Oleh : Raini, S.Pd.I
Guru, tinggal di Medan
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendeteksi 14 titik panas yang terindikasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di wilayah Provinsi Sumatra Utara. Titik panas ini tersebar di enam kabupaten dan kota di Sumut, meliputi Kabupaten Tapanuli Tengah (satu), Tapanuli Utara (dua), Toba (satu), Dairi (empat), Karo (empat) dan Sibolga (dua). (11/2)
Penyebab kebakaran hutan disebabkan oleh dua faktor utama.
Pertama faktor alami dan kedua faktor ulah manusia. Faktor alami seperti pengaruh El-Nino yang menyebabkan kemarau panjang, sambaran petir pada hutan yang kering atau aktivitas vulkanis seperti terkena aliran lahar dan awan panas dari letusan gunung berapi atau muncul api dari bawah permukaan tanah (ground fire) tentu dapat difahami, namun untuk faktor ulah manusia tentu amat disayangkan.
Membakar hutan untuk pembukaan lahan baru merupakan cara instant menghemat biaya dan waktu, sehingga sering dijadikan pilihan para investor, belum lagi illegal logging atau pembakaran liar yang menghasilkan lahan-lahan kritis dengan tingkat rawan tinggi sehingga api yang tidak terkendali secara mudah merambat ke area hutan, ditambah lagi perambahan hutan yang tidak terkendali, semua ulah manusia tersebut tanpa memperhitungkan kaidah konservasi maupun dampak yang dihasilkan.
Apabila lambat ditangani 14 titik tersebut tentu dapat meluas sehingga menimbulkan kebakaran tajuk atau crown fire. Tentu masih hangat diingatan peristiwa kebakaran hutan di Indonesia pada tahun 1997-1998 dan 2002-2005 menghasilkan asap yang juga dirasakan oleh negeri tetangga, dan mengakibatkan terganggunya hubungan transportasi udara antar negara.
Dan bukan hanya manusia saja, keanekaragaman hayatipun ikut punah. Hutan yang terbakar akan sulit dipulihkan seperti sedia kala. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah erosi, dan tidak lagi kuat menahan banjir, longsor dan hilangnya paru paru dunia sebagai cadangan air dan pengasil oksigen.
Sungguh kerugian besar yang diderita akibat kalhutla ini, tidak hanya dari segi materi namun juga kerugian dari segi lain, seperti kesehatan, transportasi, dan sebagainya.
Karhutla bukan permasalahan sepele yang bisa dipandang sebelah mata, tapi sesuatu yang perlu perhatian khusus dari pemerintah. Pemerintah harus mencari tahu penyebab dari karhutla, kemudian menemukan solusi tepat dan tindakan nyata untuk menyelesaikannya secara tuntas.
Hutan adalah milik rakyat yang kepemilikannya harus dikembalikan pada rakyat, tidak boleh diserahkan, dimiliki bahkan dikuasai oleh perorangan maupun swasta. Hutan punya peran penting bagi manusia, siapapun boleh memanfaatkan hutan, namun perlu pengawasan dari pemerintah. Aktifitas yang merusak hutan atau lahan harus ditindak tegas, dan yang terpenting, pemerintah harus punya keberanian untuk mengambil alih hak kepemilikan hutan yang terlanjur diberikan pada swasta.
Dalam islam, seperti sabda Rasulullah, manusia berserikat dalam 3 perkara yaitu air, padang rumput dan api. Negara memiliki 2 fungsi penting dalam menyelesaikan karhutla ini, yang pertama yaitu sebagai pemelihara urusan rakyat dan sebagai penanggung jawab penuh pengelolaan hutan dan lahan sehingga setiap individu publik terjamin memperoleh manfaat dari hutan dan lahan tersebut. Yang kedua negara berfungsi sebagai perisai atau tameng yang senantiasa siaga menjaga harta publik, wallahu’allam bi shawab.***