PANYABUNGAN (Mandailing Online) – Gugatan paslon Dahlan-Aswin ke MK dinilai aneh, sebab secara de fakto dan de jure paslon Dahlan-Aswin pada posisi menang di PSU Pilkada Madina 24 April 2021.
Gugatan ini menjadi janggal karena pihak yang menggugat adalah pihak pemenang PSU.
Pada Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Madina tanggal 24 April 2021 posisi perolehan suara paslon Dahlan-Aswin berada di atas paslon Sukhairi-Atika.
Namun, paslon Dahlan-Aswin masih melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 28 April 2021 dengan pokok perkara: Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati Mandailling Natal Tahun 2021.
Kuasa hukum paslon Sukhairi-Atika, Dr H Adi Mansar, SH, M.Hum menjawab wartawan via WhatsAap, Kamis (29/3/2021) menilai gugatan paslon Dahlan-Aswin suatu yang memicu pertanyaan.
“PSU kemarin kan 02 (Dahlan-Aswin) yang menang, yakni 81 suara. Pertanyaannya kalau yang menang yang menggugat ke MK lantas poin keberatannya apa?,” kata Adi dengan nada bertanya.
“Kalau misalnya 02 menang dua kali, (yakni) tanggal 9 Desember dia menang, tanggal 24 Desember dia juga menang, tetapi kemudian kalau secara yuridis yang akan dilantik itu soalnya paslon 01 (Sukhairi-Atika) yaitu karena memang putusan MK yang memberikan kemenangan suara 235 suara bagi pemohon pada saat itu yang diputus tanggal 22 Maret 2021,” kata Adi.
Dia memandang permohonan jilid 2 ke MK itu harus dipandang sebagai upaya untuk menilai penetapan KPU atas kemenangan paslon Sukhairi-Atika.
“Namun itu hak konstitusional warga negara karena itu dilindungi oleh peraturan perundang-undangan. Kenapa? Karena keputusan MK sudah final dan bounding, maka wajib dilaksanakan oleh KPU untuk melaksanakannya,” ujar Adi.
“Permohonan yang diajukan ke MK ini merupakan model baru, jadi beda dengan hasil pilkada 2017 dan 2018. Namun perlu dikasih tahu ke publik bahwa putusan MK itu mengatakan di poin 6 hasil Pilkada tidak perlu lagi diberitahu ke MK maka ditetapkan sendiri oleh KPU”.
“Yang agak aneh bagi kita setelah ditetapkan oleh KPU kok dibuat lagi menjadi objek gugatan ke MK,” imbuhnya.
Sejatinya, tak perlu lagi dibuat objek gugatan ke MK, tinggal yang kalah itu ya menerima kekalahannya, yang menang itu merangkul semua pihak dan hasil pengumuman KPU menjadi final.
“Ya kita lihat saja dulu kek mana perkembangannya,” ujar Adi.
Adi menyatakan, dalam sejarah MK, baru kali ini ada dua kali obyek gugatan Pilkada di tempat yang sama. Ini menurutnya bis in idem artinya apakah boleh satu perkara diadili dua kali.
Peliput: Dahlan Batubara