Oleh : Sri Handayani, ST
Guru, tinggal di Padangsidimpuan, Sumatera Utara
Kesadaran akan pentingnya tugas-tugas ibu yang tak tergantikan oleh siapapun. Perempuan, keluarga dan generasi adalah mata rantai tegaknya sebuah peradaban yang gemilang. Jika kita melihat kondisi saat ini, perempuan muslim saat ini berada di pusat perang budaya barat. Mereka dipandang “pengemban budaya”, “pengelola dari tradisi dan nilai-nilai keluarga”, “benteng terakhir” melawan dominasi budaya barat. Mengenakan jilbab dan kerudung bukan hanya menjadi lambang kesopanan, melainkan lambang pertahanan islam. Islam menjaga dan melindungi perempuan. Sehingga perempuan muslim memegang peranan penting dalam nempertahankan keluarga, generasi dan sekaligus identitas masyarakat muslim.
“Wahai nabi! Katakan kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin. Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga mereka tidak diganggu. Dan allah maha pengampun, maha penyayang. (QS. Ahzab : 59)
Sungguh peran ibu dalam membangun peradaban sangatlah penting bukan hanya sebagai penggerak roda ekonomi, melainkan pencetak generasi. Ibu harus menyadari akan perannya. Dari rahimnyalah lahir para generasi cemerlang. Dialah sosok ibu yang menjadi madrasatul ula bagi anak-anaknya. Peran ibu dianggap tidak produktif karena tidak menghasilkan materi. Bahkan beberapa pihak cenderung menganggap peran ibu mendomestikasi perempuan dan menempatkan perempuan dalam posisi inferior, tersubordinasi peran suami. Sejak islam hadir memberikan posisi yang bergengsi terhadap ibu. Posisi itu adalah : “ummu warobbatul bait“. Selain itu di dalam islam, perempuan adalah kehormatan yang harus dijaga dan dilindungi.
Al-Ummu Madrasah Al-Ula (ibu adalah sekolah pertama-bagi anak-anaknya). Kata-kata hikmah ini sudah tidak asing lagi bagi kita. Bukan hanya sekolah pertama, ibu sejatinya adalah sekolah utama bagi putra-putrinya. Jika ada seseorang menjadi ulama, ilmuwan, tokoh ternama, atau pahlawan ksatria, maka lihatlah ibu mereka. Ibu sejatinya adalah gudang ilmu pusat peradaban dan wadah yang menghimpun sifat-sifat akhlak mulia.
Di dalam peradaban islam, ibu diposisikan sebagai sosok yang dapat memberikan kontribusi besar dalam membangun sebuah peradaban tanpa mendisorientasi perannya.
Andai saja imam Syafii tidak memiliki ibu yang tangguh, maka dia tidak akan menjadi seorang ulama besar dan faqih fiddin . Saat ini muslimah membutuhkan sosok perempuan ibu generasi masa depan seperti :
– Khadijah, ummul mukminin sebagai istri sekaligus sahabat beliau. Bunda khadijah selalu membela Nabi SAW percaya kepadanya ketika orang meragukan beliau. Dia adalah ibu yang terhormat untuk anak-anaknya dan ibu yang benar untuk orang-orang mukmin.
– Aisyah, ummul mukminin, seorang istri dan ulama besar dengan pengetahuan fiqh islam yang luar biasa.
– Sumayyah, seorang ibu dengan keimanan luar biasa, martir pertama dalam islam.
– Nursaibah binti Kua’ab, seorang ibu mujahidah, semoga Allah meridoinya.
Masih banyak para sahabiyah cemerlang dan rule model seorang ibu sepanjang masa keemasan islam.
Namun sayangnya saat ini kaum perempuan dijauhkan dari peran terhormat mereka sebagai ibu, maka perempuan pun sebagai alat kehancuran, sehingga kehilangan jati dirinya dan kehilangan amanah yang diberikan kepadanya sebagai ibu muslim yang taat dan takut ajan Alla SWT.
Kapitalisme Barat telah mengusik kaum perempuan dengan gagasan kebebasan yang merusak jadi diri seorang ibu. Akibatnya generasi menjadi rusak tanpa dilandasi dengan aturan sang maha Agung yaitu Allah swt. Saatnya kita kembali kepada syari’at islam yang kaffah dan mengambil bagian untuk penerapannya sebagai aturan kehidupan. Dengan penerapan islam secara kaffah generasi islam akan kembali nenemukan kehidupan yang sejahtera dan mulia.***