MEDAN – Komisi A DPRD Sumatera Utara dinilai sangat diskriminasi dan tak berimbang dalam menetapkan lima komisioner Komisi Informasi Publik (KIP) Sumut. Komisi A tak ada meloloskan satu pun calon perempuan.
“Kami menilai fit and profer tes yang dilakukan Komisi A DPRD Sumut ini sangat diskriminasi gender. Karena telah menihilkan peran perempuan dalam institusi publik,” kata Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI), Khairiah Lubis, hari ini.
Awi, biasa perempuan berjilbab ini disapa, mengatakan, Komisi A DPRD Sumut seharusnya mengakomodir kuota minimal 30 persen keterwakilan gender sesuai dengan konvensi CEDAW yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia menjadi UU No 7 Tahun 1984 dan Inpres No 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender, yang mengamanatkan bahwa negara harus komit untuk mempercepat persamaan hak secara de facto antara laki-laki dan perempuan dalam institusi publik minimal 30 persen.
“Melihat keputusan Komisi A ini, jelas sama sekali tidak ada mengakomodir hak perempuan. Artinya, keputusan ini tak mengindahkan konvensi CEDAW yang telah diratifikasi oleh pemerintah,” ujar Awi.
Awi menegaskan, Komisi A telah mengabaikan hak-hak perempuan untuk mendapatkan informasi publik. “Artinya, kalau sama sekali tidak ada perempuan yang terpilih menjadi anggota KIP Sumut, maka akses perempuan untuk memperoleh informasi publik terabaikan,” sebutnya.
Sebab, kata Khairiah, perempuan lebih sensitif untuk menyentuh kebutuhan-kebutuhan informasi yang berkaitan dengan perempuan. “Tidak terwakilinya gender dalam institusi publik merupakan satu keputusan yang
telah mencederai demokrasi negara kita,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia meminta agar Komisi A DPRD Sumut dapat meninjau ulang kembali keputusan tersebut dan harus mengakomodir keterwakilan perempuan dan hak perempuan. “Kita berharap komisi A DPRD Sumut dapat meninjau ulang keputusannya dan janganlah mengabaikan hak perempuan hanya demi kepentingan partai. Jika keterwakilan perempuan terabaikan sama saja implementasi demokrasi di Sumut ini omong kosong,” tandas Awi.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Sumut, Taufik Hidayat mengatakan, tidak diakomodirnya perempuan lantaran komisioner KIP merupakan pemilihan, bukan penetapan. Karena pemilihan, semua anggota komisi memiliki hak bersuara. “Ini kan berpulang pada masing-masing pemilih. Setiap anggota komisi punya pilihan masing-masing terhadap calon,” ujarnya.
“Perempuan dapat suara juga. Tetapi tidak besar. Karena penilaian masing-maisng, itu lah hasilnya,” jelas Taufik.(waspada)