Seputar Madina

Dahlan Hasan, Mendengar dan Berbuat Bagi Perubahan (bagian 1)

Menghadapi perubahan bukanlah hal mudah. Proses adaptasi membutuhkan setiap orang dalam organisasi untuk membangun pola pikir dan kebiasaan berbeda, dan hal itu menuntut upaya keras untuk keluar dari zona kebiasaan yang nyaman menuju sebuah ketidakpastian. Yang namanya ketidakpastian, bagi sebagian orang sangatlah menantang, namun bagi sebagian yang lain justru menjadi masalah.

Proses adaptasi yang menjadi masalah bagi sebagian orang, berpotensi menimbulkan keluhan. Seperti kita ketahui bersama bahwa keluhan seringkali membuat orang tidak produktif, dan jika keluhan beberapa orang menjadi sebuah forum ‘kesamaan nasib’, maka justru menjurus pada kontra produktif. Bukannya membuat langkah maju, justru akan menjadi alasan dan pembenaran untuk kembali ke cara lama.

Menghadapi kondisi ini, seorang pemimpin bisa saja melihat dari atas dan menurunkan perintah-perintah langsung untuk diikuti. Namun cara tersebut hanya akan menghasilkan perubahan positif sesaat, dan akan segera kembali ke asal. Proses adaptasi sebuah organisasi membutuhkan gerak bersama, baik pemimpin maupun tim di bawahnya. Proses gerak bersama akan kuat jika didasari kesadaran penuh akan pentingnya adaptasi yang dilakukan. Meraih kesadaran bukan sebuah hasil instan dari turunnya perintah, melainkan proses dalam memahami esensi dari sebuah langkah kedepan.

Salah satu bagian dari proses tersebut adalah sebuah kegalauan yang keluar dalam bentuk perasaan tak aman, dan kadang keluhan. Di sinilah titik kritis terjadi. Jika tak mampu diakomodir akan menjadi kontra produktif. Jika keluhan tersebut difasilitasi dengan baik, pintu pikiran untuk memahami hal baru dapat terbuka.

Di sinilah pentingnya seorang pemimpin menjadi pendengar yang baik bagi anggota timnya. Hindari pandangan bahwa masyarakat atau anggota tim yang mengeluh adalah sosok-sosok malas dan tak bisa diandalkan. Keluhan tersebut wajar, dan justru menjadi bukti bahwa ia sudah mulai meninggalkan zona nyamannya menuju area ketidakpastian. Bukankah itu sudah merupakan langkah maju dalam adaptasi terhadap perubahan?

Ahli-ahli kepemimpinan, management dan motivator di dunia juga sudah mengingatkan pentingnya komunikasi ini. Stephen Covey, penulis buku, “The 7 Habits of Highly Effective People,” mengatakan bahwa, komunikasi adalah ‘skill’ terpenting dalam hidup kita. Hal senada juga disampaikan oleh Zig Ziglar, 85 % kesuksesan tergantung kepada ‘relational atau interpersonal skill’: yakni seberapa pandai kita ‘mengenal’ orang lain dan berinteraksi dengan mereka. Sementara itu, Thomas Faranda mengatakan,”Tidak ada yang lebih penting bagi seorang pemimpin ketimbang kemampuan berkomunikasi secara efektif.”

Komunikasi yang efektif itu akan terjadi ketika seseorang berhasil memperoleh pemahaman yang sesuai (diharapkan), menstimulasi orang lain untuk melakukan sebuah tindakan dan mendorong orang untuk berpikir dengan cara yang berbeda. Hal inilah yang coba diupayakan oleh Bapak Dahlan Hasan Nasution dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai Kepala Daerah. Beliau tidak puas hanya mendengarkan laporan yang disampaikan oleh bawahannya, melainkan setahap demi setahap mulai terjun ke masyarakat untuk melihat kebenaran yang disampaikan oleh bawahannya selama ini. Inilah suatu bukti yang coba dihadirkan oleh seorang Bapak Dahlan Hasan Nasution yang anti kemapanan, yang tidak nyaman dengan sesuatu yang telah ada, dan ingin selalu membuat suatu terobosan baru. Kepemimpinannya diuji disini dan terbukti dia mampu menghadirkan situasi dan kondisi yang berbeda atas temuannya dilapangan ketika dia berdialektika dengan masyarakat tentang plus minus pembangunan yang dirancangnya selama ini.

Tentu saja ini sesuatu yang signifikan dan positif untuk bahan kajian pembangunan karena memang harus diakui semua pembangunan yang dilaksanakan ujungnya adalah penciptaan kesejahteraan masyarakat. Gencarnya beliau turun kelapangan harus dimaknai sebagai suatu pertanggungjawaban kinerja yang tentunya tidaklah semata dipertanggungjawabkan kepada masyarakat yang dipimpinnya, namun lebih dari itu hal ini merupakan pertanggungjawaban yang paling khakiki sebagai pemimpin atas kepemimpinannya dihadapan zat yang maha esa. Inilah esensi dari akuntabiltas yang sesungguhnya dan lagi-lagi Dahlan Hasan Nasution membuktikan kepada khalayak bahwa pertanggungjawaban yang paling berat selalu menjadi prioritasnya. Beliau hadir ditengah masyarakat kendatipun hujanan fitnah dan pembunuhan karakter mengelilinginya. Beliau tidak ambil pusing dengan semua tuduhan itu karena baginya mengabdi bagi masyarakat adalah ibadah.

Komunikasi akan bisa terwujud dengan baik apabila seorang pemimpin bisa mengetahui kondisi riil masyarakat, yaitu dengan cara berbaur dan terbuka dengan rakyatnya. Untuk mengetahui perbandingan sebagai bahan evaluasi ke depan, dan tidak hanya duduk sembari menunggu laporan yang disampaikan bawahan. Bapak Dahlan Hasan Nasution adalah seorang pemimpin yang terbuka bagi siapa saja dan tak sungkan turun ke tengah-tengah masyarakat marginal. Beliau turun ke masyarakat untuk mendengarkan kegalauan dan jeritan hati masyarakat dengan sungguh-sungguh dan bukan sekedar pura-pura mendengar. “Lips Service” tidak pernah ada dalam kamus pengabdiannya sebagai birokrat yang matang. Beliau mendengar dan menerima setiap masukan dan keluhan dengan terbuka tanpa justifikasi apalagi apologi seperti yang selama ini kerap dijadikan sebagai “senjata” untuk membunuh karakternya perlahan lahan.

Mendengar aspirasi masyarakat dengan terjun langsung ke tengah-tengah masyarakat adalah merupakan suatu bentuk pencarian solusi dalam memperbaiki Mandailing Natal ke depan. Ini bukan pencitraan karena pencitraan amat sarat dengan pesan-pesan kepentingan. Sebagaimana yang diketahui bahwa setiap permasalahan mempunyai solusi, setiap solusi harus sesuai dengan permasalahan (problem solving). Tidak ada artinya sebuah solusi jika tidak mengetahui persoalan yang sebenarnya, sebab cenderung akan melahirkan solusi kontra aspirasi. Karena selama ini, beberapa kali timbul solusi yang tidak sesuai dengan aspirasi serta persoalannya. Oleh karena itu, untuk menghindari kejadian yang sama disebabkan oleh oknum-oknum tertentu, Dahlan Hasan Nasution langsung pasang badan bertemu dengan masyarakat dan berbaur serta bercengkrama sehingga kondisi di masyarakat yang sebenarnya dapat dicari solusi terbaiknya.

Kenapa ini penting? Setidaknya beliau mengetahui persoalan yang sedang dialami dan dihadapi rakyatnya. Karena itulah seorang Dahlan Hasan Nasution bisa disebut sebagai pemimpin yang merakyat. Penting baginya untuk menyempatkan diri mengunjungi desa-desa terpencil, tertinggal, terisolir, terpinggirkan, terbelakang dan lain-lain disela tugas-tugas penting lainnya. Meskipun tidak banyak yang mengetahui tentang hal ini, baginya ini bukanlah persoalan. Baginya ini sekali lagi adalah ibadah. Baginya ini adalah pengabdian. Baginya ini adalah tanggungjawab. Beliau seakan terkesan tidak pernah mempublikasikan kegiatannya karena ini baginya bukanlah ajang mencari popularitas semata. Karena disadari “berbuat” menurutnya adalah pengabdian tanpa henti. (bersambung)

Comments

Komentar Anda

One thought on “Dahlan Hasan, Mendengar dan Berbuat Bagi Perubahan (bagian 1)

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.