Artikel

Harga Pangan Meroket di Awal Ramadhan, Dimana Peran Negara?

Oleh: Nuraty, S.Pd
Anggota Komunitas Madina Menulis

Meroketnya harga pangan bukan sesuatu yang tabu di tengah-tengah masyarakat. Karena kejadian ini setiap tahunnya berulang terjadi menjelang dan di tengah bulan Ramadhan. Hal ini terjadi dikarenakan permintaan terhadap barang tersebut cukup tinggi di pasar, jadi seolah-olah hal yang dimaklumi apabila terjadi kenaikan harga.

Deputi Kajian dan Advokasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Taufik Ariyanto melaporkan hasil pantauan harga pangan yang mengalami lonjakan di awal Ramadhan ini. Kenaikan harga umumnya terjadi untuk komoditas daging, ayam, cabai, sapi, bawang, hingga telur. (merdeka.com,16/4/2021)

Dan dikabarkan juga dari media yang berbeda, berita yang sama. Lutfi memaparkan, jika merujuk pada data sistem pemantauan pasar kebutuhan pokok (SP2KP), memang terdapat kenaikan harga secara bulanan pada beberapa komoditas. Data menunjukkan, antara 11 Februari 2021 dan 12 Maret 2021 harga beras premium naik 0,31 persen secara bulanan dan minyak goreng curah naik 1,43 persen secara bulanan.

Beberapa komoditas lain bahkan naik lebih dari lima persen secara bulanan. Di antaranya cabai rawit merah yang rata-rata di kisaran Rp74.607 per kg pada 11 Februari menjadi Rp96.247 per kg atau naik 22,48 persen, bawang merah naik 11,54 persen dari Rp30.457 per kg menjadi Rp34.430 per kg, dan bawang putih Honan yang naik 5,06 persen dari Rp26.822 per kg menjadi Rp28.252 per kg (indonesia.go.Id 19/3/21).

Dalam negara yang menganut sistem kapitalis saat ini, fakta yang terjadi di lapangan karena amburadulnya pengaturan sektor pangan menyebabkan persoalan tak kunjung selesai. Telah nyata, lonjakan harga pangan semakin menambah berat beban hidup rakyat.

Apalagi pada masa wabah saat ini, dengan daya beli yang makin menurun, rakyat dihadapkan dengan harga pangan yang terus meroket. Sayangnya, kebijakan untuk mengatasi dan mengantisipasi hanya setengah hati. Tidak tampak keseriusan untuk mengurai akar masalah yang sesungguhnya. Maka, wajar saja problem pangan tak berkesudahan, lantaran negara memposisikan diri sebagai regulator, sedangkan operatornya adalah korporasi.

Sungguh, peran negara yang dominan dan berpihak pada umat akan membuat rakyat sejahtera. Sebab, negara telah menjamin kebutuhan pokok rakyatnya. Umat akan menjalani ibadah di bulan Ramadhan ini dengan khusyuk tanpa dibebani ketakutan tak mampu membeli bahan makanan.

Sungguh, hanya syariat Islam dalam bingkai daulah  yang mampu mewujudkan ketenangan di bulan Ramadhan. Rasulullah SAW menegaskan,

Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad, Bukhari) 

Dalam hadis lainnya, “Khalifah itu laksana perisai tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim).[9]. 

Artinya, pemerintahanlah yang bertanggungjawab mengurusi seluruh hajat rakyat. Apalagi pangan merupakan kebutuhan asasi yang pemenuhannya harus dijamin oleh negara.

Wallahu ‘alam bish shawab

Comments

Komentar Anda

Silahkan Anda Beri Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.