PANYABUNGAN (Mandailing Online) – Penyebaran tenaga pendidik di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) tidak proporsional. Guru menumpuk di sekolah-sekolah daerah perkotaan, sementara di daerah pinggiran dan pedalaman banyak sekolah yang kekurangan guru, bahkan banyak sekolah dasar yang hanya dididik oleh 2 atau 3 orang guru saja.
“Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan. Dan pemerintah terkesan mengabaikan hak-hak warga pinggiran dan pedalaman. Padahal sesuai dengan amanat undang-undang warga mempunyai hak yang sama dalam pelayanan pendidikan,” kata Ketua DPP Himpunan Pemuda Mandailing (HIPMA), M. Suhayri Lubis, S.Fil kepada wartawan, Senin (25/5) di Panyabungan.
Dikatakannya, saat ini banyak sekolah di daerah pedalaman yang kekurangan guru. Contohnya kata Suhairy, di desa Batahan Kecamatan Kotanopan. Saat ini sekolah dasar tersebut hanya dua orang PNS. Anehnya, beberapa bulan lalu ada penempatan PNS dan guru TKS ke sekolah itu, namun baru sekali datang sudah dipindahkan.
“Bayangkan saja, dua atau tiga guru mengajar di enam kelas sekaligus. Itu sudah tidak proporsional, dan tentu saja merugikan siswa karena tidak terlayani dengan baik. Sementara di sekolah-sekolah perkotaan, guru malah berlebih. Ketimpangan ini harus segera dicari solusinya oleh Pemkab Madina,” harapnya.
Dia berharap, guru sertifikasi yang menumpuk di kota supaya dipindahkan kedesa-desa terpencil yang kekurangan guru.
Menurutnya, kesenjangan pelayanan pendidikan karena tidak ada motivasi terhadap guru untuk ditugaskan di daerah terpencil. Selain itu, pemerintah juga terkesan tidak mau tahu terhadap kehadiran guru yang ditempatkan di daerah terpencil.
“Bayangkan saja, tidak semua guru di desa terpencil dapat tunjangan, padahal tunjangan ini ada dianggarkan pemerintah. Sebaliknya, ada guru yang mengajar di desa yang belum termasuk kategori desa terpencil, namun mendapat tunjangan honor desa terpencil,” ungkapnya.