan disparitas tuntutan pidana dalam perkara yang sama terhadap terdakwa lainnya dalam perkara perkara sebelumnya.

Dalam berbagi PERAJA (Peraturan Jaksa Agung) dan SEJA (Surat Edaran Jaksa Agung), jika menurut JPU tindak pidana yang didakwakan telah memenuhi unsur pasal yang didakwakan, maka JPU tidak dibenarkan menuntut terdakwa dengan tuntutan hukuman Percobaan, apalagi tindak pidana yang didakwakan menarik perhatian masyarakat luas, maka tuntutan pidananya harus sesuai dengan ancaman pidana yang didakwakan.

Jangankan pasal 156 KUHP yang ancaman hukuman pidananya 4 tahun dan pasal 156 A KUHP yang ancaman pidananya 5 tahun, seharusnya JPU menuntut terdakwa Ahok dengan tuntutan pidana diatas 2 tahun dengan meminta kepada majelis hakim agar terdakwa segera ditahan atau perintah hakim segera menjalani hukuman penjara sekalipun Terdakwa menyatakan Banding.

“Dalam sejarah peradilan di Indonesia, sepanjang yang saya ketahui, JPU tidak pernah menuntut terdakwa dengan hukum Percobaan. Jangankan tindak pidana yang ancaman hukumannya tahunan, yang ancaman hukuman pidana bulanan saja JPU tidak pernah menuntut hukuman Percobaan seperti pasal 310 KUHP atau 406 KUHP, “ sebut Ridwan Rangkuti, dalam siaran pers yang diterima Mandailing Online, Sabtu (22/4/2017).

Dikatakannya, pengajuan tuntutan pidana Percobaan terhadap terdakwa Ahok adalah suatu sinyal kuatnya konspirasi dan intervensi penguasa kepada pejabat penegak hukum dalam Criminal Justice System, dan hal ini sudah terbaca mulai dari tahap penyidikan, pelimpahan perkara hingga tahap persidangan.

Terjadinya disparitas tuntutan terhadap terdakwa yang berstatus pejabat negara, apalagi setingkat Gubernur DKI, telah menciptakan rasa prustasi masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia khususnya terhadap lembaga penegak hukum Kepolisian, Kejaksaan dan Hakim.

“Bandingkan tindak pidana korupsi yang ancaman hukumannya ada yang 4 tahun, akan tetapi penyidik, JPU dan Hakim Tipikor tetap menahan terdakwa mulai dari tingkat penyidikan,” imbuh Ridwan.

“Dalam tindak pidana yang lain, seperti kasus pencurian, penipuan, penggelapan misalnya, yang mana tersangkanya masyarakat biasa, penyidik langsung menahan tersangkanya, demikian juga jaksa dan hakim pada saat persidangan, dan tidak pernah JPU menuntut hukuman Percobaan,” lanjut Ridwan.

Baik Penyidik maupun JPU dalam perkara Ahok telah merusak sendi-sendi penegakan hukum di Indonesia. Dengan kata lain, hukum tajam ke bawah tumpul ke atas. Betapa lelahnya mencari keadilan.

“Saya merasa pesimis akan keberanian majelis hakim untuk menghukum terdakwa Ahok dengan hukum penjara dan memerintahkan terdakwa segera ditahan,” ujar Ridwan.

Jika majelis hakim bukan corong penguasa, maka majelis hakim akan mempertimbangkan bahwa kasus Ahok telah menimbulkan keresahan, perpecahan di kalangan ummat Islam secara nasional, itu adalah hal yang memberatkan terdakwa Ahok, sehingga majelis hakim patut dan wajar untuk menghukum terdakwa Ahok dengab hukuman penjara diatas 2 tahun, dengan perintah terdakwa segera ditahan, sekalipun Terdakwa banding.

“Pertanyaan : beranikah Majelis Hakim meningkatkan citra lembaga pengadilan? Apakah Majelis Hakim akan mendengarkan tuntutan elemen masyarakat atau umat Islam Indonesia. Kita tunggu episode berikutnya setelah Terdakwa dan Penasehat Hukum-nya mengajukan Nota Pembelaan atau Pledoi. Allohu Akbar…Allohu Akbar ..Allohu Akbar…,” seru Ridwan.

Editor    : Dahlan Batubara

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.